Trece

536 79 50
                                    

Changbin mengusak matanya pelan, merentangkan tubuhnya yang terasa kaku karena terlalu lama tertidur. Walaupun begitu Ia masih merasa mengantuk, dengan mata setengah terpejam ia bangkit dari tempat tidurnya.

Ia berjalan menuju jendela, berniat membuka tirai karena ruangan begitu gelap. Ia belum sadar jika tidak ada lagi jendela atau pintu di dalam ruangan itu.

Dengan setengah sadar, Changbin meraba mencari keberadaan tirai namun tangannya hanya berakhir meraba-raba dinding. Karena penasaran, ia membuka matanya dan begitu terkejutnya kala yang Ia dapati hanyalah dinding datar.

"Loh? Jendelanya kemana?!," Tanyanya entah pada siapa, Ia lalu melihat sekeliling. Benar-benar hanya dinding saja yang mengelilinginya, pintunya pun hilang secara ajaib padahal Changbin ingat dengan jelas kemarin malam pintu dan jendela masih ada di tempatnya

Tak ingin berpikir berlebihan, Changbin mencari sakelar dan segera menyalakan lampu.

Ketika ruangan itu terang, Ia pun mencari ponselnya bermaksud menelepon Minho untuk mengadukan pasal jendela dan pintu yang tiba-tiba raib.

"Lah! Hp gue kemana lagi," ia mencari ke seluruh tempat, mulai dari ranjang, di bawah bantal, di nakas dan dimanapun kemungkinan keberadaan ponselnya. Dan hasilnya nihil. Changbin kebingungan, Ia berusaha mengingat-ingat dimana terakhir kali Ia meletakkan ponselnya.

"Astaga, kan gue tinggal di kamar sebelah," ia menepuk dahinya begitu ingat bahwa Ia meletakkan ponselnya di atas nakas sebelum pergi ke kamar Minho kemarin malam.

"KAK!!," Teriaknya memanggil Minho, tidak ingin panik dan berpikir positif sebelum Ia paham apa yang tengah terjadi.

Tidak ada jawaban, membuat Changbin merasa gelisah secara otomatis. Ia berjalan menuju dinding yang ia yakin sebagai tempat pintu sebelumnya berada, lalu mengetuk dinding dingin itu berharap Minho mendengarnya.

"Kak Minho?!!," Panggilnya lagi, dan tentu saja tidak ada yang merespon. Changbin merasa frustasi, Ia tiba-tiba merasa takut.

'Braakk'

Changbin hampir meloncat kebelakang karena dinding tersebut tiba-tiba bergerak dan bergeser. Pupilnya melebar kala Ia dengan mata kepalanya sendiri melihat pintu yang awalanya hilang itu muncul kembali, Changbin takjub saat itu juga.

'Krieet'

Pintu tersebut terbuka dan bersamaan dengan itu muncul Minho dengan membawa nampan ditangannya. Ia dengan senyum tenangnya masuk ke dalam ruangan itu.

"Kak Minho?!," Changbin masih speechless, sedangkan Minho berlagak seakan tak terjadi apapun.

"Kakak bawain kamu sarapan, makan dulu," Minho menutup kembali pintunya, Ia lalu membawa Changbin kembali duduk ke ranjangnya.

"Kak, ini kenapa ruangannya tadi tiba-tiba pintu sama jendelanya hilang?," Tanya Changbin secara langsung, karena dirinya memang begitu penasaran.

Minho meletakkan nampan tersebut di atas nakas, lalu berbalik pada Changbin sambil tersenyum. Melihat itu, Changbin terhenyak. Ada yang salah dengan Minho, kakaknya itu tersenyum namun terlihat begitu misterius membuat Changbin tiba-tiba bergidik.

"Sengaja kakak yang bikin, biar Hyunjin nggak bisa ketemu kamu," Changbin tersedak ludah nya sendiri mendengar penuturan Minho. Hei, ini masih pagi dan Minho sudah berbicara tidak masuk akal padanya.

"Hah? Gimana? Maksudnya apa?!", Changbin benar-benar berharap apa yang didengarnya itu salah, namun anehnya pendengarannya begitu tajam sekarang.

Salah satu sudut bibir Minho terangkat, Ia mengambil tempat di pinggir ranjang. Bersidekap sambil duduk bersila dengan tenang.

"Kamu inget nggak dimana kakak pulang kerumah dengan mabuk berat?," Minho bertanya pada Changbin, namun matanya malah tertuju pada lantai.

Tentu saja Changbin ingat, karena itu adalah pertama kalinya Minho mabuk berat bahkan sampai meracau tidak jelas.

"Hyunjin yang bawa kakak ke kamar, dan kamu tau nggak apa yang dia bilang ke kakak waktu itu?," Minho kembali menjeda kalimatnya, ia tampak menarik nafas sebentar. Changbin terdiam menunggu Minho melanjutkan.

"Dia bilang, kamu itu milik dia. Cuma milik dia, nggak ada siapapun yang bisa milikin kamu kecuali dia. Dia bilang, cuma dia yang pantes buat kamu dan cuma kamu yang pantes buat dia. Waktu itu kakak pikir, mungkin kakak emang belum ada apa-apanya dari Hyunjin. Kakak tau kakak dulu gak pantes buat kamu, makanya kakak mundur tanpa perlawanan," Changbin menahan nafasnya sendiri tanpa sadar ketika mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Minho.

"Kakak udah coba buat ngelupain kamu, gak ngehubungin kamu, dan bener-bener gak akan pernah mau tau dengan kehidupan kamu lagi. Tapi kamu? Kamu malah berusaha bikin kakak goyah. Kamu masuk lagi ke kehidupan kakak, kamu bersikap baik ke kakak seakan gak terjadi apa-apa dan berharap kakak ngelupain kamu. Gak gampang Bin, langkah yang kamu ambil selama ini salah," mata Changbin memanas kala melihat wajah Minho yang tampak menahan sakit yang amat sangat itu, ia lagi-lagi merasa bersalah akan Minho.

"Dan ini hasilnya, kakak gak bakal nyerah buat kamu. Kamu bukan milik Hyunjin, tapi Kakak. Dan kalau kakak nggak bisa milikin kamu...," Minho menggantung kalimatnya, salah satu tangannya merogoh saku celana.

Untuk yang kedua kalinya pagi itu, pupil Changbin melebar tak percaya kala dari saku Minho keluar sebuah pisau lipat.

Changbin reflek mundur kala Minho bangkit dari duduknya dan menghampiri dirinya. Changbin begitu sulit menenggak ludahnya sendiri kala Minho meluruskan lipatan pisau tersebut, dan Ia otomatis berhenti bergerak kala ujung mata pisau tersebut dalam sekejap mata menyentuh kulit bawah dagunya. Sedikit menusuk dagingnya walaupun tak seberapa dalam.

"...semua orang juga gak bisa milikin kamu, termasuk Hyunjin," Changbin menahan nafasnya ketika Minho kembali menekan pisau yang menusuk bawah dagunya.

Changbin tanpa sadar meneteskan air matanya kala merasakan sakit yang amay sangat. Bukan karena pisau yang menusuk dagingnya, namun karena melihat Minho yang tampak berbeda sekarang. Semua kesan hangat dan nyaman yang dimiliki kakaknya dulu itu kini meluap entah kemana, bergantikan Minho yang begitu misterius dan tampak begitu menderita.

Minho yang melihat air mata Changbin mengulurkan tangannya yang kosong untuk mengusap air mata itu "jangan buang-buang air mata kamu sekarang. Gak ada gunanya Bin, Hyunjin nggak bakal bisa nemuin kamu disini," Minho menepuk pipi Changbin bersamaan dengan menjauhnya pisau yang menusuk bawah dagu Changbin. Meninggalkan luka tusukan kecil yang tidak seberapa besar, namun meneteskan sedikit darah.

"Makan yang banyak ya," Minho sempatkan mengusak surai legam Changbin sambil tersenyum lebar, setelahnya ia meninggalkan Changbin yang kini menahan isakannya keluar.

Ketika Minho keluar dari ruangan tersebut, pintu dan jendela di kamar itu kembali menghilang tergantikan oleh dinding-dinding berwarna gelap yang tampak menakutkan.

Kaki Changbin serasa lemas, ia lalu terjatuh terduduk di lantai. Alih-alih merasa takut, atau màrah Changbin malah lebih merasa bersalah. Sebab karena dirinya lah Minho selalu terluka dan berakhir berubah menjadi orang asing baginya. Kakak Minho nya yang penyayang dan baik kini telah menghilang, Ia tidak tahu kapan Minho yang ia kenal akan kembali.


-To Be Continued-


Double up?

Btw,, maafin saya ya kalo selama ini belum bisa ngasih tulisan yang baik buat kalian. Masih sering typo dan diksinya nggak banget, tapi saya berterima kasih yang amat sangat pada kalian yang masih mau menunggu book ini :') terimakasih 💜💜💜

[3]Lo Siento (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang