Langit pagi sejak tadi terselimuti awan hitam. Sejumlah petir perkasa menunjukkan sepercik cahaya di utara, mengarungi gelap gulita yang berkelana. Lampu temaram terpajang di dinding sedikit menerangi kamar Ghea, mendukung ketidaktenangan batinnya.
Ghea, Remaja berambut sepinggang bergelombang seperti ombak di samudera dan berkulit putih bak nona Mona Lisa. Hanya sebuah tatapan kosong yang menyambut paginya. Menunggu awan membendung kembali rintik air yang menyapu hamparan air dan tanah.
Pagi ini adalah pagi yang membuat Ghea terus gelisah tentang mimpi tadi malam.
"Raffa! Mengapa sekujur tubuhmu bersimbah darah dan wajahmu tampak mengerikan?!" Ghea berjalan mundur ketakutan. Sebuah penampakan paling mengerikan yang pernah Ghea lihat selama ini.
"Apa yang terjadi padamu?!" lanjut Ghea.
Tampak sederet gigi menyeringai kepada Ghea, "Aku dulunya adalah anak indigo saat berumur 13 tahun. Itu semua berawal ketika aku bertemu dengan seorang nenek-nenek yang aneh. Dan tiba-tiba saja aku bisa melihat 'mereka'. Semua makhluk mengerikan mulai mendekatiku dan meminta bantuan kepadaku. Pada saat itu aku menyetujui pertemananku dengan seorang hantu yang terlihat baik. Namun dia telah mengkhianatiku! Hingga akhirnya aku mati dalam keadaan yang mengenaskan. Dia meninggalkanku dengan tusukan disekujur tubuhku!"
Emosi Raffa terus bergejolak mengingat peristiwa yang sangat membuatnya menderita dan merasa terkhianati itu.
Ghea tak bisa berkata-kata. Kakinya terus saja mundur karena Raffa bercerita dengan posisi langkahnya yang ingin menyamakan langkah Ghea. Membuat Ghea terpeleset dan terjatuh kedalam jurang tandus."ARRGHH!" air muka Ghea terus berubah-ubah seiring ingatannya tertuju pada mimpi tadi malam yang terkesan sangat nyata.
Hatinya terus saja gelisah memikirkan keberadaan Raffa yang mungkin saja sedang berada disekitarnya. Ghea masih saja bergulat dengan pikirannya dan mencoba untuk menepis pikiran negatif itu. Mengingat dirinya bukanlah anak indigo membuatnya sedikit bernafas lega.
"Ghea.. sarapannya sudah siap, Nak. Ayo cepat turun! Nanti keburu telat lo."
Terdengar dari dapur suara gaduh peralatan masak milik neneknya. Suara Halimah membuyarkan lamunannya membuat dirinya bergegas ke meja makan.Di atas sebuah meja kayu berhiaskan ornamen tradisional tersaji masakan sederhana bercita rasa ala-ala nenek Halimah, seseorang wanita yang berusia setengah abad lebih.
Tak ada kehangatan di tengah dingin dan gaduhnya gemercik air hujan selain senyum tulus dari Halimah. Hujan pagi ini memakan waktu. Gelapnya langit bergemuruh tergantikan dengan sinar yang muncul diantara gunung-gunung yang membentang.
"Nek, Ghea berangkat ke sekolah dulu, ya" Sembari menggenggam lembut tangan berkerut milik nenek yang sangat meyayangi Ghea, mengarahkannya di antara hidung dan mulutnya.
"Iya, Nak.. hati-hati, ya.. jangan lupa payungnya di bawa." Pernyataan halimah dijawab dengan anggukan kecil tanda bahwa Ghea mengerti.
Gadis berpakaian seragam biru putih sedikit acak-acakan itu bergegas menuju ke sekolah. Burung-burung pagi berkicau dan melebarkan sayapnya di bawah awan hujan. Membagi kebahagiaan pagi hari dengan para makhluk penghuni bumi. Pagi Ghea diawali dengan peristiwa yang tidak terlalu buruk menurutnya, wajahnya masih saja ceria.
Kompleks perumahannya kini ramai. Tak seramai bila hari libur."Oh iya, aduhh! Lupa bawa jam tangan lagi. Bodo amatlah!"
Bruk!
Dirinya menabrak pundak nenek-nenek dengan muka tertutup selendang. Tapi tangannya malah tercengkeram kuat oleh tangan nenek itu.
"A-ada apa nek?" Tubuh Ghea setengah bergetar. Dia jarang berinteraksi dengan orang yang tidak dikenalinya.
"Kamu baru saja menjalani kehidupan yang berbeda!" bisiknya.
Tiba-tiba ada seekor kucing melompat dari tembok rumah tetangganya dan berakhir jatuh ke tong sampah. Membuat perhatiannya teralihkan. Sadar jika sedang diajak bicara dengan seorang nenek, Ghea refleks menoleh ke arah nenek itu kembali. Tetapi nihil. Nenek itu meghilang! Tangannya sudah terasa longgar, senang dapat terhindar dari cengkeraman tangan nenek yang tidak dikenalinya itu.
Ghea membuang nafas sejenak. Ini aneh. Pikirnya, seperti pernah mendengar nenek yang sama dalam suatu cerita. Dia berharap kejadian yang baru saja terjadi hanya sebuah halusinasinya karena semalam dirinya memanglah kurang tidur.
Dilanjutkannya menyusuri jalan yang berangsur ramai. Ia perhatikan sebentar kucing yang baru saja masuk kedalam tong sampah dan menyunggingkan sedikit senyuman.
"Dasar kucing, bisa-bisanya sih kamu membangun imajinasiku saja!" Ghea sunguh geram dengan kucing kampung itu hingga ia gemas dan menoel-noel tubuh kucing kecil itu.
Orang yang berlalu lalang turut menyapanya. Ghea membalas sapaan itu dengan seperlunya. Langkahnya berhenti mendadak. Alisnya bertaut. Orang-orang yang sedari tadi berlalu lalang dan menyapanya terlihat sungguh aneh.
Apakah hari ini hari Halloween hingga orang-orang yang berlalu lalang menggunakan kostum mengerikan?
Tak lama kemudian ia terus melanjutkan kegiatan berjalannya. Dalam pikirannya hanya ada satu tujuan yaitu melihat halaman depan sekolahnya, secepat cepatnya.
Sekolahnya masih sepi. Apakah dirinya berangkat terlalu pagi? Membuatnya sedikit berdecih karena terlalu tergesa-gesa tadi.
"Duh.. kenapa tadi pagi gue nggak molor-molorin aja ya, biar mepet waktu bel nanti."
"Eh.. kan hari selasa gue ada jadwal piket. Untung juga gue dateng pagi-pagi. Entar setelah piket langsung nyalin pr PPKn aja dari Lita."
Air mukanya yang muram langsung berubah menjadi ceria. Langkah kakinya ia tapakkan lebar-lebar menuju kelasnya. Menimbulkan suara decitan dari sepatunya.
"Gila! ini kelas apa kapal pecah sih! Nggak ada bedanya. Mana sapunya pada ilang lagi. Nanti aja lah gue tunggu yang lainnya kalau udah pada datang."
Ghea membenamkan wajahnya di atas meja sebentar. Mengingat mimpi tadi malam mencegahnya untuk melanjutkan tidurnya. Tetapi suara ketukan pintu membuat dirinya sedikit terkejut.
"Loh, neng Ghea kok masuk sekolah, Neng? Kan hari ini libur" tanya Pak Tejo, satpam sekolah Ghea.
"Loh,pak, ini kan hari selasa. Bapak jangan bercanda deh."
Ghea buru-buru meraih Handphonenya dan melihat tanggal pada kalender di hpnya. Matanya membulat sempurna.
"Hari ini tanggal merah, Neng" Ghea luar biasa terkejut. Ia mencoba berfilosofi dengan kejadian di sepanjang jalan hingga saat ini. Jika hari ini libur, bukankah seharusnya jalanan kompleksnya sepi? Ia baru saja menerjemahkan kata-kata nenek yang tadi pagi ia tabrak. Bukankah itu nenek-nenek yang diceritakan Raffa di mimpinya? Apakah yang sedari tadi yang aku sapa bukan manusia?!
"TIDAK MUNGKIN!" Ini benar-benar gila menurutnya!
"Neng, ada apa?!"
Ghea tidak terima dengan takdir yang diberikan kepadanya. Ia keluar kelas dan lari menuju jalan raya dengan tergesa-gesa tanpa mempedulikan sekitar. Tubuhnya menabrak angin di sepanjang jalan. Nafasnya terengah-engah. Sekujur tubuhnya mulai lemas.
BRAK!
Tabrakan dari sebuah mobil sedan melumpuhkan tubuh Ghea yang tergeletak ditengah jalanan yang sepi. sekujur tubuhnya bersimbah darah.
Pengemudi mobil tersebut keluar. Membelalakkan matanya sebentar dan segera melarikannya ke rumah sakit setempat. Tetapi di perjalanan nyawanya sudah tak tertolong. Hanya tinggal selimut kafan yang perlu membalut tubuh Ghea.
Tangis Halimah pecah seketika setelah mendapat kabar dari tetangga-tetangganya. Pengemudi yang menabrak Ghea untungnya mau bertanggung jawab atas kematian Ghea.
Setelah kejadian tersebut, keluarga Ghea menetap dan tinggal bersama Halimah. Setidaknya dapat melerai ingatan Halimah dari kejadian yang dapat membuatnya terlarut dalam kesedihan.
Hai para readers! Kenalin gue Salma :) Ini cerpen pertama yang gue buat, nih. Semoga kalian suka🤗 jangan lupa vomment Okee..
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTERIOUS DREAM
Short StoryMimpi yang tak pernah diduga dan terkesan sangat nyata. Ini adalah mimpi terburuk Ghea yang pernah ada!