Chapter 1: Cowok Bermata Hazel

5 0 0
                                    


Semilir angin berembus lembut, memainkan rambut Khans yang terurai. Sesekali di kedua bibir merah jambunya itu menyembul senyum nan mungil. Khans masih tampak larut dengan buku yang sedang dibacanya.
Gadis itu duduk di kursi kayu yang memanjang di depan sebuah kios makanan ringan. Terdengar deru-deru mesin dari kendaraan bermotor. Suasana nampak sangat riuh, ramai dan sedikit awut-awutan. Siang itu udara terasa gersang, membuat butiran keringat bergulir di wajahnya. Namun entah mengapa, Khans mulai menyukai tempat itu. Sudah beberapa hari Khans bertengger di tempat yang sama. Sekadar membaca buku atau bahkan hanya melihat-lihat saja.

“En … E … En …”

Perhatian Khans teralih. Matanya mulai mengendus-endus asal suara cempreng itu. Seorang bocah. Khans melihat ia tengah duduk santai di bawah jembatan penyeberangan terminal Baranang Siang, Bogor. Persis beberapa meter dari tempatnya duduk. Anak itu mengapit sebuah ukulele di ketiak kirinya. Sedang tangan kanannya tengah sibuk menyibak remihan gorengan di kitaran bungkus koran yang sedang dibacanya. Bibirnya mengeja lagi …

“De … E ...,” Sejenak bibirnya berhenti. Kedua matanya menyipit, lalu menerawang ke langit. Tampak tengah memikirkan sesuatu. Sesekali anak itu tersenyum ke arah kekosongan di sebelah kirinya.

Khans menurunkan buku yang sedari tadi dibacanya. Ia tergugah untuk menghampiri pengamen cilik itu. Khans lantas mengamatinya lekat-lekat. Keningnya mengerut ketika dirasanya ada yang ganjil pada ejaan si bocah.

“Kayaknya kamu salah deh, Dik. Yang ini bukan huruf N tapi M,” potong Khans akhirnya, sembari menunjuk huruf  M ke kertas koran yang sedang dibaca anak itu. “Nah kalau yang ini huruf B, bukan D.” Khans menggeleng-geleng kecil. “Jadi satu kata ini dibaca MEMBELA.” Senyum Khans terlengkung. Bocah itu pun menoleh. Mata Khans kini beradu pandang dengan mata gelap anak itu. Tapi entah kenapa pengamen cilik itu malah menatapnya sinis. Khans bingung. Kendati demikian, ia masih mempertahankan senyum ramahnya. “Kenapa?”

Pengamen cilik itu merengut, dan mungkin karena merasa terusik, secara tiba-tiba diremas-remasnya koran bekas itu dan dibuangnya dengan kasar. Lagi-lagi wajah bocah itu beralih ke kekosongan di sebelah kirinya.

“Yuk, kita pergi! Ada pengganggu di sini. Dia pikir dia pintar apa, sok-sokan mau ngajarin gue.” Bocah itu berdiri. Secepat kilat kakinya lincah menjauhi Khans, dan menghilang setelah memasuki sebuah gang sempit di dekat situ.

Heh …? Khans meringis. Ia jadi tampak bego atas perlakuan anak itu. Khans menggaruk-garuk kepalanya heran. Tingkah aneh bocah itu membuat Khans terbengong hingga beberapa jenak. Dahinya berkerut. Beberapa kali ia berputar pandang di sekitar tempat pengamen cilik tadi berdiri. Kepalanya menggelang-geleng tak paham. Anak itu ngomong sama siapa sih?

“Sampai kapan pun lo ngajarin dia, dia enggak akan pernah bisa bisa. Anak itu emang bodoh.”

Suara lain berujar di belakang Khans. Ia memutar posisi tubuh. Tampak sesosok bercelana jeans dengan kaos lusuh berwarna coklat tua tengah memandangi tingkah kikuknya. Cowok itu memanggul sebuah gitar berwarna hitam mengkilat. Lalu dengan cueknya cowok itu mulai mendekati Khans.

“Hei! Kenalin … nama gue Enggar. Lo?” Cowok itu mengulurkan tangannya ramah. Dengan sangat sopannya pemuda itu menebar senyum pada Khans.

Khans tak begitu hirau, ia lebih merasa tersengat oleh perkataan cowok itu sebelumnya. Kemudian dengan refleks tangannya terangkat. Mencengkeram kuat kerah baju cowok bernama Enggar itu.

“Lo jangan ngomong gitu, ya! Gue enggak suka.”

“Eh … apaan sih lo?” Mendapat serangan  yang mendadak, cowok bernama Enggar itu berusaha berontak dan berteriak. “Lepasin gue enggak?!” Matanya menukik pada Khans. “Jangan paksa gue berbuat kasar sama lo, ya! Gue ngomong baik-baik sama lo. Kenapa lo sewot gini?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang