Empat Puluh Satu~

7 0 0
                                    

Jam istirahat pun tiba, Fey sudah duluan menuju kantin karna perutnya sudah sangat lapar. Ia memilih untuk makan nasi bakar siang itu, banyak karbohidrat bisa meningkatkan stamina, fikirnya.

Setelah membeli makanan, ia mencari tempat duduk. Tiba-tiba Dena dan Rena mengapit Fey. Dengan sengaja mereka menggoreskan pisau tajam kearah punggung tangan kanan dan kiri Fey. Suasana kantin sangat ramai, Fey juga tak sempat melihat Dena dan Rena karna sibuk mencari tempat duduk. Tangannya terasa perih, mungkin karna terkena panasnya nasi yang ia bawa. Saat ia duduk dipojok kursi kantin, ia melihat tangannya sudah berlumuran darah. Goresan Dena dan Rena sangat halus, tak terasa.

Karna kaget Fey langsung mengambil tisu dan mengelap tangannya bergantian. Tangannya terasa sangat perih sekarang. Seketika ia melihat Dio memutari pandangan mencari kursi duduk, dengan cepat Fey berteriak ke arahnya. " Dioo!! Sini!! " katanya heboh. Secepat mungkin Dio mendekati Fey, berharap ada kursi kosong disebelahnya. Harapannya sirna, hanya ada satu kursi disana. Sebelum Dio berbicara, Fey sudah heboh berdiri " Lo duduk sini, jagain makanan gue. Gue mau ke toilet, oke? " jelas Fey lalu pergi secepat kilat meninggalkan Dio. Dio hanya mengangguk pelan, bingung mengapa temannya begitu heboh saat ini. Setelahnya, Dio duduk ditempat Fey lalu memulai makan siangnya.

" Apa tadi ga keliatan Den? " tanya Rena cemas pada Dena saat sampai ditaman sekolah. " Ih, udahlah. Kalo ketauan juga dia bakal ngapain? Gabakal berani lah sama kita. " jawab Dena santai lalu memulai makannya. " Kalo dia ngelapor guru gimana? Nanti kita di panggil BK? Di skors? Terus... " cemas Rena sambil menggigit kukunya, takut kejadian itu terjadi. " Astaga!! Udah lah Ren. Gabakal dia berani ngadu. Ancaman kemarin cukup buat dia diem, walau tetep ngedeketin pacar gue sih. " Dena melengos kesal. " Iya juga, tapi kalo dia bilang. Apa lo bakal nyakitin Rey? Gue sih gamau nyakitin Aldy. Gebetan gua woi! " sembur Rena pada Dena yang membuatnya hampir tersedak karna Rena juga memukul pundak Dena.

" Gue ngancem doang geblek. Gabakal lah gua nyakitin pacar gue sendiri! " jawab Dena masih pede menyebut Rey pacarnya. Rena terdiam, ia pun melanjutkan makannya bersama Dena.

" Sumpah ya, berani banget kayak gini. Biar apa coba! " umpat Fey kesal sambil membersihkan darahnya di wastafel toilet. " Kalo mau ngajak berantem ya langsung aja kali, pengecut banget! " omelnya sendiri lalu mengambil hansaplast disakunya dan memasangkannya pada luka-luka tangan Fey. Fey melipat lengan bajunya sampai kesiku, karna takut darahnya terkena baju seragamnya. Seketika ia melihat bekas luka bakar, lebam dan semacamnya dikedua tangannya.

Ia menarik nafas berat. " Kalo ga deket mereka, lukanya ga tambah parah kan? " gumamnya yang diiringi senyum hampa. Setelahnya, Fey memasuki kelas dengan lengan baju yang tak dilipat, ia mengancing lengan baju seragamnya rapat-rapat agar luka-luka tak terlihat.

" Eh Fey? Nih makanan lo, gue bawa ke kelas soalnya lo lama " jelas Dio lalu memberi piring nasi bakar tersebut pada Fey. " Dio, lo duduk sama siapa? Gue duduk sama lo ya? " tanya Fey lesu setelah mengambil nasi bakarnya. " Gue sama Ridho, dia masih dikantin. Aldy? " jelas Dio dengan nada bingung. " Nanti Ridho duduk sama Aldy aja, gue sama lo ya. " katanya dengan nada tetap lesu. Dio hanya tersenyum, ia mengiyakan lalu memindahkan tas Ridho ke tempat duduk sebelah Aldy.

Aldy yang sudah dikelas sedari tadi bingung dengan sikap Fey. " Eh? Kok pindah? Kenapa? Terus aku sama siapa? " tanya Aldy beruntun yang hanya direspon sedikit oleh Fey. " Suasana baru. " katanya lalu meninggalkan Aldy dan menaruh tasnya ke tempat duduk sebelah Dio. " Fey kenapa sih? " batin Aldy bingun.g.

Live, Food, and Football. Lil Bit Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang