Tiga

14 6 3
                                    

Sudah sejak tiga hari Hana bertemu dengan orang yang mengenalkan dirinya bernama Ten itu selalu muncul dimana kegiatan kelasnya diadakan. Hana merasa sedikit risih karena Ten selalu menatapnya dengan intens.

Akan tetapi selalu ketika ia mengadu pada teman-temannya laki-laki itu sudah hilang dari jangkauan penglihatannya. Pada akhirnya Hana mencoba untuk tidak begitu memperdulikan tatapan itu, meski sejujurnya ia ingin sekali berteriak pada Ten supaya berhenti menatapnya begitu.

Kali ini mereka tengah berkumpul di halaman belakang ke dua villa. Para siswa laki-laki bertugas membuat api unggun untuk menghangatkan suasana, sedangkan yang perempuan tengah memanggang daging sapi dan udang untuk dinikmati nanti.

Yena terus menatap Hana aneh, karena sedari tadi gadis itu seolah menanggung beban begitu berat di pundaknya.

"Ya Hana."

Hana langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Ah kenapa Yena?"

"Kau yang kenapa, sedari tadi terus melamun. Apa ada masalah? Cerita siapa tau aku bisa membantu." Tawar Yena sembari menepuk pundak si rambut pendek.

"Aku hanya..."

"Hanya?"


"Merasa aku merindukan rumah."

Yena tertawa renyah sambil tepuk tangan." Ya, ku kira ada apa," ia masih tertawa dan memegangi perutnya yang mulai terasa sakit karena terlalu lama tertawa.

"Heh! Kenapa tertawa?"

"Kau ada-ada saja," ucap Yena sembari berlalu pergi meninggalkan Hana.


Acara mereka belum dimulai hingga pukul 16:30. Karena Hana merasa begitu bosan, ia mencoba berjalan-jalan ke pinggiran hutan. Berharap menemukan sesuatu yang menarik.

Setelah beberapa lama berjalan Hana merasa jika ada yang mengikuti, akan tetapi ia mencoba tidak perduli. Ia terus berjalan kembali ke arah villa tempatnya menginap.



Swosh....

Brukk....




Hana terdorong ke pohon yang lumayan besar dan seorang pria paruh baya terlihat begitu ganas, rasa takutnya mulai muncul. Namun ia sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara.

Mata pria di depannya berwarna merah darah, dan itu adalah warna yang tidak di miliki oleh manusia di dunia ini. Kecuali, jika ia bukan manusia.

Memikirkan kemungkinan itu Hana benar-benar merasa jika kematiannya sudah dekat sekali, hanya menunggu menit dan ia akan terbunuh di tangan manusia jadi-jadian ini.


"Kau tidak boleh memakannya." Suara tenang namun manis itu datang menginterupsi orang yang bermata merah didepan Hana.

"Ah, Pemimpin maafkan saya. Saya tidak tau jika manusia ini dilarang."

Pria paruh baya itu segera melepas cengkeramannya pada Hana, ia terlihat begitu ketakutan dengan pemilik suara itu.

"Pergi!"



Pria paruh baya segera melesat di antara tingginya pohon di hutan ini.

" Kita akan selalu bertemu Jung Hana,"

"Kebetulan yang manis bukan?" lanjut Ten sambil menaik turunkan alisnya.

Hana menatap jengah pada makhluk satu ini, segera ia beranjak dari kawasan hutan dan kembali ke villa.






















TBC

VHX

Voment juseyo

Silent Monster | TenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang