[ 8 ]

250 36 12
                                    

Sudut senyum Xida terbentuk samar, begitu maniknya mendapati Tianze berjalan melewati kelasnya dengan pandangan yang lagi - lagi tertujuh kelantai.

"Kau suka padanya?" ucap Chengxin tiba - tiba. Xida refleks menoleh kesumber suara.

Yang lebih tinggi menggeleng pelan. "Tidak," ujarnya namun berbanding terbalik dengan senyum lelaki itu yang semakin mekar.

"Lalu kenapa kau selalu memperhatikannya?" tanya Chengxin dengan tatapan penuh selidik.

"Aku tidak memperhatikan-" Xida berucap namun dengan cepat Chengxin memotongnya.

"Ya, kau memperhatikanya," decak lelaki manis itu.

Menyilankan kedua tanganya di depan dada. "Sudah sangat sering aku mendapati mu. Jadi mengaku saja, rahasia mu aman pada ku," lanjutnya lalu terkekeh menang.

Xida hanya mengeleng singkat. "Terserah, lakukan sesuka mu," ucapnya sembari memasukan asal buku miliknya kedalam laci mejanya.

"Oh iya, Xida maaf aku tak bisa ke kantin bersama mu. Aku ada janji dengan Wenjia," ucapnya, tersenyum kecil.

Jelas Xida tahu ada yang sesuatu antara kedua sahabatnya itu, terbuktinya setiap kali Chengxin berucap nama Wenjia. Lelaki manis itu tanpa sadar tersenyum kecil.

Xida kembali menjatuhkan perhatianya, tersenyum menatap Chengxin dengan salah satu tangan yang menopang dagunya. "Kencan lagi?" tebaknya.

"T-tidak," timpah Chengxin. Mengeleng cepat, panik.

"A-apa yang kau katakan." Terkekeh gugup, sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ck, mengaku saja. Kau tahu aku tak bodoh," ujar Xida sembari bernjak dari duduknya. "Rahasia mu aman bersama ku."

"Baiklah aku pergi duluh. Dan selamat nikmati kencan kalian," timpahnya lagi menepuk pendak Chengxin, sebelum benar - benar meninggalkan kelas.

"Xida, Xida, Yak Chen Xida."




Bukanya ke kantin, Xida malah melangkah kearah sebaliknya. Tepatnya berjalan ke arah yang dilewati Tianze tadi. Walau pun dia tak yakin dapat menemui Tianze itu disana.

Xida menghentikan langkahnya sejenak menatap pintu rooftop yang tak tertutup rapat.

Tanpa sadar sudut senyumnya kembali terbentuk samar. Digerakan lengannya mendorong pintu itu pelan.

Seketika maniknya terpaku, mentap lelaki manis yang sedang sibuk berdecak kesal entak karna apa, setengah memunggunginya.

Dengan wajah yang diketuk dan bibir yang dikerucutkan lucu. Tianze berulang kali berdecak kesal. Belum lagi dengan kakinya yang disentak - sentak kecil, membuatnya terlihat dua kali lebih menggemaskan.

"Kau sangat bodoh Tianze kenapa kau tak-"

"Kau sangat mengemaskan," potong Xida tiba - tiba. Tak bisa menahan tawahnya lebih lama lagi.

Tianze sedikit membulatkan maniknya terkejut. "S-sejak kapan kau di s-situ?" ucapnya gugup.

Yang lebih tinggi melangkah santai, menghampiri lelaki manis itu. "Sejak kau mulai mengoceh tak jelas,"jelasnya. Tianze semakin menunduk membunyikanya wajahnya, malu.

"Ternyata kau disini," ucap Xida setelah tawahnya berhenti. "Padahal sejak tadi aku menunggu mu di kantin." Bohongnya padahal sejak tadi jelas - jelas dia mengikuti Tianze, hingga berkhir disini.

Tianze melirik singkat. "Menunggu ku?" tanyanya bingung. Xida berdehem singkat, mengiyakan.

"Sudah ku katakan kita akan makan bersama bukan," ujarnya, tersenyum samar.

Lelaki bermanik bulan disebelanya terdiam beberapa saat, sebelum kembali berucap, "Untuk hari itu, terima kasih." Yang lebih tinggi menukuk alisnya, heran.

"Payung," lanjut Tianze, mengerti. Dan lagi, Xida mengguk pelan.

"Kenapa setiap kali aku bertemu dengan ku, kau selalu mengucap kata terimah kasih?" tanyanyaa heran.

Kerna benar saja Tianze selalu berkata demikian padanya, begitu juga hari ini.

"Tak bisa kah kau menyapa ku, sekedar menyucap Hi atau Selamat Pagi, misalnya." Xida kembali tersenyum ramah.

Tianze hanya terdiam, entah mengapa berlama - lama nematap lelaki jangkung disampingnya itu membuatnya gugup.

"Oh iya kita belum kita belum berkenalan secara resmi," timpah Xida lagi. "Siapa nama mu? Aku-"

"Xida, Chen Xida," potong Tianze pelan.

"Hmm. Dan kau Tianze, Li Tianze. Benarkan?" Tanpa sadar Tainze tersenyum samar, sengat samar hingga hampir tak terlihat.

"Kau sudah tahu lalu kenapa bertanya," ujar yang lebih manis.

Sepertinya Xida termaksud tipikal lelaki yang cukup banyak bicara tapi entah mengapa Tianze tak merasa terganggu denganya.

"Entahlah. Sekedar bentuk formalitas saja, mungkin." jelas Xida tak begitu yakin.

Tbc.



Happy Tianze Day!^^

Hari ini didi kesayangan aku B.Day 15th 🎉

Semoga panjang umur, sehat selalu, mekin sayang ama keluaga terlebih ama aku

/ditimpuk Wenjia 😤/
/oh iya bae (wenjia) kamu jg abis B.Day kan HBD😘/

Back to Tianze, semoga segala keinginanya yg belum terpenuhi segerah terpenuhi. Aminnn

Semoga makin cantik... tingginya di kurangin kalo bisa, kasihan yg lain keliatan gak nambah tinggi apa lg Ziyi
/hehe damai beb ✌🏻😅/

Sorry aku telat up.... nulisnya baru siang ini sih makanya sekarang baru aku bisa up :)) /direvisi duluh sorenya/ gimana udah panjangkan walaupun gak panjang2 amat wkwkw

Last, votmenya guys^^

Who You || CXD x LTZ [Slow]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang