Prolog

87 2 5
                                    

Irama romantis terlantun dari lembar-lembar senar biola. Lilin bercahaya. Hangat buat siapa pun terpukau mengamati desah api kecilnya.

Bintang yang terlihat dari sini, berkedip memainkan detak jantung membara. Malam ini indah. Sesungguhnya indah.

"Sayang, maukah kamu menikah dengan saya?"

Seorang pria berlutut, kotak perhiasan berisi cincin sebagai simbol kesungguhan, melengkapi niatnya yang suci.

Restoran mewah ini kemudian hening. Terdiam mereka ikut berdebar untuk menyaksikan.

"Ya, saya mau menikah denganmu."

Gemuruh tepuk tangan menggema, nyaringnya ramaikan suasana. Meriah. Mungkin si pria tidak lagi merasa gelisah.

Wanita yang berdiri di hadapannya, telah menerima, memberi keputusan bahagia, mungkin untuk selamanya berbahagia.

Malam ini memang malam minggu. Dan wanita itu bukan aku. Pria itu juga bukan seseorang yang khusus mencintaiku.

Aku hanya sedikit pilu. Banyak pasangan di restoran ini bermalam minggu. Mereka merdu, lantunkan lagu-lagu tiada sendu.

Sementara aku, bersama rekan kerja makan malam di sini. Bukan untuk pribadi, malah urusan perusahaan.

Berilir-ilir darahku semilir. Menggelitik sadar, lama juga aku tidak bermalam minggu. 

Malam Minggu Untuk Jingga [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now