27 Days Before.

2.7K 321 6
                                    

Funtastic World.

Ya, aku pergi ke tempat yang penuh dengan wahana permainan ini. Aku tau aku kekanak-kanakan. Tapi, ini seru kok!

Aku pergi kesini bersama Niall. Beberapa hari yang lalu, aku memang sangat tidak bersemangat. Tapi setelah berpikir, untuk apa aku seperti itu.. Akupun kembali seperti biasa lagi.

Tadinya Niall sangat menolak ajakanku ini dengan alasan kondisi tubuhku. Tapi, aku terus-menerus memohon, sampai-sampai hatinya pun luluh.

"Ni, kira-kira kita naik wahana apa dulu?" Ujarku bersemangat. Tanganku bergandengan dengan Niall.

"Mm, terserah kau saja"

Aku pun memperhatikan wahana-wahana yang ada disekelilingku sekilas, namun, pandanganku terhenti pada permainan 'rollercoaster', "Ni, aku mau main itu!" Kataku, sambil menunjuk wahana tersebut.

Niall melongo tak percaya, "Tapi kondisimu---"

"Oh, c'mon Niall. Aku memang penderita kanker, tapi bukan berarti aku harus berdiam diri atau menaiki wahana-wahana payah, kan? Aku janji, sekali saja.."

"Hanya sekali"

Aku pun mengangguk bersemangat dan menggandeng tangan Niall untuk berlari menuju wahana tersebut. Kebetulan hari sudah sore, jadi antrian tidak panjang.

"Diana, kau yakin mau main ini?" Ujarnya, ketika kami sampai diantrian wahana rollercoaster. Aku mengangguk mantap, "Of course"

"Bisa lihat tiketnya?" Tanya pegawai yang bekerja untuk wahana tersebut. Niall mengeluarkan 2 tiket dari saku jeans nya dan menyerahkannya kepada pegawai tersebut.

"Silahkan masuk"

Kami mencari tempat duduk diwahana yang memacu adrenalin ini, "Duduk dipaling depan, yuk Ni? Pasti lebih asyik"

Niall menggeleng, "NO WAY!"

Aku memasang puppy face andalanku, Niall menghembuskan nafas panjangnya, "Okay whatevs"

Kami pun duduk dipaling depan dan memasang sabuk pengamannya.

Niall menoleh kearahku, "Kutanya sekali lagi... Kau yakin mau main ini, Di? Kalau kau masih tidak yakin, bisa kita batalkan kok mumpung rollercoaster-nya belum jalan"

"Kata siapa aku tidak yakin? Aku yakin seratus persen kok!" Ucapku. Niall hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkahku ini.

Tak lama, rollercoasterpun mulai berjalan.

***

Aku dan Niall keluar dari wahana dengan napas yang tersengal-sengal.

"For god sake, aku tidak akan pernah main wahana itu lagi, Diana" Ujar Niall. Aku hanya tertawa kecil, "Payah sekali. Padahal aku saja masih mau lagi"

"Eitss, tadi kau janji hanya sekali kan?"

"Iya, iya"

Niall tersenyum penuh kemenangan, "Lapar, nona manis?"

"Hmm.. Lumayan"

Ia menunjuk kearah sebuah stand hotdog, "Mau hotdog?"

Aku mengangguk.

Kamipun berjalan kearah stand tersebut dan memesan 2 hotdog. Aku dan Niall duduk dikursi yang letaknya tidak jauh dari stand itu.

Tak lama, pesanan yang ditunggu-tunggu pun datang. Kami melahapnya dengan cepat.

"Uhmm.. Enwak ya di? Akwu sukwa inwi.." Komentar Niall, yang lagi-lagi mulutnya penuh makanan.

"Ni.. Itu men-ji-ji-kan!"

"Nyamnyamnyam"

Hotdog yang kami lahap pun telah habis. Aku dan Niall hanya duduk dalam keheningan. Aku menatapnya, "Habis ini main apa lagi?"

"Kau masih ingin main? Tapi ini kan sudah hampir malam---"

Aku memotong omongannya dengan cepat, "hey! Kita bahkan baru bermain satu wahana!"

Niall memutar kedua bola matanya, "Okay fine-fine"

"Bianglala! Ayo kita naik bianglala!"

***

Niall POV

Saat ini aku dan Diana sedang menaiki wahana bianglala. Hari sudah hampir malam, tapi gadis yang satu ini masih keras kepala ingin dituruti permintaannya.

"Ni.."

Aku menoleh, "Ya?"

"Jika kau sedang ada waktu luang, maukah kau membuatkan lagu khusus untukku?"

Aku tersenyum, "Tentu saja" aku terdiam sebentar, "Tapi apa judul lagunya?"

"Terserah kau saja"

"My Love?" Usulku.

"Sudah terlalu pasaran"

"My Girl?" Usulku lagi.

Ia menggeleng cepat, "Terdengar menjijikan"

"Diana!" Aku terdengar puas dengan usulku kali ini.

"Apa kau panggil-panggil?" Jawabnya. Aku terkekeh, "Aku bukan memanggilmu, sayang. Tapi, aku ingin judul lagunya nanti 'Diana'"

"Kau yakin?" Tanyanya. Aku mengernyitkan dahiku, "Kenapa memangnya?"

"Namaku kan jelek, Ni.."

"Ssh.." Aku meletakkan jari telunjukku kebibirnya, "Jangan pernah bicara seperti itu, Diana Aleeca Tisdale"

Ia mengangguk, "Ni, kau masih ingat film The Fault In Our Stars, kan?"

"Tentu saja aku masih ingat" jawabku singkat.

"Kau ingat bagian ketika Augustus Waters menulis surat terakhirnya untuk Hazel Grace?"

Aku mengangguk.

"Mungkin---aku akan melakukan hal yang sama ketika aku mau meninggal nanti"

"Di, jangan bicara seperti itu---"

Ia memotong omonganku, "Sekeras apapun kau melarangku untuk membicarakan hal itu, aku akan tetap membicarakannya, Niall James Horan. Kau tau kan? Kematianku sudah semakin dekat, Ni. Aku mau mempersiapkan itu semua."

Aku menghela nafas panjang, "Sudah ku bilang berapa kali, Diana? Penyakit separah apapun, pasti ada kemungkinan untuk sembuh, Di. Tuhan yang mengatur semuanya, sedangkan kita hanya harus berusaha dan berdoa."

"Tapi aku selalu berusaha dan berdoa untuk sembuh, Ni. Aku selalu rajin kemoterapi, minum obat.. Apa hasilnya? Dokter James bilang kondisiku kian memburuk. Lalu, apa gunanya usaha-usahaku itu, Ni? Tuhan memang tidak adil!"

"Usaha itu tidak ada yang sia-sia, Diana. Lagipula, tuhan menyayangimu, kok" Ujarku, sambil mengusap puncak kepalanya.

Diana mendengus, "Menyayangi katamu? Dengan memberiku penyakit ganas yang hampir menggerogoti seluruh organ tubuhku? Iya?"

"Tentu saja. Tuhan begitu memperhatikanmu, dan mencoba sejauh apa kekuatanmu untuk melalui cobaan-cobaannya."

"Begitu ya, Ni?"

"Yap"

Diana tersenyum dan mengangguk. Melihat senyumannya aku juga jadi ikut tersenyum.

"The first reason why i love you... Your smile"

Entah setan mana yang merasukki tubuhku, aku mengucapkan kata-kata itu. Kata-kata itu keluar begitu saja.

Dia terkekeh kecil dan menjawab, "And the first reason why i love you is... Your voice"

Aku membekapnya ke pelukanku, "Love you, Di"

Ya tuhan, aku sangat mencintai gadis ini... Jangan biarkan ia meninggalkanku...

***

My Diana ➳ Niall HoranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang