Chapter 21

13.2K 1.4K 72
                                    

“selamat pagi setengah subuh” sapaku kepada tim marketing yang sedang siap-siap memasukan segala bahan untuk penyuluhan

Kalau ditanya sebesar apa loyalitasmu untuk rumah sakit? Aku akan mengatakan pernah kah kau datang ke RS dijam 5 subuh untuk acara RS, karena aku sangat sering datang subuh menjelang pagi hanya karena berlombaan dengan karyawan garmen untuk menghindari macet

Aku diberitahu ardi untuk berkumpul diparkiran RS, kami akan berangkat ke puskesmas untuk penyuluhan jam 6 pagi mengingat jarak dari RS menuju puskesmas ditempuh 2 jam perjalanan.

Inilah alasan kenapa aku sudah nongkrong di parkiran RS di jam setengah 6 subuh sambil nyemil gorengan

“pagi ra” sapa Ardi

kulihat meinar yang sedang berdiri dengan kedua tangan di pinggang

“jangan deket-deket ra si nenek sihir lagi buas, lo bisa aja nanti dikutuk jadi batu” Ardi menjelaskan seakan tahu aku akan bertanya

“lo pikir gue si Malin Kundang, kenapa sih udah marah-marah aja ?”

“lo gak tau?” tanyanya menyelidik

“emang apa yang harus gue tahu?”

“dokter dipta gak akan ikut mobil RS, dia mau bawa mobil sendiri katanya, lo gak tau?”

Aku menggeleng “oh bagus dong biar mobil kosong, terus apa hubungannya sama meinar yang marah-marah?” tanyaku lagi

“menurut lo kalau dokter dipta gak semobil sama si nenek sihir gimana? nenek sihir gak ada kerjaan dong, gak bisa mepet-mepet dokter dipta”

Bukan rahasia lagi meinar yang selalu mendekati dokter dipta, satu RS-pun sudah tahu kalau meinar mengejar-ngejar dokter dipta dengan terang-terangan

“kan bisa mepet-mepet lo” aku menaik turunkan alisku

“gue sih mau, meinarnya yang gak mau sama gue”

“miris” sambilku geleng-gelengkan kepala

“lo semobil sama dokter dipta” meinar yang sudah didepanku berkata menatapku tidak suka

Gorengan yang aku baru telan seakan nyangkut ditenggorokan tak bisa ku telan
“loh ko gue ?!” kataku masih berusaha menelan gorengan yang masih berasa mengganjal dengan wajah horor menatap meinar

“kalau dokter dipta gak minta lo, gue juga maunya gue kali.” meinar memutar bola matanya dan berbalik meninggalkan aku yang masih mematung tidak mengerti

Nenek lampir salahnya gue apa? Pengen banget itu matanya gue kasih cabe domba biar merah merona?!

“Ar, gimana maksudnya gue gak paham?” aku melirik ardi yang senyum-senyum melihat mukaku yang kelewat datar

“dokter dipta tadi ngomong sama meinar katanya mau bawa mobil saja soalnya pulangnya mau langsung ada acara dan minta lo semobil bareng dia karena lo sudah tahu puskesmasnya, terus meinar bilang gini ‘dok sama saya saja? Saya sudah hapal diluar kepala juga’ terus dokter dipta bilang gini ‘ada yang saya mau diskusiin sama ramania’ gitu ra” jelasnya panjang sepanajang jalan kenangan

“siapa bilang gue tahu puskesamsnya?!” bentakku kepada ardi saking kesalnya

“dokter dipta bilang gitu ra..” jawab ardi sambil bingung

“gimana gue bisa tahu gue kan gak ikut survey puskesma...” mampus aku kemaren pesen ke teh Aya mau survey puskesmas, inisih namanya azab berbohong sungguh nyata “Ar gimana dong gue gak tahu tempatnya, lo aja yang bareng sama dokter dipta deh, ya ?” rayuku dengan setangah memohon

CITO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang