22. suara hati Kanaya

213 8 0
                                    

"Maaf."
Arkan tertunduk, dia tak lagi berbicara. Tiba-tiba aku merasa bersalah, rasanya aku seperti habis menguliahi seorang anak kecil. Maaf Arkan, aku bukanlah tipe perempuan romantis seperti yang lain. Aku hanyalah seorang pendiam, aku hanya seorang cewek kaku. Rasanya terlalu lebay kamu rela bolos dari kelas hanya untuk melihatku, itu bukan romantis menurutku. Dan asal kamu tahu, Arkan, sebenarnya sumber kemarahanku 90% adalah karena melihatmu dengan Anisa, dan sisanya aku marah karena kamu bolos dari kelas tadi. Aku cemburu, Arkan... aku cemburu, tapi entah kenapa aku tidak bisa mengatakannya, aku hanya tidak ingin kamu merasa terkekang, aku tidak mau kamu menganggapku posesif. Aku percaya kok, kamu tidak akan berpaling pada perempuan lain, meskipun aku tahu ada beberapa perempuan yang mau sama kamu, seperti Anisa dan Fina yang kuasumsikan memang menyukaimu, atau jangan-jangan masih ada lagi selain mereka.

Arkan, sebenarnya aku senang melihatmu tadi ada di lapangan. Tapi aku menjadi kesal saat tiba-tiba Anisa datang duduk dan mengobrol denganmu, ditambah lagi tadi kata Bagas kamu bolos dari kelas, maka dari itu aku semakin marah, lebih tepatnya aku cemas, aku takut kamu dihukum sama guru, dan ternyata itu terjadi, kamu kena hukuman bu Asri.

Oh iya, dan soal Bagas aku tidak mengerti, dia tiba-tiba saja bersikap ramah kepadaku, padahal sebelumnya dia cuek ke aku, tapi sudahlah, aku tak ingin memikirkannya, Bagas memang selalu begitu.

"Kamu mau makan?"

Dia mendongak, kemudian menggeleng.

"Biar aku pesenin."

"Gak usah. Aku lagi gak lapar."

"Sekarang kamu marah sama aku?"

Dengan cepat Arkan menggeleng.
"Enggak. Aku gak bisa marah sama kamu, Kanaya. Lagi pula untuk apa aku marah?"

"Yasudah, sekarang mau gimana? Aku mau ganti baju. Waktu istarahat udah mau habis."

Arkan mengangguk.

"Kamu beneran gak mau makan? Kamu harus makan loh."

"Nanti aku makan."

"Yaudah, aku pergi ya."

"Iya."

"Oh iya, aku minta maaf, Ar."

"Untuk?"

"Untuk yang barusan. Maaf aku udah marah-marah sama kamu."

"Enggak, enggak, aku yang salah. Aku yang minta maaf."

"Aku juga salah, aku minta ma-"

"Sshh.. udah deh, bisa gak maaf-maafan nya nanti aja! Lebaran masih jauh ya kan?" Aku baru sadar ada Yuan disini. Tapi entah kapan datangnya aku tidak menyadari.
"Gue mau makan nih, berisik."

"Eeh... anak dongo! Salah lo sendiri, kenapa makannya disini?" Arkan berucap dengan ekspresi kesal.

"Gak ada tempat laen," jawab Yuan dengan mulut penuh mengunyah.

"Ya sudah, aku ke kelas ya, Ar."

Arkan hanya menjawab dengan anggukan.

Aku berjalan keluar melewati bangku-bangku, tatapan Arkan masih kurasakan menusuk punggung membuatku kikuk, demi memastikan, aku menoleh ke belakang, dan ternyata benar Arkan masih memandangku, dia tersenyum melambaikan tangan. Ya Tuhan, hanya karena mendapatkan senyuman itu saja membuat setangah fokusku buyar, aku hampir saja menabrak seseorang hanya karena grogi. "Dasar!" Tiba-tiba aku kesal dan malu pada diri sendiri.

_

Suasana Kelas sedang hening, hanya suara guru yang terdengar menjelaskan pelajaran. Tiba-tiba aku merasa bosan, bahkan aku beberapa kali menguap, Bersendang dagu, aku mencoret-coretkan bolpoinku diatas lembaran buku catatan kosong, dari tadi aku tidak mencatat satu pun hal yang dijelaskan oleh pak Anton.

Mengejar BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang