Jika ternyata cemburu itu menyiksa aku lebih memilih untuk tidak mengenal rasa itu sama sekali
~Anonimous~
Happy reading......
"Dia sangat keren, Ash." ketenangan ku saat membaca beberapa arsip setelah mata kuliah habis pun terusik saat suara khas itu terlontar, itu milik Laura.
Laura adalah teman ku sejak pertama kali menginjak Universitas ini. Laura Jasmin Verrer, putri dari pemilik salah satu pusat perbelanjaan besar yang ada di London. Tapi tak banyak orang yang tau akan hal itu, ia terlalu polos untuk di sebut anak dari sosialita bernama Tiffany Verrer. Namun sisi baiknya adalah ia tak pernah mempermasalahkan segala hal yang berhubungan dengan status sosial."Siapa yang keren?" aku melihat ke arah Laura yang sedang senyum-senyum tidak jelas.
"Tentu saja tunangan mu." bibir Laura langsung mengerucut saat aku bertanya balik, dan entah mengapa ia selalu berkata jika aku dan Arsen adalah pasangan yang serasi.
"Kalian itu serasi, Arsen Mitchell seorang calon presdir di perusahaan Mitchell Group yang kaya, tampan, dan juga menawan. Bersanding dengan Ashley Conan, si pekerja paruh waktu di kafe Caldesi, cantik, pintar, dan meraih beasiswa di universitas." ia mulai meracau lagi, mungkin di matanya aku seperti dalam cerita upik abu dan sang pangeran tampan.
"Apa yang bisa di banggakan dari si pekerja paruh waktu, hm?" aku hanya tersenyum miris dan memutuskan untuk menutup buku ku dan memasukkan nya ke dalam tas.
"Ayolah, itu luar biasa. Di saat model-model sekelas Victoria Secret berlomba untuk mendapatkan hati seorang Arsen yang dingin itu, kau dengan sangat mudah bisa mendapatkan nya. Bahkan tanpa di minta." aku bis melihat wajah Laura yang sangat lucu ketika mengatakan fakta yang tidak bisa aku tampik.
"Kau benar, aku luar biasa. Tapi perasaan ku tidak merasa jika ini adalah sebuah prestasi." aku tertawa ringan dan berdiri duduk ku berniat untuk mencari sesuatu yang bisa di makan di kantin.
"Susah sekali meyakinkan mu, aku yakin cepat atau lambat Arsen atau kau akan merasakan Cinta."
"Oke sekarang kau adalah Laura si cenayang, begitu." aku memutar tumit ku menatap wajah Laura yang manis dan polos itu.
"Aku bukan cenayang, tapi aku mempunyai intuisi yang kuat, Ash."
"Intuisi apanya, kau terlalu menganggap ini cerita dongeng yang indah. Tapi aku tak merasakan apa yang ada di anggapan mu."
"Mengapa? Apa pertunangan ini semakin buruk?" wajah manis Laura menyiratkan kekhawatiran saat aku mengatakan hal itu.
"Tidak, malah sebaliknya. Aku mulai sepakat untuk berteman dengan Arsen, dan kau harus tau fakta jika Arsen sudah memiliki kekasih." aku terkekeh saat melihat reaksi Laura yang tak percaya.
"Yang benar saja? Oh Ash, aku merasa patah hati." Laura selalu terkesan dramatis jika sudah begini.
"Kami sudah sepakat untuk berteman, dan menerima pertunangan ini. Tapi di lain sisi kami bebas memberikan cinta kami untuk siapapun. Ia berhak memiliki kekasih, dan aku berhak mendapatkan seseorang yang bisa mencintai ku." ujar ku ringan pada Laura, ia menyimak setiap kata yang keluar dari mulutku.