pagi

1 0 0
                                    

Aroma manis parfum vanilla tercium didalam kamar Dhiva. Ya, gadis ini sudah siap dengan seragam olahraga dan tas ransel hitam dipunggungnya, padahal jam baru menunjukkan pukul 6.05 pagi.

"Ah awas aja kalo gue ampe ga sekelas sama Reta, gue gamau tau" ucap Dhiva sambil menatap pantulan dirinya yg sedang memanyunkan bibirnya dicermin.

Dhiva keluar dari kamarnya menuju dapur, menyusul bundanya yg sedang mengoleskan selai ke roti.

"Bundaaa, Dhiva mau bekal boleh ga soalnya buru buru"
"kebiasaan kamu, padahal punya tangan dua tapi gamau bikin bekal sendiri"

Dhiva terkekeh, kemudian berkata "soalnya makanan apapun yg dibuat sama bunda rasanya enak bun, Dhiva suka"

"kalo ada maunya aja, baru muji bunda" ujar bundanya sambil tertawa.
"nih bekal kamu"

"makasih bundanya Dhiva yang cantikkk" teriak dhiva sambil berlari mengambil bekalnya.
"iya yaudah sana berangkat, kalo kamu sekolah tuh rumah ini tentram, ga berisik"
"ah bunda bisa aja jadi makin sayang, hehe dahhh bundaaa" lagi lagi Dhiva teriak.

Bundanya hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan anak tunggalnya itu.





Dhiva berjalan ke persimpangan depan rumahnya untuk mencari angkot. Dhiva beruntung, ada angkot yg lewat didepannya. Dhiva pun masuk kedalam angkot, dan melihat seorang gadis yg berseragam sama dengannya namun sedikit berbeda, karena gadis ini terlihat jauh lebih feminim dibanding dirinya. Gadis ini sangat manis dengan sweater rajut berwarna maroon, tas ransel kecil berwarna putih dan rambut yang digerai sebahu dengan jepitan putih dikepalanya. sedangkan Dhiva, ia memakai seragam olahraga yg lengannya digulung, dengan sepatu converse hitam dan kaos kaki biru laut, serta tak lupa gelang gelang berwarna gelap yg menghiasi tangannya. sejenak dhiva termenung, dan merasa minder karena melihat keanggunan gadis didepannya.

"lo kenapa liatin gue? ada masalah?" tanya gadis ini dingin.
Dhiva tersentak dari lamunannya, "ah, engga, cuman lagi kagum aja liat kamu cantik banget" ujar Dhiva sambil menyengir.
"ck" gadis ini berdecak tidak suka Dhiva memandanginya

selanjutnya, hanya ada hening diantara mereka sampai mereka tiba disekolah.
Gadis itu turun mendahului Dhiva, dan Dhiva menyusul dibelakang. Terlihat bahwa sekolah masih sepi. Dhiva memperhatikan gadis itu, yg berjalan kearah kelas ips. "oh, anak ips" batin Dhiva. Kemudian
Dhiva berjalan menuju kearah mading.

Matanya bergerak menelusuri papan mading. "yah belum ditempel ternyata" Dhiva menghela nafas kemudian berbalik dan duduk dikursi bawah pohon.
"gue sarapan dulu lah sambil nungguin pengumuman." Dhiva membuka tasnya dan mengambil kotak bekalnya.

"pagi"
Dhiva mendongak menatap orang yang menyapanya. terpampang wajah kaget diraut wajah Dhiva. "pagi kak" jawabnya.

"boleh duduk?"
"boleh lah kak, kan bangkunya bukan punyaku"
"hahaha,  oh iya kamu dateng sepagi ini kenapa? gabut ya?"
"nunggu pengumuman kak, bukan gabut"
"oh, berarti kamu nungguin ini?"  tanya lelaki itu sambil mengeluarkan kertas dari sakunya.
"eh kertasnya sama kakak ya? saya mau liat dong"
"nih"

dengan cepat Dhiva mengambil kertas itu dan menelusuri tiap barisnya, mencari namanya dan nama Reta. senyumnya mengembang saat mendapati namanya dibarisan IPA 2, dan tepat lima baris dibawahnya tertulis nama Reta.
"kenapa senyum senyum sendiri sih?"

Dhiva tertawa keras lalu membuka suara "liat kak, aku sekelas sama Reta hahahaha"

terlihat tawa kecil dari lelaki itu, "kamu kadang ngomongnya pake aku, kadang pake saya, bentar lagi pake aye nih jangan jangan"

"iya ya? maap ya aku ga sadar soalnya"
Dhiva diam, tersadar kalau setelah beberapa kali pertemuan, dia bahkan belum tau nama lelaki yg sedari tadi berbincang dengannya ini.

"nama kakak siapa sih?"
Lelaki itu memasang wajah kaget saat mendengar suara Dhiva. "Dirta Dijaya"

"ih namanya sama kaya anak tengil yg kemarin"
"haha, anak tengil? siapa?"
"itu, si...." belum siap dhiva berbicara, Reta datang sambil mencak mencak ga karuan.

"Dipaaa gue takut mau liat mading"
"apaan si lu, nih liat kita sekelas tau"
"sumpah Dip? yaallah Dipa akhirnya gue ga jadi anak autis lagi yg apa apa sendiri kaga punya temen"
"udalah gausa norak lu, kekantin yuk gue mau makan bekal dulu"
"main pegi aja lu, pamit dulu ama ketos elah"

Dhiva menoleh kearah Dirta,
"kak, aku duluan ya mau kekantin dulu. makasih kak"
"iya"






























Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

truth or dareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang