Reza 19 tahun. Akbar 17 tahun.
“Ada apa sih rame-rame di depan gerbang?” Tanya Akbar.
“Tau tuh, ngalangin jalan aja sih.” Sahut Calvin.
Mereka menerobos kerumunan anak-anak berseragam putih abu-abu untuk keluar gerbang. Bisa dilihat penyebab kerumunan itu berdiri tidak jauh dari gerbang.
“Siapa tuh?” Calvin bersuara.
Akbar merutuk dalam hati. Kenapa pula itu orang harus kemari sekarang. Ia buru-buru pamit pada Calvin, lalu menghampiri sosok yang menjadi objek perhatian.
Akbar kemudian melayangkan tangannya, memukul pundak orang itu dengan kencang. Bisa Ia dengar suara bisik-bisik dari belakangnya.
“Sakit Sayang,” Ringisnya.
“Kamu ngapain sih kesini?”
“Jemput kamu.”
“Biasanya jemput dimana?! Lupa apa pura-pura lupa?!”
Orang itu hanya tertawa, raut marah Akbar malah terlihat lucu olehnya.
“Gausah ketawa Reza!”
Reza memberhentikan tawanya. Lalu berdeham sejenak. “Ayo pulang,” Tangan Reza menyerahkan helm pada Akbar. Lalu menyalakan motor sportnya.
“Udah?”
Akbar mengangguk. Melingkarkan lengannya pada perut Reza, mengabaikan puluhan pasang mata yang menatapnya.
*****
Reza tidak langsung membawa Akbar pulang. Melainkan mampir ke sebuah cafe kecil tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama.
“Ngapain kesini sih? Aku bisa dimarahin Abi kalau pulang sore.” Rengek Akbar.
“Aku udah ijin Om Ihsan. Temenin aku ngerjain tugas kuliah.”
“Yaudah yang cepet tapi.”
Sedetik kemudian Reza tenggelam dalam laptopnya. Meninggalkan Akbar dengan sepiring kentang goreng dan milkshake vanilla.
“Bar, mau dong.” Ujar Reza. Akbar mengulurkan satu kentang goreng ke mulut Reza.
Asyik dengan pekerjaannya, Reza baru sadar jam sudah menyentuh angka 6 sore. Ia buru-buru mematikan laptopnya dan mengajak Akbar pulang.
“Pulang yuk. Mau mampir kemana lagi?”
“Beliin McD dulu.” Pinta Akbar.
Reza mengangguk. Melajukan motornya ke restoran cepat saji kesukaan semua orang itu.
*****
“Besok-besok kalau mau jemput di tempat biasa aja. Gausah di depan sekolah.”
“Kenapa?”
Akbar tidak menjawab. Lebih memilih membuang arah pandangannya.
“Oh kamu takut aku di kerumunin kayak tadi? Cemburu ya?” Goda Reza.
Akbar memukul lengan Reza kuat. “Enggak!”
“Aduh sayang, dipukulin mulu sih aku nya. Mbok di sayang ngono loh.” Ringis Reza. Pukulan Akbar ga main-main soalnya.
“Sana pulang!”
Tangan Reza mencubit pipi Akbar gemas. “Lucu banget sih embul aku kalo cemburu.”
“Jaa, cakittt~” Rengek Akbar.
“Iya iya, aku pamit Om Ihsan sama Om Bayu dulu. Mau laporan kalau anaknya udah aku pulangin.”