Catorce

537 88 72
                                    

Jika berpikir bahwa Changbin merasa takut dan berharap untuk bisa kabur dari kekangan Minho, itu semua tidak benar. Ia tidak berusaha untuk pergi kemanapun, untuk saat ini Ia ingin bersama Minho. Ia ingin menebus kesalahan yang bahkan tak pernah Ia lakukan, walaupun begitu Changbin tetap saja merasa bersalah. Menurutnya, Minho berubah karena dirinya. Ia lah penyebab segala sesuatunya, Ia pula yang melukai Minho terlalu banyak, setidaknya itulah yang Changbin pikirkan.

Lalu, apakah Changbin tidak memikirkan Hyunjin? Tentu saja ya, bagaimana mungkin Ia tidak memikirkan Ayah dari anak-anaknya. Ia begitu merindukan Hyunjin, namun untuk sekarang menurutnya lebih baik seperti ini. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Hyunjin, karena Minho bukanlah Minho yang Ia kenal.

"Kak, aku punya permintaan..," ujarnya ketika menyantap makan siangnya, tentu saja di dalam kamar. Sudah dua hari ia terkurung di kamar ini, ah bukan. Lebih tepatnya penjara mungkin.

Minho yang sedang membaca berkas-berkas yang tak Changbin ketahui apa itu mendongak "kamu nggak dalam posisi bisa minta apapun sesuka hati kamu Bin,"

"Satu kali ini aja kak, aku nggak minta aneh-aneh kok," ujarnya lagi. Minho mendengarkan.

"Bisa nggak kamar ini nggak ditutup kayak sebelumnya? Aku gak bakalan kabur kok, lagian kabur pun aku gak tau mau kemana. Seenggaknya biarin aku nyaman disini kak, aku cuma pengen liat pemandangan di tempat ini aja kok. Dari jendela," pintanya, tidak ada ekspresi berarti yang Changbin tunjukkan. Namun Ia bisa menjamin perkataannya.

Minho tampak menghela nafas, ia meletakkan kertas-kertas yang tadi ia baca "kalo kamu bohong, gimana?,"

Changbin mengangkat garpu yang ia pegang, lalu ia arahkan pada lehernya. Lalu menekan ujung garpu tersebut pada kulit lehernya. Minho menautkan alisnya.

"I will stab my neck. Or do you want to do it for me?," Minho bangkit, ia lalu menghampiri Changbin yang duduk di ranjang, masih memandangnya.

Minho menggenggam tangan Changbin yang mencengkram garpu itu, ia menundukkan tubuhnya sejajar dengan Changbin.

"Daripada nyawa, gimana kalo kamu pertaruhin hati kamu buat kakak?," Minho itu bodoh. Ia sudah tahu jelas apa jawabannya, namun selalu saja bertanya hal yang sama.

"Aku gak bisa kak," final, itulah akhirnya. Ia memang tidak akan pernah bisa menempatkan dirinya di hati Changbin. Semua ruangnya telah diisi oleh Hyunjin, maka dari itu Minho mencoba merampasnya. Dengan cara yang paling bodoh demi apapun.

Minho menyingkirkan garpu yang menempel di leher Changbin, lalu menundukkan kepalanya untuk mencium leher Changbin.

'Cup'

"Jangan lukain diri kamu," ia mengangkat kepalanya, lalu mengusak surai legam beraroma manis itu.

Setelahnya, ia segera berbalik untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut. Changbin memperhatikan Minho yang berjalan keluar ruangan. Sebuah senyuman terulas begitu tipis kala Minho keluar dari ruangan tersebut tanpa menutup semua pintu dan jendela seperti sebelumnya. Ia hanya terdengar mengunci pintu kamar dari luar.

💧


Di ruangan lain rumah itu, seseorang tengah mengamati monitor dihadapannya dengan seksama. Ia layaknya tengah menonton film hitam putih, tak ada apapun yang bisa ia dengar. Namun hanya dengan melihat saja, ia bisa menyimpulkan apa yang tengah terjadi.

"Gue kira, misi kita sepele. Ternyata, enggak," komentar dari rekannya itu membuat fokusnya buyar, ia dengan canggung berdehem karena menyadari terlalu fokus dengan apa yang ia lihat.

"Cinta itu rumit, bahkan lebih rumit dari rumus phytagoras," sang rekan mendelik heran akan perkataannya, karena ia jarang sekali mengatakan hal seperti itu.

"Minho itu bukannya cinta, dia itu terobsesi. Dan karena itu, Changbin yang harus nanggung semuanya," rekannya yang lain - Jackson -  masuk ke dalam ruangan tersebut, membawa dua cangkir kopi juga dua cup mie instan. Lalu memberikan pada dua orang tersebut, Jungkook dan Mark.

"Jadi namanya Changbin? Kok lo kenal?," Jungkook menerima kopi juga mie instan yang dibawa Jackson, begitupun Mark.

"Dia itu mantannya istri gue. Dia juga dateng pas nikahan gue, sama suaminya,"

"Udah nikah?!" Mark ikut menimpali, ia sendiripun penasaran. Padahal ia bukan tipe orang yang suka bergosip.

"Udah, belum ada 5 bulan mereka nikah," mata Jungkook kembali pada layar monitor dihadapannya, menampakkan seorang pemuda tengah terdiam di ranjangnya. Matanya tampak memasang keluar jendela yang kini sudah tak tertutup lagi, namun pandangan mata itu kosong.

"Suaminya gimana?," Tanya Jungkook lagi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitor.

"Gue gak tau, tapi gue yakin dia sekarang lagi cari cara buat nemuin istri sama calon anaknya," Mark sukses tersedak mie instan yang ia makan ketika mendengar perkataan Jackson soal anak, begitupun Jungkook yang tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Calon anak? Changbin hamil maksud lo?," Dan Jackson mengangguk atas pertanyaan Jungkook.

"Gue punya firasat tempat ini nggak lama lagi bakalan jadi incaran polisi, apa gue bilang! Inituh bukan misi sepele,"komentar Mark lagi sambil terus memakan mie nya nikmat. Tak terlihat raut ketakutan atau khawatir di wajahnya walaupun ia berkata seperti itu

Jungkook? Ia bahkan tak dapat berkomentar apapun. Selama 26 tahun hidupnya, ia tidak pernah berada dititik yang sama seperti Minho. Ya ia lakukan hanyalah mengikuti kencan buta dengan wanita-wanita cantik dan setelahnya berakhir begitu saja tanpa kemajuan apapun. Jungkook tidak pernah merasakan cinta yang sebenarnya, ia tak tahu apakah yang dilakukan Minho itu benar atau salah. Namun, ia tahu alasan kenapa Minho begitu 'menggilai' pemuda bernama Changbin itu. Lebih tepatnya, ia baru menyadarinya.

💧

Ia menjambak rambutnya frustasi, matanya memerah antara marah dan bersedih. Ia tidak peduli dengan orang yang tengah mengajaknya berbicara, yang ada di kepalanya hanyalah si kesayangan yang kini entah dimana keberadaannya.

"Aku harus ke Jepang! Aku gak bisa diem gini terus," putusnya final, ia jengah dan gelisah sekarang.

"Jangan gegabah jin, kita cari tau dulu dimana Minho bawa Changbin," Ayah Hyunjin, mencoba menenangkan putranya yang tampak kacau itu. Tak pernah Ia lihat Hyunjin sekacau ini sebelumnya.

"Dengan duduk kayak orang bodoh disini? Enggak, Pa! Kita nggak tau apa yang dilakuin Minho ke Changbin sekarang. Aku gak bisa nunggu lebih lama!," Chan yang berada di samping Hyunjin mencoba menenangkan pemuda tersebut, begitupun Ayah Changbin yang ikut hadir disana.

"Jin, kamu harus tenang. Untuk sekarang kita percayakan dulu pihak kepolisian, mereka pasti bakalan bisa nemuin Changbin secepat mungkin," Chan pun tak jauh kacaunya dengan Hyunjin, namun Ia tak mungkin ikut terpuruk. Setidaknya saat ini, ia yang harus menyemangati Hyunjin.

"Tapi aku gak bisa diem gini doang, Yah. Anak aku gimana? Istri aku gimana? Aku gak bakalan tenang sebelum bisa nemuin mereka," Hyunjin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, suaranya parau menahan isakan yang dengan kurang ajar memaksa untuk keluar.

Jika Hyunjin tahu akan jadi seperti ini pada akhirnya, ia tidak akan pernah menyetujui Changbin untuk membawa Minho kembali. Ia tidak akan pernah menyetujui Changbin untuk berangkat ke Jepang sendirian. Dan, ia merasa menyesal pernah percaya pada Minho. Si brengsek itu kini bahkan telah mengambil miliknya. Yang seharusnya tidak ada siapapun yang boleh menyentuh, apalagi mengambil alih dari dirinya.

Hyunjin bersumpah, Ia akan memenggal kepala Minho jika berani melukai Changbin. Walaupun hanya luka setitik debu ia dapati di tubuh Changbin, Hyunjin berjanji akan membunuh sang mantan 'kakak' nya itu. Dan ia memastikan hal itu akan terjadi, secepatnya. 

-To Be Continued-

Maaf, aku lupa waktu itu mau double up :') akan aku usahan lebih sering update. Karena saya tau menunggu lama itu ngebosenin, bahkan sering update pun ngebosenin :').

Enjoy it! :')
Maafkan typo dan segala kekurangan nya ya gan :')

[3]Lo Siento (COMPLETE) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang