"Aaaaaa gilak gilak gilaaaaaak, bisa gila gue kalo kepikiran ini melulu. Kenapa harus kayak gini sih, kalo minta maaf doang kan udah selesai gak seribet ini. Kenapa segala mau perbaikin segalanya sihhhh?! Arghhh...." aku menggerutu tatkala masuk ke dalam kamar, kemudian menyalakan sakelar lampu.
"Berisik banget elah!" tiba-tiba saja suara yang tak asing menyahuti kekesalanku.
"Heh lo ngapain disini?!" tanyaku dengan suara meninggi.
"Gue tadi lagi nonton film nih di laptop lo, eh ketiduran," ucapnya santai tak merasa bersalah sedikitpun.
"Ah elah kenapa gak dibawa ke depan aja sih laptopnya? Sono pergi! Gue mau tidur!" lantas mengusir Gameo dari kamarku.
"Rese lu. Ini gue juga mau cabut, selow udah kenyang mah gue cabut," tukas Gameo sekenanya. Kemudian ia berlalu melewatiku yang masih berdiri di dekat pintu.
Ia berjalan sempoyongan karena nyawanya belum terkumpul semua sebangun tidur tadi. Hampir saja tubuhnya menabrak pintu.
***
Keesokan paginya, aku terlambat bangun untuk pergi ke kantor. Berhubung semalaman sulit tidur karena terpikirkan kata-kata Maghi di cafe.
Akhirnya mau tak mau, aku melakukan izin sakit untuk tidak hadir ke kantor hari ini. Bukan pura-pura sakit, hanya saja memang sedikit pening kepalaku.
Selepas mengirim pesan izin kepada sang atasan, aku kembali melanjutkan tidur. Hari ini mama memang sedang tidak ada di rumah, melainkan di rumah Tante Dinara ada keperluan katanya. Entahlah ibu-ibu memang ada saja urusanya.
Alih-alih melanjutkan tidur kembali. Ponselku berdering tanda ada panggilan masuk. Tak sempat membaca siapa peneleponnya, aku hanya menggeser tombol untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Kei, lo udah jalan ke kantor? Mau bareng gue gak?" ucap suara laki-laki dari kejauhan yang tak lain adalah suara Gameo Hernanda.
"Gue izin gak masuk. Bye," langsung kumatikan sambungan telepon tersebut.
Baru saja aku matikan, tapi ponselku kembali berdering.
"Gue bilang gue gak masuk, gue pusing banget," ucapku dengan mata yang masih terpejam.
"Kamu sakit, Kei?" suara laki-laki di kejauhan ini beda, bukan Gameo. Lantas aku membuka mataku bulat-bulat untuk melihat siapa yang menelponku.
Dan itu adalah Hans.
"Maaf, kukira Gameo. Iya aku pusing banget nih, Hans. Gak enak badan."
"Kamu di rumah? Aku jenguk ya, Kei."
"Gak usah, Hans. Cuma pusing kok, biasa aja. Cuma butuh tidur lebih doang ini mah."
"Beneran? Tapi kalo aku bawain kamu cream soup buatanku boleh gak?" tawar Hans berusaha untuk tetap datang menjengukku.
"Cream soup aja nih? Kamunya enggak?" ledekku.
"Tadi katanya gak usah? Hahaha."
"Tapi aku gak mandi loh, gembel banget nih kucel. Emang mau liat aku kucel?"
"Kamu mah mandi gak mandi tetep gemesin, Kei," ucap Hans tampak gombal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maghi & Pelangi
RomanceTentang semu yang selalu menjelma bagaikan debu. Penuh rasa namun tak pernah teraba oleh asa. Bahkan terhisap habis oleh udara. Ketika berdiriku tak lagi kokoh, tolong ingatkan aku pada secercah harap agar ku dapat bangkit dari segala cemooh. Sendi...