Bab. 5

5K 494 16
                                    

Anne tidak pernah tidur nyenyak sejak tinggal di istana. Sang Duke dan adiknya adalah masalah yang harus dihadapi setiap hari. Dream catcher yang tergantung di bingkai jendela kamarnya tidak berfungsi dengan baik, mimpi buruk kerap mendatanginya hampir setiap malam. Untung saja kamarnya dan Sang Duke berdekatan sehingga Albert tidak berani mendatangi kamarnya.

Malam semakin larut, ia tetap tidak bisa terlelap. Memutuskan untuk tetap terjaga, Anne mengambil salah satu buku di laci nakas lalu duduk di kursi. Dibawah penerangan lampu tidur, Anne menghabiskan sepanjang malam membaca buku hingga beberapa. Saat fajar menjelang, di kamar sebelah suara pintu kamar Sang Duke dibuka. Anne berhenti membaca ketika mendengar suara samar Duke Morrison dan seorang wanita. Ia terdiam beberapa detik kemudian memutuskan mendekati pintu penghubung agar bisa mendengar lebih jelas.

Wanita itu bercekikikan dan suara tawa Duke Morrison diantaranya. Suara tawa yang telah memikat hatinya dulu, namun setelah semua yang terlewati diantara mereka, nada riang dan senyum di mata Sang Duke perlahan hilang. Tubuh Anne merosot hingga terduduk di atas karpet, kepalanya bersandar pada dinding. Air matanya mengering, tinggal kekecewaan yang harus ditanggungnya setiap kali menerima kenyataan bahwa Sang Duke tidak sebaik yang ia kira.

Suara di kamar sebelah mendadak sunyi, berganti suara erangan pria dan wanita yang memadu kasih. Air mata Anne jatuh sendiri, ia mengigit bibir hingga berdarah mencegah suara isakannya terdengar sampai ke kamar Sang Duke. Tidak tahan berpura-pura menjadi patung dan tidak mendengar apapun, Anne berlari keluar kamar dan mengurung diri di perpustakaan. Menyedihkan, ia adalah istri yang menyedihkan. Ia menangis sejadinya hingga lelah dan tertidur.

******************

Albert tidak menemui Anne di ruang makan sehingga ia penasaran dan mencari gadis itu hingga ke kamar, namun kamar itu kosong dan tempat tidurnya telah rapi. Kemana Anne pergi sepagi ini? Albert khawatir kejadian kemarin mempengaruhi Anne sehingga pergi melarikan diri keluar istana. Mengetahui tempat kesukaan gadis itu, Albert pergi ke perpustakaan dan tidak menemukan siapapun. Albert masih penasaran, ia memutari lorong perpustakaan dan memeriksa satu persatu. Ia tersentak melihat sosok perempuan terkapar di atas ubin kayu pada sisi tergelap lorong. Albert meloncat secepat mungkin memastikan siapa yang berada di sana.

Anne! "Demi Tuhan."

Albert duduk bersimpuh memangku tubuh mungil gadis itu dan memeriksa denyut nadi tangannya. Detak nadi Anne lemah, permukaan kulitnya dingin dari ke pipi hingga kaki. "Anastacia...." Albert berbisik lembut. Belum pernah dalam hidupnya Albert seputus asa ini, berharap gadis yang amat dicintainya akan membuka mata, ia merindukan binar ceria di mata Anne setiap kali mereka bertengkar.

Gadis di pangkuannya mulai berteriak, tangan nya terangkat memukul udara, sedangkan kedua matanya masih terpejam. Anne bermimpi buruk.  "Pergi, jangan bunuh aku."

Anne sangat menderita, Albert melihat lingkar hitam di mata Anne yang bengkak dan jejak air mata di pipi gadis itu. Apa dia menangis semalaman disini? Albert juga mendengar kedatangan William dan wanita simpanannya, mungkinkah hal itu yang membuat Anne menjadi seperti ini?

Albert memeluknya ketika jeritan Anne kembali keluar. Anne membuka mata dan wajahnya berada di dada Albert, pria itu tetap memeluknya meskipun mengetahui dirinya telah sadar. Berada di hadapan orang lain, Anne selalu menyembunyikan kelemahannya selama ini.

"Apa mimpimu selalu seperti ini?" Albert berbisik lembut di kepalanya.

Anne mengangguk pelan. "Waktu kecil aku sering bermimpi buruk, tapi sudah lama sekali tidak. Akhir-akhir ini mimpi itu datang lagi."

"Mimpi buruk adalah ketakutan yang dirasakan hingga terbawa ke alam bawah sadar. Apa yang menjadi ketakutanmu? Biarkan aku melindungimu, Anne."

sejenak Anne berharap Albert adalah Sang Duke yang ia nikahi. "Aku juga tidak tahu. Terjadi begitu saja, tidak ada yang tahu tentang ini. Tapi monster yang datang di mimpiku selalu sama."

Albert memisahkan diri, mereka saling menatap. Anne baru menyadari bahwa ia berada di pangkuan Albert dan sontak menjauh. Anne berdiri sempoyongan, Albert menangkap pinggannya lagi agar tidak jatuh. Raut wajah Albert marah atas tingkah keras kepalanya.

"Jangan bangun dulu, kau baru sadar dari pinsan."

Anne menjauhkan lengan Albert yang merangkulnya. "Siapa yang pinsan? Aku hanya ketiduran." Anne berjalan menjauhi pria itu. "Jam berapa ini? Perutku sangat lapar."

Anne berjalan menuju pintu keluar, Albert berjalan di samppingnya, meraih pinggangnya lagi. "Lepaskan kubilang."

"Jangan membantah, Anne." Cara Albert memberi perintah jauh lebih kuat dari Sang Duke, di bawah tatapan Albert yang khas penguasa Aristokrat Anne tidak mampu bergerak dan hanya bisa patuh.

Anne menggigit lidah. Dasar kurang ajar, bajingan mesum. Albert meremas bokongnya sekali lewat. Dengan Duke Morrison ia bahkan berani melawan dan menolak, entah mengapa ia menjadi lemah di hadapan pria ini.

"Gosip sialan! Mereka mengatakan adik Sang Duke adalah seorang alim dan beradab. Tunggu saja sampai aku membeberkan kebenaran pada mereka tentang siapa kau sebenarnya." Seru Anne kesal. "Dasar bajingan mesum."

Pria itu hanya terkekeh, tidak terganggu dengan ancamannya. Sir Albert malah menarik Anne lebih dekat. "Tidak ada yang akan percaya padamu, reputasi itu sudah diciptakan sejak aku lahir. Mulanya memang aku sangat benci wanita, salahmu yang membuat aku seperti ini. Bajingan mesum." Albert tertawa lagi. "Percayalah, aku hanya mesum pada satu perempuan saja. Hanya kau."

"Jangan membantah, ikuti saja langkahku. Aku akan membuatkan sarapan yang lezat, kau tidak tahu kan kalau aku juga juru masak yang hebat."

Meskipun sangat menyebalkan, Albert adalah pria yang baik. Anne bahkan melupakan kejadian semalam dengan menghabiskan waktu seharian bersama Sir Albert.

************************

to be continue




One Sided Love ( The Duke and I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang