Alphabet - BAB 1

34 0 0
                                    

Alur 1

Baru Saja Dimulai

 

SAMA HALNYA kau ketika melanjutkan studi di tingkatan yang lebih matang. Lengkap sudah perjalanan bersama seragam putih biru. Yang kini ditukar dengan putih abu.

Seorang remaja mengitari lingkungan baru yang akan ditinggalinya tiga tahun ke depan. Orang tuanya bersungguh-sungguh mencarikan sekolah yang tepat. Madrasah tidak menakutkan, di sanalah kita ditempa IMTAQ dan IPTEK secara bersamaan, ungkap ayah tiga tahun lalu. Kini ayah sudah kembali kepada-Nya. Maka bagiku pernyataan itu adalah pesan dan harapan ayah padaku.

            Semisal dua abad lalu,  kisah seorang anak yang menjadi batu karena durhaka kepada bundanya sendiri. Aku tidak ingin mengecewakan ayah lalu akhirnya menjadi batu atau kayu lapuk karena tindakanku.

Di tempat ini, yang pada awalnya tidak ingin kusinggahi, kupasrahkan segalanya. Terpampang jelas di bagian depan bangunannya, “Selamat datang kepada peserta didik baru Madrasah Aliyah (MA) Madani kota Serang tahun ajaran 2011-2012,” yang menyambut siswa-siswi baru. Atau guruku di SMP lebih suka menyebutnya santriwan dan santriwati. Ah, aku seperti ada di pondok pesantren saja.  

            Bel masuk berbunyi. Itulah bel pertama yang kudengar. Sember dan memekakkan telinga. Kelasku katanya unggulan. Kata guruku di SMP, siswa unggulan di MA Madani terkenal jago ilmu alam. Sedangkan aku lebih tertarik ke ilmu sosial. Terlebih karena ayah menjadi alasanku, maka kuukutilah tes masuk di sini. Tanpa disangka aku diterima. Padahal soal tes masuk yang disajikan amat nyantri. Ada bahasa arab, nahwu saraf, BTQ, dan pengetahuan agama yang tidak kupelajari waktu SMP dulu.

Beberapa senior yang berwajah mirip algojo hukuman mati tiba-tiba maju di hadapanku dan beberapa kawan baru yang belum sempat kukenal. Di depan kelas, kami gemetar bagai domba kurban yang akan menemui ajalnya. Ternganga pada setelan mereka. Berjas hitam, berjalan tegap, membawa tongkat, raut wajah penuh amarah, jelas itu dapat merepresentasikan mengapa mereka disebut tim disiplin. Apalagi Kak Randi, bagiku dia seperti Sharukh Khan saat memerankan mafia kejahatan. Kejam dan tanpa ampun bagi setiap pelanggaran. Juga dengan Kak Tiara,   wanita dengan tingkat sentimentil tinggi. Atau lebih tepatnya judes. Serta ketiga anggota tim disiplin lainnya yang tidak kalah killer.

            “Ke Aula sekarang juga!” Kak Randi mengerahkan urat-urat di leher, dahi, dan rahangnya untuk mengatakan itu secara tegas.

Kak Tiara mengambil alih. “Di mana telinga kamu, Dek? Punya telinga nggak hah?! Lari!!!”

Ketiga senior lainnya ikut meneriaki.

“Lari kamu!”

“Jalannya yang cepet!”

“Jangan tergesa-gesa, Dek! Kalo kamu jatuh dari tangga kami nggak’ mau tanggung jawab!”

            Maulana, kawanku yang sulit diatur masih berjalan santai. Dia tidak memerdulikan bentak senior.

“Kakak nyuruh kami jalan atau lari? Yang konsisten!”

“Berani kamu ya?! Sini kamu!”

            Tidak perlu membayangkan apa yang akan Maulana terima. Arti kata hukuman cukup dapat mewakilkan derita yang akan dia alami. Dijemur, dipanggang, direbus, dipermalukan, dan menjadi bulan-bulanan pada acara ini sangat mungkin dia rasakan. Sungguh malang nasib orang ini.

            Kami semua memasuki aula dengan cepat dan gemetar. Sepatu ditaruh sekenanya, duduk dengan dada yang berdegup kencang macam genderang mau perang, bahkan di belakang ruangan ada beberapa anak yang menangis. Tiga ratus orang berkumpul pada ruangan yang sama.

Gubrak!!! Ketiga pintu yang berada di aula ditutup dengan paksa. Ya, mereka lagi. Kelima timdis dengan kengeriannya masing-masing. Kulihat sekitar, peserta masa orientasi siswa terpaku memandangi timdis dan kentara sekali raut wajah ketakutan mereka. Ada yang stay cool seperti Maulana, ada yang menunduk, bahkan ada juga yang sempat-sempatnya tertidur. Padahal di ruangan ini terdapat ratusan kalung jengkol dan petai yang mencium aromanya saja jadi ingin muntah. Apalagi untuk dapat tertidur?

            “Kalian lelah? Takut? Ingin pulang? Dengar, ACARA INI BARU SAJA DIMULAI!”  Kak Randi mengatakannya dengan lantang dan penuh amarah.

            Aku menghela nafas panjang. Derita kami baru saja dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alphabet - BAB 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang