Lingkar Luka

357 16 3
                                    

Gejolak kata yang tak kunjung redam, kabut pagi yang menyelimuti diri.

Gigil tubuh yang tak karuan. Apalah arti aku dari sebuah perasaan?

Ah, ini masih pagi. Ku usap kembali mataku yang masih dihiasi oleh belek pagi hari.

Namun seduhan kopi hangat ini membuat gigil tubuhku menjadi hangat kembali.

Dinginnya semesta beraduk dengan indahnya cahaya fajar pagi ditambah oleh secangkir kopi di atas awan menatap langit menghadap luasnya semesta tak terbatas aku menyadari.

"Cukup" kataku.

Lensa mataku menatap seluruh penguhujung semesta yang terlihat dari atap awan.

Terlihat kecil namun tak berbeasar diri. Indah namun tak hancur diri, jauh namun slalu ingin menjadi jalan tuk kembali pulang.

Aku menyadari betapa hancurnya aku, bila terus menerus dalam lingkar luka.

Yang sudah pasti jawabannya adalah sendu.

Apalah arti aku yang tak mungkin merubahmu yang sudah menjadi jalanan berbatu yang malas kujajaki. itu adalah suatu kerugian terbesar yang aku punya tanpa kusadari.

Tujuh belas tahunku, terimakasih kado terindahmu. 

Lucunya ternyata bukan hanya aku satu satunya tempatmu untuk berpulang. Dan tempat untuk memecahkan celengan rindu.

Aku terjerat oleh suasana yang mencengkam tujuh belas tahunku yang begitu unik. Aku tak tau apa katamu itu sungguh2 berarti?

Kemanakah aku harus beradu dengan hati yang sudah semakin legam?

Haruskah aku terjun bebas dari atap awan ini ?? mengapa harus terjun?,

Aku lebih suka membebaskan diri, dan keluar dari lingkar luka.?

Sudah, terimakasih atas lingkar luka yang selama ini kau cipta, dan terimakasih pula kado untukku.

Ini adalah kado yang tak pernah akan ku lupa sepanjang hidupku. Teruslah bahagia, jangan khawatir. Aku akan melanjutkan langkah saya.

Titik NolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang