_T_H_E_[×]_R_E_G_A_L_I_E_R_S_
Dahulu, langit dipenuhi oleh keinginan manusia yang tiada hentinya. Bahkan, demi memenuhi hal tersebut, tak jarang dari mereka merelakan maupun mempertaruhkan segala yang dimiliki. Pengorbanan dan kehilangan pun tak terelakkan lagi. Akan tetapi, demikianlah dampak dari keserakahan manusia itu sendiri.
Hingga Sang Pencipta muak. Akhirnya, Ia menciptakan sepasang roh sebagai penjawab keputusasaan makhluk fana di bawah sana. Roh pertama, diberi nama Idril yang berarti cemerlang dan berkilau. Lahir dari kebajikan, harapan, kebahagiaan, dan tekad. Sang Pencipta mengharapkan suka cita darinya, sehingga ia diberi tugas untuk mengabulkan dan memberi.
Sedangkan roh kedua diberi nama Avram yang berarti kematian. Lahir dari kehancuran, penderitaan, kesedihan, kemarahan, juga ketidakrelaan. Darinya, Sang Pencipta tak mengharap banyak selain duka hingga ia diberi tugas untuk mencabut, mengambil, maupun merampas.
Roh kembar ini dibebaskan ke bumi, serta dikehendaki untuk memiliki bentuk fisik agar dapat berbaur di kalangan manusia.
Meski begitu, Sang Pencipta telah menetapkan tanda bagi mereka. Merah untuk Idril, dan kuning untuk Avram. Bagi kalian yang melihat sekelebat warna tersebut, niscaya kedatangan keduanya tak dapat dihindari. Entah itu Idril Sang Pengabul ataukah Avram Si Perampas.
Bagaimanapun juga, mereka hanyalah mesin penjawab. Kau sebutkan, mereka dapatkan. Asal kau bersedia dengan segala yang dihadapkan dan kehilangan yang harus kau bayarkan.
Pada suatu masa, hubungan kedua roh ini mulai renggang akibat perbedaan ideologi, juga pertengkaran-pertengkaran ringan seperti adu argumen. Avram selalu marah pada Idril yang terlalu mengabulkan permintaan manusia. Ia pun berkata, "Akibat dari ulahmu, aku harus bersusah payah untuk merampas semuanya kembali."
Sementara Idril tak mau kalah dan beranggapan bahwa Avram-lah yang salah. Sampai ia membalas, "Jika kau tak merampasnya, aku tak perlu memberi lagi."
Avram berkata lagi, kali ini dengan nada tak mengenakkan. "Karena kau mengabulkannya, mereka menjadi serakah, lupa diri, dan sombong! Tak ada lagi yang mau bersyukur."
Idril menjawab dengan tenang, "Karena kau merampasnya, mereka menjadi tak berdaya, putus asa, menderita, serta hancur. Kalau begitu, tak ada lagi yang mau berdoa."
Memutuskan siapa yang salah dan siapa yang benar dari opini keduanya merupakan hal sulit. Bahkan mendekati kenihilan. Namun, apa mau dikata. Ini adalah alam semesta. Segalanya pasti memiliki keseimbangan yang telah ditentukan―antara satu sisi dengan sisi lain.
Muak akan perdebatan yang tak kunjung usai, kedua roh kembar itu pun terlibat pertarungan yang dahsyat. Hal ini tidak lain disebabkan oleh Idril maupun Avram yang mempertahankan pemikiran masing-masing hingga tak ada satupun dari kedunya yang mau mengalah. Para manusia pun mengira kiamat telah tiba akibat dampak pertarungan mereka. Kepanikan mulai melanda bumi.
Kekuatan roh kembar memang seri, sampai-sampai menentukan siapa pemenang saja cukup sulit untuk dipertimbangkan. Akan tetapi, pada akhirnya Idril berhasil melukai Avram sangat parah dan fatal.
Ia berhasil memotong tangan kanan Avram, yang kemudian jatuh ke bumi dalam wujud tombak bermata satu. Begitu si tombak menancap di bentala, tercipta gempa berintensitas tinggi, cukup untuk sekedar memporak-porandakan daratan butala. Inilah mengapa tangan kanan Avram dinamakan Kehancuran.
Lalu, kaki kiri menyusul, jatuh ke bumi berwujud kompas. Begitu jatuh di atas altar batu, kedua mata jarum berputar terus-menerus, menebarkan tunjuknya sebagai pencabut nyawa. Oleh sebab itu, kaki kiri Avram disebut Kematian atau Kehilangan.
Setelah Avram sukses melayangkan serangan, Idril memotong tangan kirinya, yang jatuh ke bumi dalam wujud liontin―tenggelam di danau terdalam―dimana kilau permatanya menyibakkan duka abadi kepada para manusia. Dengan begitu, tangan kiri Avram bernama Kesedihan.
Selanjutnya, kaki kanan kembali menyusul, jatuh ke bumi tepat di sebuah batang pohon kokoh. Memiliki wujud kapak mata dua dengan kibasannya yang menjelma menjadi gejolak api yang membara dalam benak manusia. Untuk itu, kaki kanan Avram, diberi nama Kemarahan.
Kemudian, bagian kepala. Jatuh tepat di atas stepa dalam wujud belati, yang melepaskan ketajamannya demi menggandakan rasa sakit. Maka dari itu, kepala Avram merupakan Kesengsaraan.
Tersisa tubuh Avram, yang tertebas disana-sini membuat aliran darah hitam di balik kulit terciprat ke sepenjuru jagat. Tiap tetesnya berupa Kutukan yang melahirkan makhluk-makhluk perusak menyeramkan nan mematikan. Adapun ribuan irisan tubuh Avram yang menghujani bumi bak serbuan anak panah sebagai Penderitaan.
Sepasang netra merah membelalak. Ia tak mengira jika malapetaka sebesar ini bersarang dalam tubuh sang saudara, Avram. Apa mau dikata, Idril hanya bisa meratapi kehancuran dan kebinasaan mengamuk di bawah sana. Alhasil, iris delima yang dimiliki pun mengarah pada jantung Avram―bagian terakhir dari sang kembaran―di genggaman. Cairan hitam terus saja terpompa dari setiap detakan, mengaliri telapak Sang Pengabul. Berikutnya, pusat peredaran darah tersebut ia lempar ke bumi. Tak ada yang tahu dimana ia bakal jatuh. Tetapi yang pasti, di hari yang sama dengan kehancuran kala itu, terjadi keajaiban. Seorang balita―yang seharusnya sudah tiada karena luka parah pada jantung―kembali hidup.
Walau bumi beserta isinya di ambang kehancuran juga keputusasaan, selalu ada solusi yang pasti mengobati.
Tepat sebelum tangan kirinya terpotong, Avram sempat melayangkan satu serangan terakhir, dimana salah satu sayap Idril terpenggal dan jatuh ke bumi. Sayap kanan tersebut merelakan bulu-bulunya supaya menyebar ke seluruh belahan dunia. Nampak putih dan cemerlang, bercahaya terang hingga mampu menyinari segala kebinasaan di bawahnya bagai kunang-kunang demi menjawab segala asa. Lalu, tanpa bulu-bulu yang menyelimuti, sayap kanan Idril hanya tinggal tulang berlapiskan kulit cerah menawan. Bagian ini―berubah menjadi sebuah cincin perak berhiaskan sebutir permata bening―mendarat dalam genggaman seorang bayi yang tengah menggeliat liar dalam dekapan jasad sang ibu, dan menghapus tangisnya. Inilah mengapa, sayap Idril dinamakan Harapan.
Terima kasih pada kalian yang telah meluangkan waktu untuk membaca The Regaliers, setelah sekian lama dalam proses remake.
Silahkan berikan komentar kalian berupa saran dan kritik, dengan bahasa yang baik dan benar.
-ulneas (23-5-19)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regaliers : Rising Phoenix [ON HOLD]
Fantasy- Dunia telah buta akan segala hal yang berharga. Tak pandang bulu, demi mencapai tujuan. Kami, para Roh, ialah pengabul keinginan kalian para manusia. Sebutkan dan kami pasti dapatkan. Asal kalian menerima segala konsekuensi dengan me...