Aku dan diriku.

24 2 0
                                    

Ibukota tidak pernah menciptakan keheningan dengan amat. Lalu lalang kendaraan yang menciptakan dua polusi, polusi udara dan polusi suara memicu langkahku tergesa untuk menuju suatu tempat.

Kehilangan arah. Padahal kemarin baru kutemui dia di ujung jalan, bertengger dan meminta pertolongan. Kubantu dan kurawat hingga besar. Sampai akhirnya ia menjadi ganas dan berupaya untuk menghancurkanku. Kutemui ia pada tumpukan perasaan bekas pada gudang luka di dalam ruang hati. Ternyata ia masih bersemayam di sana setelah sekian lama tidak terpakai dan ditaruh di gudang. Dan kau tahu siapa dia yang kumaksud?

Adalah perasaanku yang sekarang ini tumbuh membesar terhadapmu. Namun bodoh, aku berjibaku dengan diriku sendiri. Membohongi segalanya dan mencoba menjadi yang lain. Sekalipun begitu, aku tetap merasa inilah aku dan diriku. Yang mengelupas, yang seperti bawang bombay, lepas satu lapis timbul lapis lain begitu seterusnya sampai mengecil.

Ini aku dan diriku, yang terdiri dari beberapa lapisan pribadi, sikap dan segalanya yang aneh-aneh. Yang terkadang membuat orang ikut merasakan dukaku, bukan sukaku. Ikut merasakan penderitaanku, bukan kebahagiaanku. Terkadang aku membanggakan diri sekaligus menangisi diri. Sebenarnya siapa aku?

Garis lintas zaman begitu cepat melesat menembus perbatasan waktu masa lalu dan sekarang, aku menunggu detik-detik pengampunan yang selama ini aku lupakan karena aku berlari terlalu jauh dari-Mu.

Pada lapisan yang terdapat di diriku yang lain, aku ingin berlari menerjang segala murka yang terjadi pada manusia untuk kuubah menjadi rasa bahagia, namun apa daya, aku benar-benar tidak berdaya. Pada lapisan lain yang ada di diriku, aku mencoba mematahkan dogma pikiranku sendiri atas diagnosis yang kualami bertahun-tahun. Dan aku berpikir, apakah pantas diri seperti ini mendapatkan pasangan? Toh, bukankah aku sudah menemukan pasanganku sendiri? Yaitu diriku terkasih, tersayang dan tercinta.

Di beberapa bagian aku membutuhkan telinga manusia lain untuk mendengarkan cuap-cuapku. Namun pada kenyataannya aku hanya butuh diriku sendiri untuk sama-sama bercinta di dalam kelambu remang kekasih sang malam.

Perlu kau tahu, aku manusia, kau manusia, kita semua manusia, namun rasa cinta, kepercayaan dan segalanya yang berkaitan tentang  perasaanku tidak berlabuh kepada manusia. Andai aku hidup dalam dunia fantasi, aku ingin menjelma menjadi bunga atau barangkali seekor serangga yang memiliki sayap.
Dan mengapa. Aku terus bertanya-tanya kenapa. Sebuah pilihan yang menurutku bisa kujalani justru membuat orang-orang di sekitarku merasakan kesusahan dan penderitaan. Sebenarnya aku dilahirkan untuk apa dan mengapa. Apa ini yang namanya split of identity?

Tapi, inilah aku dan diriku.

MOZAICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang