KAIVAN EXCEL ALSAKI, Who you?

588 65 2
                                    

Janina dan Kareen berjalan beriringan menuju lapangan basket. Semenjak terjadinya skandal entah ada petir darimana Janina menjadi dekat dengan Kareen, walaupun kesadisan Kareen masih menjadi momok bete buat Janina. Mereka berdua berencana mewawancarai club cheers untuk artikel popular minggu depan.

Club Cheers dan basket seperti kaus kaki dan sepatu, lengket tidak terpisahkan. Janina mengamati Rosa yang berlarian kesana-kemari seperti arak awan yang bebas, yang ternyata dia sedang mengejar awan kinton bernama Rajuna Keenandar. Janina menatap mereka geli, ia baru sadar kalau kedua temannya itu terjebak friendzone.

'AWAAAAS!'

Sebuah pekikan lengking mengagetkan Janina, ia mengalihkan pandangan dan melihat bola basket melayang kearahnya dengan cepat. Janina langsung menutup mata dan memeluk recordernya erat-erat.

'TAAP!'

"Lo nggak papa?" Janina membuka matanya menemukan seorang cowok dengan seragam basket sambil memegang bola basket. Janina menghembuskan nafas lega dan mengangguk. Cowok didepannya tersenyum manis—sangat manis! Hingga membuat jam waktu dunia Janina berhenti sebentar.

Ini bukan mau gue, tapi kenapa audio di otak gue muterin lagunya ...-inikah cinta? –Janina yang lagi oleng.

Cowok didepannya mengulurkan tangannya. "Gue Excel, lo Janina kan?" Janina terkaget melihat cowok manis didepannya mengetahui namanya. Janina mengangguk canggung dan menjabat tangannya. Sekali lagi cowok manis itu tersenyum tak kalah manisnya. "Gue lanjut basket ya, sori tadi temen gue nggak sengaja lempar bolanya ke arah lo." Sekali lagi Janina hanya bisa mengangguk kikuk. Kepergian Excel mengantarkan Janina kembali ke alam sadarnya dan segera menyusul Kareen yang sudah bersama Thalia—Kapten team cheers.

**

Hari ini Janina seperti dikejar-kejar kesialan, tadi siang ia hampir terkena bola basket dan sekarang ia harus tertampar nasib karena Nino abang laknatnya itu baru bisa menjemputnya ketika matahari tenggelam karena ia dihukum akibat ketahuan makan mie ayam di dalam kelas ketika jam pelajaran matematika, kan bego!

Janina menunggu di lobi sekolah bingung mau melakukan apa, karena sekolah sudah usai dari tadi sehingga sudah mulai sepi. Tinggal beberapa anak yang masih mengurus kegiatan clubnya.

"Hey JEN?" Janina menengok ke samping dan menemukan cowok berlesung pipi manis yang sedang tersenyum manis padanya. Cowok didepannya ini memang definisi dari kata heart fluttering's sugar. Kemanisan yang mampu mendebarkan hati Janina. Janina membalas dengan senyuman canggung."Kok lo belum pulang?" Janina menggeleng dengan masih menempelkan senyumnya. "Masih nunggu abang gue jemput." Jawab Janina sekenanya.

Excel mengernyitkan dahinya. "Tapi gerbang udah mau ditutup Jen." Giliran Janina yang mengernyitkan dahinya bingung. "Besok sekolah dijadiin tempat lomba fotografi, jadi gerbang ditutup lebih awal." Penjelasan Excel membuat Janina terkejut dan bingung setelahnya. Janina menundukkan kepalanya menatap sepatunya untuk berpikir sekaligus mengumpati abangnya dalam hati, kenapa yang melakukan kedzoliman abangnya tapi yang kena azab Janina? Mana uang saku Janina habis dan tidak ada atm terdekat disini. Seumur hidup Janina juga tidak pernah memakai kuota internet karena di rumah maupun sekolah ada WiFi.

"Emm... mau gue anter?" Janina mengangkat kepalanya kaget dan menatap Excel yang sudah tersenyum manis dan ramah. Ada ketulusan dimatanya, Janina bisa melihatnya. Mungkin bagi orang lain ini adalah moment manis yang mendebarkan tapi untuk Janina yang jarang berinteraksi apalagi dimodusin cowok, hal ini merupakan hal aneh dan menakutkan.

Ia baru mengenal cowok ini beberapa jam yang lalu dan sekarang sudah mengajak pulang bareng? Walau ia tahu ini adalah bentuk bantuan dari Excel tapi tetap saja terasa aneh dan asing. Janina bimbang, ia ingin menolak tapi bagaimana nasibnya nanti? Masa iya dia harus jadi gelandangan di depan sekolah sampai Nino menjemputnya?

"Janina pulang sama gue, thanks atas tawaran lo." Suara di belakang Janina membuat Janina terlonjak kaget. Di sana ada Vabion Darmawangsa yang sedang memandang mereka datar dengan kamera digantungkan dilehernya.

Vabion Darmawangsa memang sekharismatik itu. 

***

B I O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang