1⃣4⃣

1.7K 400 103
                                    

✈✈✈

"Sejak kapan?"



Mereka yang sedang berkumpul di depan kamar pasien terlonjak mendengar suara seseorang dari dalam, Jihoon dan Daehwi menjadi orang terdepan yang mengintip lewat celah kaca pada pintu. Dilihat dengan mata kepala mereka masing-masing, Woojin sedang berteriak frustasi sementara Hyungseob tertunduk takut. Jelas sekali mereka sedang bertengkar.





"Astaga! Apalagi ini!?" Woojin membentak frustasi.




Sebelum terjadi pertikaian yang lebih serius, Daehwi segera menggeser pintu yang menghalangi mereka.

"Apa maksudmu berteriak begitu, hitam!?" Ucap Daehwi emosi.

Kedua objek yang menjadi perhatian mereka menoleh karena terkejut, terutama Hyungseob yang baru tahu kalau kedua orang tua Woojin juga ada di sini.

Tuan Park menepuk bahu keponakannya itu, mengingatkan Daehwi untuk menjaga nada bicaranya karena mereka sedang di rumah sakit.

"Ada suatu masalah, nak Woojin?" Tanya Tuan Ahn sedikit tegas. Ayah mana yang terima kalau anaknya dibentak orang lain ketika sedang terbaring sakit? Bukan Tuan Ahn tentunya.



"Apa hanya aku yang baru tahu tentang hal ini?"

"Apa maksudmu?" Balas Jihoon.

"Hyungseob hamil! Apa aku yang terakhir tau di sini?!" Tanya Woojin membentak.

"Park Woojin, jaga bicaramu. Kita sedang di rumah sakit." Tegas Tuan Park.

Nyonya Park mendekati si calon ayah, mengelus lengannya dengan lembut menyalurkan ketenangan. "Kita sedang di rumah sakit, tidak baik bila membentak." Ujar Nyonya Park lembut.

"Bukan maksud kami menyembunyikannya darimu, tapi itu kau tidak bisa dihubungi, Woojin. Kami ingin memberitahumu, tapi tidak tahu bagaimana caranya." Lanjutnya.

"Lalu kenapa Hyungseob tidak memberitahu?" Woojin menoleh pada kekasihnya yang kembali menunduk. "Kala itu, berbulan-bulan yang lalu. Atau lebih tepatnya saat kau tahu bahwa kau hamil, kenapa kau merahasiakan hasil tes darahmu dan bersikeras ingin mengatakannya langsung? Padahal kau bisa memberitahuku lewat telfon. Kau sendiri tahu kalau bisa saja aku tidak akan pernah pulang."

"Woojin, tidak perlu menyalahkan Hyungseob," Nyonya Ahn berujar, "kau tidak tau bagaimana sulitnya ia harus menjaga kandungannya sendirian tanpa pengawasan." Lanjutnya.

"Justru karena itu," Woojin menggeram dan melepas paksa dasi seragamnya yang terasa mencekik.

Merasa si bungsu dilanda amarah, Nyonya Park kembali mengelus lengannya lagi. "Kau harus tenang, nak. Tarik nafas dan duduklah dulu." Setelah membenarkan posisi kursi yang sempat terjatuh, Nyonya Park mendudukan Woojin. Kemudian mengamit tangan Woojin untuk menggenggan tangan Hyungseob yang sedikit gemetar.

"Sekarang katakan maaf pada Hyungseobie dan yang lainnya, kau sudah membentak mereka." Ujar Nyonya Park kembali.

Woojin terdiam sebentar,kemudian menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Pria berusia 30 tahun itu mengelus punggung tangan kekasihnya dan memandang objek yang tidak lagi menunduk namun belum berani beradu pandang dengannya. "Maafkan aku, dear. Aku tidak bermaksud." Ucap Woojin kemudian mengecup tangan mungil digenggamannya.

[√] Mr. Airplane; JinSeobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang