Siang itu, saat matahari tepat di atas kepala, aku terus berlari tanpa arah seperti orang kebingungan.
Aku memperhatikan pemandangan yang ada di sekelilingku, semuanya tampak sama seperti dulu. Sudut bibirku terangkat saat melihat salah satu pohon rindang di depanku.
Kakiku melangkah mendekat lalu berjongkok dan menyender pada batang pohon itu. Rasanya ingatan tentang hari itu kembali hadir dalam ingatanku.
Mataku kembali terbuka. Aku menyentuh salah satu akar tunggang pohon, bibirku tersenyum lebar walaupun hatiku menahan tangisan.
Aku kembali beranjak, mulai berjalan tanpa arah seperti tadi-hingga aku berhenti disebuah apartemen lamaku yang sudah tak berpenghuni.
Tanganku bergetar begitu hebat, kakiku seakan tak berfungsi. Sakit rasanya kembali mengingat semua kehidupan yang sudah kulewati dengannya.
Aku menghembuskan nafas panjang, menatap percaya ke arah pintu itu. Kupaksakan kakiku untuk masuk ke dalam, meskipun sangat sulit baginya untuk melangkah.
Dengan susah payah akhirnya aku bisa masuk ke dalam. Aku mulai mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang sedari tadi mengganggu pikiranku.
Mataku membulat saat melihat sebuah pintu yang sangatku kenal. Aku mulai berjalan mendekat lalu meraih knop pintu hingga pintu terbuka menampilkan sebuah kamar kecil bergaya anak perempuan.
Tubuhku seketika mematung, aku kembali menghirup nafas sebanyak mungkin. Tanpa sadar tangan kananku sudah meremas dadaku yang begitu terasa sesak.
Sama seperti dulu, gumamku sambil tersenyum sendu saat melihat semua benda yang ada di ruangan ini masih tertata rapih pada tempatnya.
Aku mendekat saat mataku melihat buku yang masih tergeletak manis di atas meja. Ku raih buku yang sudah mengusam itu.
Air mata yang kubendung sedari tadi akhirnya mengalir begitu saja. Dengan perlahan tanganku mulai mengusap bagian depan buku kesayangannya.
Ku ambil nafas panjang. Seharusnya aku tahu kalau mungkin aku takkan sanggup untuk membaca kisah hidupnya yang begitu sangat berat untuk dibayangkan.
Rasa sesak langsung menjalar ke seluruh tubuh. Aku tertunduk lemas saat membaca setiap untaian kata dan tulisan yang terpampang disehelai lembar kertas putih.
Aku ingat bagaimana dia tegar dalam menjalani itu semua. Dia yang selalu tersenyum lebar meskipun takdir membuat hancur hidupnya menjadi berkeping keping.
Satu wajah hadir begitu saja dalam pikiranku. Wajah cantik yang mirip seperti bidadari, sangat cantik untukku bayangkan.
Pikiranku mulai membayangkan tubuhnya secara sempurna. Rambutnya yang terurai dengan baju kuning polkadot yang melekat ditubuhnya.
Ah.. membayangkannya saja membuatku berpikir jika sosoknya hadir di sampngku. Aku sangat merindukannya hingga aku selalu menganggap kalau dia masih nyata.
Kupejamkan mata perlahan, berharap jika ini hanya dunia mimpi bukan nyata. Namun nihil, ketika perlahan kubuka mata, semuanya masih nyata, Tuhan seakan berkata kalau aku sekarang berada di dunia nyata.
Ini memang sebuah karma karena aku tak memghargai pertemuanku dengannya. Aku malah membuang kesempatan berharga itu untuk bisa dekat dengan orang yang kusayang.
Jika waktu bisa terulang, aku hanya ingin kembali membuat kenangan indah bersamanya, hingga aku merasa kalau dunia hanya milik kita berdua.
Haeee welcome to my first story. Aku gak tau sih mau bikin cerita apa, cerita ini adalah imajinasiku yang begitu saja terbuat. Hahha LOL.
Jangan lupa vote and commentnya
KAMU SEDANG MEMBACA
EveryLasting | Taeyong
Romance[Masih dalam tahap Revisi] "Rose izinin gue buat mewujudkan impian gue. Gue mohon Rose." Rose menutup matanya, "Yong." "Gue mohon Rose. Maaf kalau gue egois, tapi gue gak bisa tahan lagi sama hati gue." Aku, Rose tak pernah berharap akan mencintai s...