Sagara sedang menyikat lantai toilet, Nando mengelap cermin di toilet, sedangkan Fauzi menguras air di dalam ember. Lalu, apa yang dikerjakan oleh Darren dan Kibo? Entahlah. Mereka berdua ada di toilet yang berbeda dengan Sagara, Nando, dan Fauzi.
Ya, mereka berlima diberikan hukuman oleh Bu Ningsih untuk membersihkan toilet. Sagara menyiram lantai yang sudah ia sikat tadi dengan air dari dalam bak mandi. Air itu tumpah mengenai celananya.
"Shit!" umpat Sagara.
"Kenapa lo?" Fauzi menyembulkan kepalanya dari bilik toilet yang bersebelahan dengan toilet tempat Sagara berada saat ini.
"Aduh, Ga. Ancur citra lo sebagai kapten basket Cahaya Bangsa. Masa seorang Sagara disuruh nyikat toilet," ujar Nando tanpa menoleh ke arah Sagara dan Fauzi sedikitpun.
"Ah, diem lo, Do." Sagara menaruh sikat yang ia pegang tadi lalu berjalan ke arah Nando yang tengah membersihkan cermin. Sagara mengusapkan kedua telapak tangannya yang basah ke seragam sekolah Nando. Tepatnya di bagian lengan atas sebelah kiri.
"Ga! Lo jorok banget sih," ujar Nando sambil menepuk-nepuk seragamnya yang baru saja beralih fungsi menjadi lap tangan Sagara.
"Yaelah basah dikit doang, lagian juga tangan gue bersih."
"Bersih dari mana orang lo abis nyikat lantai toilet."
Sagara tidak memedulikan ocehan temannya itu, dia justru sibuk membuat cermin di depannya terkena uap udara dari mulutnya lalu mengelapnya dengan telapak tangan. Sagara menyisir rambutnya yang masih sedikit panjang ke arah belakang menggunakan jari tangannya. Ia memperhatikan gaya rambutnya yang sedikit aneh karena ulah gadis bermata teduh tadi. Ia berencana akan merapihkan rambutnya ke barbershop sepulang sekolah nanti.
"Untung rambut kita gak ikut dipotong, Do." Fauzi mengelus-elus puncak kepalanya sendiri.
"Iyalah, kan emang yang salah Saga. Kita mah cuma anak polos yang kehasut dia aja, makanya gak ngerjain PR." Nando menyahut dengan santainya.
"Awas ya lo berdua, gua pecat jadi temen baru tau rasa," ujar Sagara dan hanya dibalas kekehan oleh kedua temannya itu.
Ya, memang hanya Sagara yang dipotong rambutnya. Keempat temannya yang lain hanya menjadi penonton saja. Kenapa begitu? Entahlah. Mungkin Bu Ningsih memiliki dendam kesumat terhadap Sagara.
"Tapi tuh cewek kayaknya anak baru deh, gue belum pernah liat dia." Fauzi kembali membuka kran air lalu membiarkannya agar ember terisi penuh.
"Yoi, gue juga," timpal Nando.
Sagara yang tengah asik bersiul jadi menghentikan kegiatannya. Ia menaruh tangannya di dagu, mencoba mengingat nama gadis cantik tadi. Siapa tadi namanya? Axella? Atau Alleva? Ah, Sagara jadi pusing sendiri.
"Kalo gitu berarti tugas kalian untuk cari tau tuh cewek anak kelas mana," perintah Sagara.
"Siap bos! Kalo ada gue sama Darren mah gampang, pasti dapet informasi tuh cewek," ujar Nando.
Terdengar suara high heels berjalan mendekat ke arah toilet. Itu pasti Bu Ningsih. Sagara heran, Bu Ningsih termasuk guru yang sudah berumur tetapi hobinya memakai sepatu hak tinggi. Tingginya biasanya 5 centi meter. Terkadang Bu Ningsih juga memakai sepatu yang tingginya 10 centi meter. Bukannya apa-apa, Sagara hanya takut guru kesayangannya itu tersandung meja atau keserimpet karena memakai sepatu jinjit tersebut.
Sagara langsung berlari kecil ke tempat ia menyikat lantai toilet tadi. Ia mengambil sikat dan langsung menyikat lantai toiletnya lagi. Bu Ningsih berdiri di depan pintu toilet sambil berkacak pinggang. Melihat Bu Ningsih sedang berdiri di depan pintu, Sagara langsung berpura-pura menyeka keringat yang ada di dahi dan lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (ON GOING)
Teen FictionSagara adalah orang paling beruntung karena terlahir di keluarga yang kaya raya, memiliki wajah tampan, menjabat sebagai kapten basket juga menjadi most wanted. Tapi semua itu tidak ada artinya bagi Sagara. Keluarganya hancur bahkan ayahnya pun bert...