Pagi-pagi sekali Frankenstein tiba di Telasonica. Ia langsung menuju kediaman keluarga Queen.
"Frankenstein."
Tak perlu repot memanggil seseorang, Wormy lebih dulu menyapanya. Frankenstein sebenarnya cukup terkejut dengan Wormy yang menyapanya di atas atap.
"Oh, kau membuatku kaget Wormy. Bagaimana keadaan Adelle?"
"Yah, begitulah."
"Aku ingin bertemu Chalcondilas."
"Kau tau di mana dia berada."
Setelah berbicara dengan Wormy, Frankenstein masuk dan menuju ruangan Chalcondilas.
"Chalcondilas!" panggil Frankenstein di depan pintu.
"Masuklah." jawab seseorang di dalan.
Ketika Frankenstein membuka pintu ia tidak melihat Chalcondilas. Yang ada hanya Milton sedang bersih-bersih.
"Milton, di mana Chalcondilas? Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Frankenstein.
"Chalcondilas berada di laboratorium," jawab Milton.
Frankenstein sedikit heran dengan reaksi Milton dan Wormy padanya. Kini ia berjalan menuju ruang laboratorium.
Frankenstein melihat Chalcondilas sedang duduk sendirian di tengah-tengah ruangan sambil menatap lukisan tua. Lukisan yang ia yakini adalah keluarga Frankenstein.
"Chalcondilas," sapa Frankenstein.
Chalcondilas terkejut dengan mendengar suara Frankenstein.
"Frankenstein, haruskah aku memanggilmu tuan?"
"Tidak perlu," jawab Frankenstein.
"Ada apa kau kemari dini hari seperti ini?"
"Ada yang ingin ku ceritakan, ini mengenai ayahku."
"Baiklah. Tapi kau bisa menceritakannya setelah ceritaku," tukas Chalcondilas.
Frankenstein mengambil kursi dan menaruhnya dekat Chalcondilas. Ia tak menolak untuk mendengarkan cerita Chalcondilas lebih dulu.
------------------------
Mentari pagi telah menyinari bumi dengan cahayanya yang kuning keperakan. Sisa embun menambah kesannya menjadi lebih sejuk. Lorentz telah duduk di meja makan sambil meminum secangkir teh di temani Heinrich.
"Teh ini aromanya sangat wangi, aku ingin besok meminum teh ini lagi saja. Bagaimana menurutmu Lorentz?" ucap Heinrich kepada Lorentz yang hanya diam dari tadi.
"Hmmm, kalau menurutmu begitu, aku mengiyakan saja."
"Ada apa? Kenapa wajahmu? Apa yang kau pikirkan?" tanya Heinrich karena temannya ini terlihat kesal.
"Tentu saja karena orang yang di tunggunya tak kunjung datang menyapanya."
Bukan Lorentz yang menjawab melainkan James. Heinrich langsung menoleh sedangkan Lorentz tetap pada posisi yang sama.
"Oh, aku paham. Haruskah aku menjemputnya?" jawab Heinrich.
"Sayangnya ia sudah tak ada di Boccone,"
Kali ini Lorentz langsung menoleh ke arah James.
"Apa maksudmu James?" tanya Lorentz pada James.
Bukannya menjawab pertanyaan Lorentz, James malah duduk di kursi yang kosong di depan mereka sambil menuangkan teh ke sebuah cangkir kosong.
"Emmm, teh Madeline ya. Ini wangi sekali," komentar James tak menghiraukan Lorentz yang menunggu ceritanya.
"Ya, aku baru kali ini mencobanya. Kami berencana besok akan minum teh ini lagi," Heinrich ikut menanggapi dengan semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frankenstein and the Dark Spear
FantasyKisah hidup seorang ilmuan jenius sebelum bertemu dengan vampire bangsawan yaitu Raizel sang Nobless. Ketika orang-orang yang ia percayai berhianat dan tak ada satupun yang berpihak kepadanya, ketila itulah Frankenstein mendapatkan suatu kekuatan ge...