Kota wellington sangat ramai di malam hari, lampu warna warni menghiasi jalan utama kota. Banyak pedagang menjajakan jajanan khas daerah mereka masing". Anak-anak kecil berlarian memegang kembang api. Seluruh masyarakat berkumpul dijalan utama berkumpul merayakan ulang tahun kota kecil itu. Tak jauh dari keramaian terlihat bangunan kastil besar yang terlihat tidak cocok dengan lingkungan sekitarnya. Suasana suram mengilingi kastil itu, walaupun terlihat megah tidak ada warga yang berani mendekat disana. Perasaan menindas disekitar kastil membuat warga secara tidak sadar menghindari lewat disekitar kastil dan memilih jalan memutar. Dikoridor kastil cahaya bulan menyinari kastil jendela kaca. Cahaya itu memantul dengan sempurna membuat seisi ruangan gelap dapat dilihat. Seorang wanita tua mengenakan pakaian pelayan berjalan dengan tenang melewati koridor dan menuju lantai 2 kastil. Wajahnya tenang tanpa ekspresi terlihat dia sudah terbiasa melewati koridor gelap dan sunyi itu. Langkah kakinya melambat saat mencapai pintu utama di lantai 2 ditangannya terdapat nampan berisi potongan apel merah yang terlihat aneh. Apel itu sangat merah bahkan dagingnya pun merah seolah" telah direndam kedalam darah. Tangan pelayan itu mengetuk pintu utama sebanyak 3 kali kemudian tanpa menunggu jawaban didalam dia langsung membuka pintu itu. Ruangan bernuansa merah glamor terlihat sangat kontraks dengan bagian luar kamar. Di dekat jendela kaca terlihat seorang wanita sedang berdiri tanpa bergerak. Kulit Wajah itu begitu pucat tapi memiliki kecantikan yang mencengankan. Mata berwarna biru savir begitu murni tanpa emosi dapat membuat setiap orang yang menatapnya tenggelam seketika dalam tatapannya. Rambut coklatnya terurai menutupi punggung rampingnya. Kemurnian yang terpancar sangat bertolak belakang dengan gaun merah api yang dikenakannya..
Tatapan pelayan tua melembut melihat nona nya bangun. Dia berjalan menuju meja di ujung ranjang dan meletakan buah itu kemudian berdiri dan membungkuk hormat pada nona yang masih memunggunginya.
" nona.. Apakah nona butuh sesuatu? ". Suara lembut pelayan tua terdengar pandangnnya menunduk tidak berani menatap wajah cantik itu.
"tidak..
Ana masih melihat keramaian diluar dengan tatapan kosong. Kemudian dia menunduk berbalik menuju sofa merah yang ada di ujung ruangan dekat perapian. Dia terduduk lesu tangannya menopang dagu runcing itu. Pandangannya mengarah ke pelayan tua menatapnya dengan dingin.
Meluhat tatapan nonanya pelayan itu mengerti dan mengambil kembali nampan yang berisi apel dan menaruhnya di meja kecil didekat perapian.
Tangan ramping mengambil sepotong apel dan mengunyahnya perlahan tindakannya sangat anggun dan teratur seperti bangsawan yang telah dilatih dari bayi.
Aura dingin yang dipancarakan sedikit melembut setelah memakan apel merah."bagaimana? " suara ana begitu tipis seperti tidak bertanya dan hanya bergumam
Pelayan itu paham dan meraba sakunya mengambil benda kotak yang terlihat tidak menarik sama sekali.
" adbert mengrimnya sore tadi. . Nona, kotak ini sepertinya terkunci saya masih tidak dapat membukanya"
Dengan ragu pelayan tua meletakkan benda kotak di meja kecil. Dia memandang nonanya dengan heran. Saya tidak tau apa yang menarik dari kotak itu sehingga nona bersikeras merebutnya dari arkeolog liam. Bahkan dengan santai memberikan semua persyaratan tidak masuk akal dari tuan serakah itu.Ana masih menundukkan pandangnnya tak ada emosi yang terlihat diwajahnya. Terlihat terlalu tenang bahkan setelah melihat benda itu seolah dia bukan orang yang mengeluarkan uang banyak setelah membelinya.
" keluar"
Pelayan tua membungkuk hormat dan dengan tenang keluar ruangan meninggalkan ana sendirian.
Ruangan itu kembali sunyi, Ana masih menunduk tak bergerak. 30 menit berlalu.. Ana mengalihkan pandangannya pada kotak itu. mengambil nya, pandangannya terlihat fokus melihat bagian tengah kotak yang terdapat batu rubi merah runcing, terlihat sangat indah ketika terkena cahaya. Disekeliling rubi terdapat ukiran dan pola aneh yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Jika pelayan itu mengetahui ana hanya tertarik pada rubi merah di tengah kotak. Dia pasti akan sangat frustasi. Kecintaan nonanya akan warna merah telah melampau level extrim.Jari lentik itu mengusap batu di tengah kotak jarinya terasa kesemutan seperti tergores benda tajam dan setetes darah seketika membasahi rubi merah itu. Ana mengabaikan perubahan aneh yang terjadi pada pola di kotak setelah darahnya menetes,matanya teralihkan ke jari kirinya yang kini masih meneteskan darah.
"merah..." ana tak merasakan apa" warna darah itu terlalu merah dan gelap. Mata biru itu berkilau terlihat lebih hidup dari sebelumnya.
Benda kotak itu tiba" bercahaya sangat terang menerangi seluruh ruangan. Ana menyipitkan matanya dia berusaha melihat kotak ditangannya tapi kesadarannya semakin berkurang dan akhirnya kegelapan menghilangkan kesadarannya kotak yang ada ditangannya meredup dan perlahan menghilang dari tangan ana dan berubah menjadi cahaya kecil yang perlahan melayang dan memasuki tubuh ana yang tak sadarkan diri.
Ana tak tau jika benda yang dia beli dengan santai akan mengubah pandangannya tentang dunia ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Canvia La Teva Vida
RandomRiana telah melihat banyak hal melalui benda persegi di depannya. Dia melihat banyak aktivitas dan emosi dalam setiap orang di balik layar. Mencoba membaca setiap emosi tapi tak satupun yang dapat dia tiru. Kekosongan terbesar membuatnya bosan menj...