Dendam Pernikahan 9

23K 1.2K 37
                                    

Dendam_Pernikahan
Part. 9

💔💔💔

Aira merintih bersama lirih beristighfar menenangkan hati. Mengetahui sang suami masih menyimpan rasa pada wanita lain, bagai tertikam hujaman luka berulang-ulang di relung hati terdalam. Hancur berkeping, saat cinta berbalas kenyataan yang menyakitkan.

Pengakuan Daffa saat mengungkapkan kebenaran tentang hati yang masih terjebak dalam kubangan masa lalu, seakan tiada sedikit rasa bersalah atau peduli tentang hatinya yang telah ia pasrahkan sepenuhnya, hancur berkeping, berserakan tak beraturan.

Seindah apa ciptaan Tuhan yang begitu ia puja? Sehingga begitu sulit melepaskan dan menggantikan dirinya yang telah sah menjadi istrinya secara agama juga negara. Kalah cantikkah? Atau tak segemulai tubuh wanita masa lalu itu?

Hanya Daffa yang tahu perihal hati dan rasa itu.

“Pernikahanmu baru hitungan minggu, Ra. Bersabarlah. Jangan gegabah mengambil keputusan di kala hati sedang dalam keadaan bimbang.” Fida menepuk pelan lengan Aira yang bersandar di bahunya sedang menangis, mengadu segala resah di hati.

“Untuk apa lagi bertahan jika di hati suami tidak pernah ada cinta untuk istrinya sendiri, Teh? Hanya akan bertahan dalam kubangan lara menyedihkan. Selama pernikahan akan menderita.” Aira masih terisak. Selepas Daffa pergi keluar begitu saja, tanpa pamit Aira pun segera pergi ke rumah Fida, menceritakan segalanya yang telah terjadi.

“Bukan tidak ada cinta, Aira … tapi belum ada. Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia. Jadi, kepada Allah kamu harus meminta.”

Aira melepas pelukan dan menatap sendu Fida. “Apakah mungkin Bang Daffa bisa cinta dengan Aira?”

Fida menangkup wajah Aira, dan tersenyum hangat. “Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Sayang. Selagi Allah berkehendak, maka semua akan terjadi dengan mudahnya. Tugasmu sekarang hanya bersabar dan terus berdoa. Minta kepada Allah agar membuka hati Daffa untukmu.”

Aira mengangguk bersama setetes air yang jatuh dari matanya. Mencoba tersenyum dan kembali memeluk Fida. Tempat ternyaman setelah kepergian ibunya.

“Bertahanlah, Aira. Jangan menyerah dan mudah putus asa dengan ujian yang Allah berikan. Percayalah, di balik segala yang kamu alami sekarang, suatu saat akan berubah menjadi manis jika kamu mampu bersabar.” Fida mengelus punggung Aira, menenangkan.

“Permisi, Non.” Sekar datang membawa dua gelas es sirup, tersenyum sopan lalu meletakkan ke meja ruang tamu.

“Makasih, Mbak,” ucap Aira sambil mengusap sisa air mata di pipi.

“Sama-sama. Saya permisi ke belakang dulu.” Sekar mengangguk dan pergi, kembali ke dapur.

“Kamu tahu Sekar, Ra?” tanya Fida tiba-tiba.

“Kenapa, Teh?”

“Sekar itu, salah satu wanita yang begitu tangguh. Di usianya yang baru 25 tahun, ia sudah menjadi janda dengan satu anak yang masih tiga tahun. Suaminya sama sekali tidak bertanggung jawab, pemabuk dan suka berjudi, juga kerap melakukan kekerasan. Teteh lihat sendiri ada bekas luka di punggungnya akibat pukulan benda keras.”

“Separah itu, Teh?” sela Aira dan mulai merasa iba.

Fida mengangguk. “Dan sekarang, dia harus meninggalkan anak demi mencari nafkah. Setelah bercerai setahun lalu, suaminya sudah menikah lagi dan sama sekali tidak peduli dengan anaknya.”

“Anaknya tinggal dengan siapa?”

“Anaknya dititipkan di rumah Simbah katanya. Tidak ada cara lain, selain rela meninggalkan anak demi mencukupi kebutuhan.”

Dendam Pernikahan (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang