03. Rainfall

2.8K 390 76
                                    

"Lalu, hujan telah jatuh pada permukaan kelopak mata yang lagi tak mampu memandang, mengalir semakin deras di antara dingin yang membalut tubuh ringkihnya."

Pukul tujuh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul tujuh malam. Taehyung menarik napas yang begitu berat saat dinginnya angin malam menusuk permukaan kulitnya yang tak terbalut pakaian hangat. Pemuda itu tak tahu harus melakukan apa. Bahkan hanya sekadar memandang gadis itu pun, rasanya begitu sesak. Ia bahkan tidak mengerti mengapa dirinya harus mendapat takdir sial seperti ini.

Namun, belum genap pikirannya bercokol tentang semua hal yang menyalahkan sang takdir, Taehyung terkekeh sembari menahan dadanya yang semakin sesak. Bukan. Tentu saja bukan. Ini semua bukan tentang sang takdir yang memberikannya nasib sial—melainkan memang dirinya saja yang sial.

Memang benar apa yang ayahnya tempo lalu katakan, Kim Taehyung ini memang anak sialan.

Lampu-lampu berderet temaram di sekitar taman rumah sakit. Di salah satu lorongnya masih ada pohon natal yang kokoh berdiri dikelilingi oleh pasien anak-anak. Ada beberapa suster rumah sakit yang menjaga anak-anak itu bermain di sekitar pohon natal.

Jemari Taehyung lantas bergerak untuk merapatkan lagi pakaian hangat yang ia gunakan. Angin malam semakin kencang berembus untuk menerbangkan surai hitam yang tengah memukul kecil wajah rupawannya. Pemuda itu lantas mengembuskan napasnya yang begitu berat untuk kesekian kalinya. Ia bahkan baru saja dihantam kesadaran bahwa dirinya telah melewatkan perayaan natal malam kemarin.

Taehyung merasakan dadanya seperti ditekan lagi. Rasanya, ia ingin pulang saja. Namun, lagi-lagi ia bahkan baru menyadari kalau di tempat tinggalnya pun, ia hanya akan berakhir sendirian di dalam kesunyiaan yang membelenggu. Tidak ada siapa pun di tempat tinggalnya. Siapa yang peduli, jika ia pulang atau tidak.

Sungguh, ini bahkan terlalu menyedihkan untuk sebuah kisah yang harus dilalui pemuda itu.

"Argh!" keluh pemuda itu setengah frustrasi setelah melemparkan kaleng kopi kosong, yang baru saja ia habiskan beberapa saat lalu.

Taehyung kemudian meletakan jemarinya pada kepala miliknya. Meremas begitu kuat dan menyumpahi dirinya sendiri. Mengapa harus saat itu? Mengapa harus ada gadis itu saat sakit yang mendera kepalanya datang? Mengapa—

"Paman kenapa?"

Suara asing telah merangsek ke dalam rungu milik Taehyung, dan membuyarkan semua pikiran yang sedang bercokol. Pemuda itu lantas mengangkat sedikit wajahnya guna melihat sosok mungil yang sedang berdiri di hadapannya.

THE LAST SIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang