23

11.1K 859 53
                                    

Lucy mengulang aktivitasnya seperti saat liburan di rumah keluarga De Groot beberapa bulan sebelumnya. Gadis itu tidak menyangka bahwa dia mengunjungi Amsterdam dua kali dalam beberapa bulan. Benar-benar sebuah keberuntungan yang tak mungkin dia lewatkan.

Setelah berbincang-bincang sejenak dengan Jap maupun Bantje, Lucy memutuskan untuk pergi ke Rotterdam dengan menggunakan sarana transportasi umum. Banyak tempat menarik di kota terbesar kedua di Belanda tersebut yang ingin dia kunjungi. Dalam cuaca dingin dan angina yang bertiup kencang, Lucy menuju ke stasiun kereta yang akan membawanya ke pusat kota pelabuhan tersebut.

Fraam meneleponnya ketika dia sedang berada di kereta. Mengatakan kalau dia akan terlambat untuk makan malam, yang dijawab Lucy bahwa dia akan menunggunya pulang semalam apapun. Lucy baru saja menutup ponselnya ketika tahu-tahu pesan Fraam muncul lagi.

Omong-omong sayang, sedang berada di manakah kau?

Lucy mengerutkan kening sejenak. Lalu tersenyum geli sambil mengetik.

Aku dalam perjalanan ke Rotterdam.

Karena harus kembali sebelum makan malam, maka Lucy harus menahan diri untuk tidak mengunjungi teater, meskipun ingin. Gadis itu hanya berjalan-jalan di sekitar Kruiskade. Melihat-lihat toko dan makan siang di salah satu restoran yang banyak bertebaran di sepanjang pusat pertokoan tersebut. Sebelum kembali, Lucy singgah dulu di salah satu café, menunggu senja tiba.

Lucy tiba di rumah Fraam sebelum waktu makan malam. Sambil menunggu kepulangan pria itu, Lucy memutuskan untuk mandi berendam. Dan dia baru keluar dari bathtub ketika pintu kamarnya diketuk. Sepertinya Bantje. Karena tadi dia berpesan pada wanita itu agar memberitahunya bila Fraam pulang.

Hanya dengan mengenakan mantel mandi dan rambut yang masih basah, Lucy membuka pintu, dan terkejut mendapati Fraam telah berdiri di sana.

"Fraam ...."

"Lucy ...." Fraam tertegun menatap Lucy. Tetapi pria itu hanya diam sesaat, karena berikutnya, dengan mantap, tangannya meraih hendel pintu dan membukanya lebih lebar agar dia bisa menyelinap masuk. "Aku baru pulang. Makan malam sudah disiapkan," kata Fraam setelah menutup pintu.

"Ehm ... aku akan berpakaian dulu," kata Lucy gugup. Belum pernah sekalipun dia mengalami situasi secanggung ini.

"Aku akan menunggu," sahut Fraam sambil berjalan menuju ke tempat tidur dan duduk di tepinya.

Lucy mengumpat-umpat dalam hati. Namun dia tidak mau membahas masalah ini secara frontal. Fraam sedang menginvasi ruang pribadinya, dengan kemaskulinan bar-bar yang memang cocok untuk pria-pria kuno sepertinya. Namun Lucy akan menghadapinya dengan caranya sendiri.

Dengan berusaha tetap berkepala dingin dan santai Lucy membuka lemari, tempat baju-bajunya yang tak seberapa telah di tata oleh Bantje. Lucy mengambil apa yang dia butuhkan dan masuk kembali ke kamar mandi. Gadis itu baru keluar setelah mengenakan celana panjang ketat dari bahan rajut yang hangat, serta atasan berupa sweter berleher bulat yang panjangnya tepat di bawah pinggangnya.

Melihat Lucy berjalan menuju meja rias untuk mengambil pengering rambut, Fraam pun bangkit dan melangkah mendekat. "Kubantu mengeringkan rambutmu," kata pria itu dengan suara parau.

Lucy tidak menjawab. Namun dia juga tidak menolak ketika Fraam mendorongnya untuk duduk di kursi menghadap cermin. Pria itu mengambil pengering rambut, setelah menyalakannya, dengan jemarinya yang maskulin, menyibak helai-helai rambut Lucy.

"Rambutmu telah menyita perhatianku, sejak pertama bertemu," katanya dengan suara berat.

Sesekali mereka berpandangan melalui cermin. Intensitas seksual di antara mereka begitu kuat. Hingga masing-masing berusaha menahan diri sekuat tenaga agar tidak berbicara lebih dari seharusnya. Sentuhan tangan Fraam di kulit kepala Lucy seolah mengirim aliran listrik yang sanggup menimbulkan gelenyar halus di bagian belakang leher gadis itu.

Run To You (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang