(chapter 1) Ucapan Mbah djie dan singkong bakar

7.4K 94 9
                                    

terror dokar pocong

chapter : 1
Ds. sumber tani ,SELASA KLIWON

Kejadiannya sekitar 4 tahun lalu di sekitar tahun 2014 awal tahun dan belum ada part kejadian yang terlewat lupa sedikitpun ,iya kala itu hari selasa kliwon selasa yg bisa dibilang hari jelek alasan dari leluhur kami karena Tuhan menciptakan apa yang tidak disukaiNya di hari selasa. (adat jawa kuno)  ditambah beberapa pemuda desa masih ramai bermain gitar dan dangdutan di warung kopi tepatnya jalan di ujung desa. iya sebut saja hiburan sederhana bagi kami yang menunggu lulus sekolah untuk bekerja di tanah perantauan. krn rata rata kami tumbuh sebaya dgn selisih usia yang tidak terlalu jauh.

Desa kami lumayan terpencil sekitar 3 - 4 jam perjalanan dengan kendaraan pribadi untuk sampai ke kota besar terdekat ,biasanya masyarakat desa berbelanja ke kota setiap minggu termasuk untuk kebutuhan pangan atau pertanian seperti beras , minyak ,bahan bakar ,mie instan bibit / pupuk. Desa kami sedikit sulit untuk dijangkau sekalipun dengan kendaraan 4 x 4 (berpenggerak 4 roda) kalaupun bisa harus memutar lewat jembatan di desa tetangga dan memakan waktu lebih lama tentunya sekitar 6,5 jam maka kami harus menyimpan logistik, minyak dll. dengan baik karena kebetulan jembatan di desa kami rusak akibat banjir bandang beberapa tahun silam dan belum di revitalisasi oleh pemerintah daerah sampai cerita ini ditulis.

Sebut saja Mbah Djie beliau adalah juru kunci desa yg berusia lebih dari 100 tahun ,namanya cukup terkenal di seantero kabupaten tempat kami bahkan rumornya beberapa petinggi negara di masa lalu juga sempat sowan ke rumah beliau entah meminta restu atau do'a maupun sekedar solusi permasalahan yg berkaitan dengan negara dan beberapa hal mengenai hal spiritual. Selasa kliwon di bulan Februari 2014, setelah Ashar mbah djie berpesan kepada beberapa pemuda desa yang salah satunya kebetulan cucu beliau Adhiem, bahwa nanti malam gerimis dan disarankan tidak di luar rumah dan benar saja saya beserta teman yang lain merasakan hawa yang berbeda setelah maghrib menjelang, gerimis tidak kunjung berhenti. kami beserta teman teman kami masih di warung kopi untuk menghibur bosan dgn bermain gitar dan bercanda hal2 yang terjadi di sekolah tadi siang.

Kopi kami hampir habis dan kami mulai kehabisan ide lagu yang kami nyanyikan, Jam dinding usang yang tertempel di warung bambu tersebut sudah menunjukkan pukul 19 : 15 ,cukup sore tapi sepi di desa kami sementara gerimis pun tidak juga mereda. para orang tua kami juga sudah kembali dari sholat isya' di masjid, hawa semakin dingin dan angin semakin bertiup tidak seperti biasanya seperti membuat kami merinding tanpa tahu apa yang akan terjadi. Tapi salah satu teman kami sebut saja namanya Adhim dia salah satu cucu Mbah Djie , nyeltuk singkatnya "wah hawanya ,biasanya akan ada hal buruk terjadi biasanya kalau begini" salah satu teman kami djafar pun berkata demikian. tapi tidak dengan satu lagi teman kami Edi pahing iya dinamakan edi pahing karena lahir di hari pasaran "pahing" dlm penanggalan jawa "wah begini ini bebakaran singkong enak nih" ajak edi "lha punya siapa,ed ? apa dari kebunmu saja? wah dekat sama pemakaman itu cuk! ngeri" ,sahut djafar , "lha di ambil aja bareng bareng gitu"
jawab Edi pahing  ,"waduh ,dikira apa mau panen kalau satu kebun kita ambil semua? sekalian aja bawa truck kita bawa ke pasar",sahut saya "enggak maksudku kita berempat ini" ujar Edi pahing, "ya sudah kalau ada apa apa asal buruan lari ya! timpal si adhim" spontan kami bertiga menjawab "ahshiaap~"

Oh iya dari warung kopi pak no untuk menuju kebon Edi pahing harus menyebrangi sebuah pemakaman dan jembatan bambu ,jembatan membentang 30 meter dan dibangun atas inisiatif warga desa yg hanya bisa dilalui pejalan kaki. karung pun kami siapkan dan berbekal obor dan senter ,15 menit di tengah gerimis yang hampir mereda dipayungi daun pisang yang kami potong dari belakang warung kopi pak no ,kami berjalan kaki tidak lama kemudian kami sampai di jembatan kami berhenti sejenak karena Edi Pahing selaku di depan tetiba diam. Dan seperti menahan langkahnya seolah olah sedang terjadi sesuatu di depan ,Djafar ,saya dan Adhim di belakang pun menghentikan langkah seraya melongok ke depan dan bertanya tanya apa yg membuat Edi pahing menahan langkahnya. "Ssstt!" tetiba Edi Pahing memperingatkan kami agar tidak berisik karena penasaran dengan apa yang terjadi , " eh,kenapa ed? ngapain kamu tetiba diam saja?"
tanya Djafar lirih ,"Ndak papa sih ,perutku sakit pengen kentut nih" jawab Edi pahing dan bersamaan seperti paduan suara kami langsung  "danc*k kamu ed tak kira apa ,aku udah panik setengah penasaran lho" ,Hahahah! ,tawa Edy Pahing berhasil mengerjai sekawanan dan memecah keheningan di pinggir sungai tersebut. Tanpa kami sadari disinilah terror dimulai ,iya hal yang tidak terbesit setelah candaan kami yg memecah keheningan malam itu

TEROR DOKAR POCONG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang