Kasih tahu kalo ada typo!
***
Clarisa menutup wajahnya di meja. Ia ingin menangis saat ini juga. Setibanya di kelas tadi, ia mendapati Bima mengirim beberapa video kepadanya. Video yang berlatarkan parkiran sekolah itu hanya terisi dua orang tengah melakukan pembicaraan. Sekarang ia tau semuanya, apa yang sebenarnya terjadi. Ingin marah, tapi kepada siapa dia melampiaskan kekesalannya. Setelah mengirimkan semua video itu, Bima menjelaskan jika Rio pasti belum memulai pembicaraan dengannya. Alhasil, pemuda itu inisiatif sendiri untuk mengirimkannya. Cowok itu juga menjelaskan jika kejadian itu terjadi sepulang sekolah kemarin.
"Hey, ada apa?"
Clarisa menegakkan tubuhnya. Menatap sosok Abraham yang kini tengah menatapnya khawatir. Ia tersenyum kecil kemudian menggeleng. Meskipun tampak sedikit ragu dengan jawaban Clarisa, cowok itu pada akhirnya memilih untuk pergi ke bangkunya. Pada akhirnya setelah kepergian pemuda itu, Clarisa kembali menaruh kepalanya di meja. Ia akan memberi tau Cika tentang ini semua.
Pikirannya tentang video yang dikirim oleh Bima terus terngiang-ngiang di kepalanya. Bagaimana cowok itu bersikap kepada Jessy dan bagaimana Jessy bersikap kepada Rio. Jujur, ia sedikit cemburu setelah melihat cowok itu merengkuh tubuh Jessy dengan erat, tapi ia tidak bisa apa-apa.
"Ris, ini beneran?"
Clarisa langsung mendongak kemudian menegakkan tubuhnya. Ia menatap Cika yang datang dengan napas terengah-engah. Ia mengernyit, ada apa dengan kawannya itu sampai berlari ke kelas padahal bel masuk yang akan berbunyi masih lama. Ia kemudian berdiri dan menarik Cika untuk duduk di sampingnya lalu menyuruh sahabatnya itu untuk mengatur napasnya.
"Lo udah tau ini belum?"
Clarisa mengambil alih ponsel Cika. Ia kemudian mengembalikannya setelah melihat apa yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. "Udah tau, itu dari Bima, kan?"
Cika mengangguk cepat kemudian mulut gadis itu mulai bergerak komat-kamit mencaci-maki perbuatan Jessy. Untungnya gadis itu tidak mengeluarkan suara cemrengnya sehingga tidak membuat teman-temannya yang sudah tiba di kelas tidak sampai mendengar suara misuh-misuh Cika. Meskipun demikian, Clarisa benar-benar senang atas perhatian yang sahabatnya itu berikan. Tolong ingatkan dia untuk menghasut mamanya memasukkan nama Cika ke dalam list mantu idaman.
"Iya, tadi baru aja gue lihat. Menurut lo gimana?"
"Gue bohong banget kalo bilang 'nggak papa', Cik."
Cika terdiam. Tangannya kemudian meraih tangan Clarisa dan digenggamnya lembut. Matanya menatap ke arah manik gadis di sampingnya. Ia tau ada luka di sana. Memaafkan seseorang itu memang sulit, kita tidak bisa memaksa. Hanya saja Cika berpikir jika Clarisa tidak sampai hati akan memarahi Jessy dan berusaha mempermalukan gadis itu.
"Rio udah ngomong apa-apa gitu sama lo?"
Clarisa menggeleng. "Nggak ada ngomong dia. Cik, kalo seumpama nanti Jessy tiba-tiba datang terus minta maaf, gue balesnya gimana?"
Cika membasahi bibirnya, bingung harus menjawab. "Lo nggak bakalan marah-marah kan ke dia?"
"Ya nggaklah, gila aja."
***
Clarisa menyuruh Cika untuk pergi ke kantin lebih dulu. Sudah sedari tadi ia menahan untuk buang air kecil. Namun, karena jam istirahat tinggal sekitar 5 menit untuk berbunyi, ia mengabaikan panggilan alamnya dan memutuskan untuk tidak pergi lebih dulu. Meskipun ia tau jika hal-hal macam ini cukup berbahaya untuk kesehatan jika sampai dilakukan secara berulang-ulang, tapi Clarisa mengabaikannya. Ia memilih untuk menunggu, toh tidak begitu lama. Padahal jika sampai Ciko—kakaknya—tau hal ini, pasti ia akan diceramahi panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLARIO✔️
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TAMAT Dulu pernah berjudul: • Playboy Vs Playgirl • QUANDO *** Dia Rio. Laki-laki dengan wajah yang tampan. Perempuan mana yang tidak mau menjadi pacar seorang Rio Mahesa? Pria yang memiliki wajah yang sangat sempurna...