Sudah satu jam Farel menemani Thea di rumahnya. Selama satu jam itu pula tak ada percakapan hangat layaknya sepasang teman, yang ada hanyalah percakapan satu arah, ya siapa lagi jika bukan Farel yang terus mencari topik obrolan, sedangkan Thea hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan, gelengan, bahkan gumaman sekejap.
"Thea lu anjing ih! Astagfirullah!" Farel bersungut dalam hati sambil terus mengumpatinya.
Tak lama kemudian Thea membuka suara, "Gimana perasaan lo kalo ada orang yang bilang diri lo anjing dan orang itu terus ngumpatin lo dengan berbagai umpatan kasar lainnya?"
"Ya gue gak terima lah! Mana ada orang yang nerima dengan senang hati saat dirinya digunjing kayak gitu. Pasti sakit hati lah. Nih kalo gue yang digituin, bakal langsung pukul orangnya, bakal gue bikin mukanya bonyok, dan tentunya gue gak akan maafin dia. Perlu lo tahu The, di sebut anjing itu lebih sakit dibanding di sebut sayang tapi gak dicintai!" Farel menjawabnya cepat dengan kalimat yang begitu lantang, sedangkan Thea berusaha menahan senyumnya agar tak muncul, belum tahu saja jika Thea hanya memancing lelaki ini.
"Nah itu yang gue rasain saat lo bilang ANJING dan ngumpatin gue di dalam hati. Apa perlu gue lakuin cara seperti yang lo bilang barusan, hm?"
Skak! Farel diam tak bersuara lagi, ia mengatupkan giginya rapat dan mengalihkan pandangan ke arah lain. Mengapa perempuan ini selalu bisa menebak apa yang diucapkan orang lain di dalam hati? Apa ia seorang cenayang?
"Gue bukan cenayang!"
Lagi-lagi Farel menoleh dengan mulut setengah terbuka, "Lo bisa baca isi hati orang The?"
"Gue cuma nebak dari ekspresi yang ditunjukkin, soal bener atau salahnya mungkin cuma keberuntungan." Thea segera beranjak ke dapur meninggalkan Farel yang masih cengo akibat ucapannya barusan.
Tak lama kemudian Thea datang kembali dengan membawa dua gelas susu coklat hangat beserta beberapa camilan. Namun, langkahnya terhenti saat melihat ada sosok yang menemani Farel, seperti ah sosok apa itu? Pocong? Mungkin bisa dibilang seperti itu, wajahnya sangat menyeramkan, berwarna coklat gelap tak beraturan dan dipenuhi oleh belatung besar yang keluar dari pori-pori wajahnya.
Tak hanya itu, di bahu Farel juga terdapat seorang anak laki-laki sekitar 10 tahun sedang menaikinya seraya cekikikan dengan mata yang menghitam dan lidah menyerupai ular. Oh Tuhan ada apa lagi ini? Untung saja nampan yang dibawa Thea tidak jatuh saking terkejutnya. Perlahan Thea mendekati Farel dan gerak-geriknya tetap diperhatikan oleh dua makhluk itu.
"Asik tahu aja lo kalo gue haus!" Farel segera menyeruput susu hangat itu. Tanpa disadari keringat di dahinya bercucuran sedikit demi sedikit.
"The di rumah lo gak ada AC apa gimana sih kok panas banget, lihat nih gue sampe keringetan gini! Terus kenapa lagi pundak gue berasa berat banget, seakan-akan lagi gendong sesuatu, aduh tengkuk gue pegel lagi!"
Lagi-lagi Thea hanya bisa meneguk ludahnya, lalu ia segera menarik tangan Farel agar menjauh dari tempat itu, namun tentu saja Farel merasa berat untuk melangkah, ternyata sosok nenek yang tak memiliki kaki dan berambut putih panjang itu setia memeluk kaki Farel. Thea semakin cemas melihatnya, ternyata meminta Farel untuk menemaninya bukanlah satu hal yang bagus, justru malah membahayakan keadaanya.
"Rel!"
"Hm?"
"Lo harus mandi!"
"Lah kenapa? Males ah udah malem juga dingin, besok aja pas berangkat sekolah!"
"Ini penting! Demi keselamatan lo!"
"Ogah! Gue lagi sakit The, lihat nih pundak gue berat, terus kaki gue juga susah ngelangkah! Gak kasian apa lo sama gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN MAUKU! [HIATUS]
FantasíaWalau mereka menjauhiku, setidaknya masih ada kamu yang selalu di sampingku. Walau mereka selalu mengkhianatiku, setidaknya masih ada kamu yang setia di dekatku. Tolong jangan seperti mereka yang pergi di saat tahu bahwa aku mempunyai kekurangan, ak...