D u a; Sasaran Utama

31 4 0
                                    

“Silahkan beri aku luka, namun jangan lupa untuk mengobatinya. Jangan memberi luka tiba-tiba, lalu pergi seenaknya.”

—————


Xalova memasuki ruang kelasnya, ruang kelas X IPA 3, diikuti dengan mata murid-murid yang tertuju padanya.

“Xalova, kenapa kamu terlambat?!” Seru Bu Dena, guru kimia sekaligus wali kelas dari X IPA 3.

“Tadi malem insom, Bu,” Jawabnya dengan asal. Padahal sejak semalam tadi, ia menangisi nasib yang telah menimpanya. Nasib malang berupa siksaan fisik maupun batin dari Joana.

“Oh, begitu ya. Oke, Kali ini kamu saya maafkan tapi jangan diulangi lagi ya, Xalova?” Mendadak, suara Bu Dena merendah. Sebenarnya Bu Dena sudah mengetahui masalah yang ditimpa oleh Xalova, dari salah seorang sahabat dekat Xalova sendiri.

***

“Woi, Va!” Seru Shevo, sahabat Xalova.
Seruan Shevo telah membuat Xalova terkejut dan tersadar dari lamunannya.

“Shevo, ih! Please dong gak usah ngagetin gue kalau gue lagi diem, jantungan aja guenya.” Xalova terkejut melihat Shevo yang sudah menduduki bangku kosong yang berada disebelahnya.

“Halah, mana ada lagi diem? Lagi ngelamun gitu juga.”

“Sama aja.”

“Beda, kodok!” Shevo pun meledek Xalova sesambil menoyor kepalanya pelan.

“ISH ELAH DIEM AJA KEK!” Teriak Xalova sesambil menatap Shevo dengan wajah kesalnya.

“B aja napa, PMS ye, Va?”

“Gak.”

“Terus kenapa? Tiba-tiba jadi sensian gitu?”

“Gak tahu.”

“Yee malah gak tahu. Eh iya, temen-temen lo pada kemana, Va?”

“Kata Nevan, Syanat gak masuk, sakit. Kalau Taya lagi izin, liburan ke singapore. Soalnya dia ke tempat saudaranya yang lagi nikahan.”

“Oh gitu, yaudah ke kantin bareng gue aja yuk,”

“Gak sama yang lainnya, Vo?”

“Yaelah biarin aja mereka mah, lo kan sendiri, terus mereka juga rame. Masa gue ninggalin lo yang lagi sendirian?”

“Yaudah, ayo ke kantin,”

***

Suara ocehan semua murid SMA Negeri Tara Widjaya, telah memenuhi sepenjuru kantin.
Tidak lupa juga dengan suara ketukan yang beberapa kali bisa didengar karena pertemuan antara mangkuk dengan sendok maupun garpu.

“Va?” Shevo memanggil Xalova yang sedang melamun dengan lembut sesambil memegang bahu kirinya, namun tak berhasil menyadarkannya.

“Xalova? Hey..”

“Eh iya? Kenapa?”

“Lo kenapa sih, Va? Kalau ada apa-apa tuh cerita, jangan dipendem. Nanti malah kepikiran.”

“Peka aja lo, kalau gue lagi ada apa-apa,”

“Va.. Gue serius.”

“Lo mah diseriusin mulu, Vo. Gak seru ah,”

“Iya terserah lo deh, ayo cerita sekarang,”

“Harus sekarang?”

"Terserah deh, Va. Gue itu siapa lo sih? Kita udah sahabatan dari lama, dari kecil, Va. Dari belum sekolah sampe sekarang aja kita bareng-bareng terus, ya masa lo gak mau cerita sama gue tentang masalah lo? Berasa gak ada gunanya tau gak gue jadi sahabat lo,”

“Iya, iya, gue cerita, udah gak usah ngoceh lagi. Jadi, kemaren gue perang lagi sama Nyokap gue.”

“Kok bisa?”

Selepas itu, mereka langsung berdialog ria. Xalova yang menjelaskan tentang kejadian kemarin, sedangkan Shevo yang menyimak secara saksama.

“Gila, sebenernya lo ada salah apa sih ke Nyokap lo, sampe lo digituin terus. Aneh anjir.” Heran Shevo dengan rasa iba.

“Ya udahlah, biarin aja. Gue gak bisa nolak jug—” Omongan Xalova terputus karena tiba-tiba saja air matanya mengalir. Shevo semakin iba melihat Xalova menangis, dan tentunya ia juga terkejut. Ia pun berinisiatif untuk segera memeluknya.

Ssst.. Udah, Va, Udah. Jangan nangis lagi, banyak yang ngeliatin loh.. Gak malu?” Canda Shevo, diikuti dengan kekehannya. Mungkin kekehan itu bukan berarti Shevo tenang melihat Xalova menangis seperti itu. Bahkan Shevo gelisah melihat sahabatnya sendiri menangis, apalagi Xalova yang notabenenya adalah perempuan.
Karena Shevo selalu saja tidak tega saat melihat perempuan menangis.

Suara Shevo yang lembut saat menenangkan Xalova malah membuat Xalova semakin menangis. Shevo kebingungan harus berbuat apa.

“Wah, Sepi ye, nangisin cewek aje lo bisanya!” Seru seorang lelaki yang duduk ditempat makan kantin, tepat berada disebelah kiri mereka berdua.

“Sepi, sepi, palelu! Nama gue udah bagus juga, diganti jadi Sepi. Lo kira gue yang maen upin-ipin!” Cibir Shevo pada lelaki itu.

"Suka-suka gue dong, by the way.. Itu siapa dah yang lagi nangis? Cewek lo?" Tanya lelaki itu pada Shevo.

“Dih, bukan. Sahabat gue dia, Al,”

“Oh gitu..”

Selepas itu, Shevo mengajak Xalova pergi dari kantin. Karena Shevo tak mau Xalova terkena masalah hati pada lelaki yang baru saja menyebutnya dengan panggilan “Sepi” itu.

Alfrelo Victorio Nibram.
Murid kelas XI IPS 4. Ya, lelaki yang memiliki nama panggilan ‘Alfre’ itu masuk ke dalam julukan ‘Kakel Cogan’ di SMA Negeri Tara Widjaya. Namun yang membuat orang-orang menggelengkan kepala atas kelakuannya adalah, Alfrelo seorang playboy atau lebih tepatnya suka memainkan hati wanita kesana dan kemari. Menarik ulur semua korbannya atau sasarannya. Dan jika ia sudah bosan dengan sasarannya tersebut, ia akan mencampakkan dan meninggalkan sasarannya dengan seenaknya, tanpa aba-aba, tanpa belas kasihan. Mungkin beberapa gadis yang sudah tercampakkan olehnya telah menyimpan jutaan dendam padanya.

“Sasaran empuk yang paling utama.” Gumam Alfrelo dengan kejamnya, sesambil menatap punggung Xalova yang semakin lama semakin menjauh dari arah kantin.

—————

dont forget to leave ur vote

thanks!

A MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang