Namaku Ken Kameswara. Orang-orang biasanya memanggilku Ken. Aku adalah seorang penulis yang kini sudah berumur 40 tahun. Tulisanku kini memang sudah tidak sebaik dan selaku dulu di pasaran, tapi kau tahu impian adalah satu-satunya harta berharga yang masih ada di sisi. Dan mari aku beri tahu kau satu rahasia penting dari diriku ini: aku adalah seorang pengedar narkoba pula.
Walau diri ini seorang pendosa, seorang pengedar narkoba, tapi jangan pernah kau samakan aku dengan gambaran stereotip dari penjahat lain yang kau tahu dari televisi. Maka jangan pernah kau tuduh aku pernah mencuri! Jangan pernah pula kau timpakan aku dengan label seorang pemabuk. Tidak pernah aku menghina diri sendiri dengan mengambil apa yang bukan punyaku, dan tak pernah pula rasanya diriku meneguk segala jenis alkohol barang setetes. Dan terlebih, jaga pikirmu dari prasangka kalau aku - yang seorang penjahat ini - sering menyetubuhi wanita. Tidak pernah! Bahkan, selama hidupku aku tidak pernah benar-benar memegang ujung jari satu perempuan pun dengan sengaja, termasuk menyentuh Wulan, kekasihku.
Tak lama lagi - tepatnya dua bulan lagi - aku dan Wulan akan menikah dan segera menjadi suami istri. Percaya tak percaya, aku bukanlah seorang lelaki yang suka berkata bohong dan menyalahi kebenaran. Maka, kuberi tahu kau kalau sampai saat ini, setelah lima tahun hubungan kami berjalan, aku sudah sepenuh hati dan cintaku untuk menjaga kesucian Wulan. Tidak pernah aku memegang tangannya walau sangat ingin kugenggam. Tidak pernah juga aku mengecupi bibirnya yang selalu berkata yang baik dan sopan itu walau tak terbayang betapa besar hasrat ini sesungguhnya. Dan apalagi, tidak pernah aku membahas hal-hal berbau erotis dan matur kepada dirinya karena, dengan sesungguh hati, aku mencintainya dan ingin sekali menjaga haknya untuk tetap suci selama masih melajang. Setelah kutahan diri ini dari segala macam hasrat padanya, akhirnya sebentar lagi aku akan bisa merasai lembut tangannya, mendekap erat tubuh indahnya, mengecupi bibir mungil merona bak mawar miliknya, dan membuat satu dua orang anak. Namun, yang paling membuat pikiranku kelut adalah kenyataan bahwa dia sama sekali tidak tahu kalau aku ini adalah seorang penjahat - seorang pengedar ganja dan sabu.
Lalu, besok hari adalah akad nikahku. Selain memikirkan tentang bagaimana perasaan Wulan saat mengetahui kalau aku ini seorang penjahat, aku juga terpikirkan sebuah masalah yang baru aku ingat di hari ini setelah lima tahun menjalani hubungan dengan Wulan. Aku benar-benar lupa kalau Wulan jatuh cinta padaku adalah karena novelku waktu itu bisa menyembuhkan patah hatinya setelah dia diputuskan oleh mantannya. Dan sekarang, aku sungguh tidak tahu apakah Wulan masih mencintainya atau tidak.
***
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Damarwulan Sri Ningsih binti Djoko Soejoso dengan mas kawin yang tersebut dibayar tunai." Dua sungai keringat mulai mengalir di kening hingga bibir wajah yang sungguh tidak aku tahu bagaimana bentuknya saat itu. Dapat kurasai tanganku mulai terlihat seperti tangan seorang yang kena serangan jantung. Bila kau melihatku kala ini, yakinlah aku kalau pasti akan tertawa dan memanggilku pecundang.
"Sah?" penghulu bertanya kepada semua hadirin yang ada di dalam ruangan saat itu. Seketika semua orang sukses menginterfensi suara-suara yang berbeda tinggi frekuensi itu dengan satu kata "sah" yang membuatku bisa menarik nafas sebanyak mungkin ke dalam rongga dada. Satu fase yang benar-benar mengubah keseluruhan dari perjalanan hidupku mulai saat ini sudah terjadi dan akan menjadi memori yang selalu terpatri dalam catatan hidup.
Yang aku rasakan saat itu adalah segala jenis kebahagiaan meluap dan keluar dari segala pori kulitku. Betapa hebatnya kebahagiaan yang aku dapatkan hari ini. Akhirnya, setelah bertahun-tahun menunggu, aku dapat memulai lembar hidup baru sebagai seorang suami. Terlebih, setelah selama ini menahan nafsu untuk menyentuh Wulan, kini aku benar-benar bisa menikmati setiap jengkal dari tubuh Wulan dengan seinginku tanpa takut akan menodai etika sosial kami berdua. Bukannya aku menikahi Wulan hanya karena nafsu seksual, ini hanya sebatas pelepasan segala beban yang aku tahan untuk membuat hubungan kami jauh dari segala perbuatan di luar moral sosial.