Part 6

24 3 1
                                    


Dengan ragu-ragu Prisca membuka pesan dari Reza, secara perlahan ia pun membaca isi pesan itu yang berbunyi, 'Hai Prisca, udah sampai rumah belum?'. Prisca sama sekali tak berkomentar tentang isi pesan itu, ia justru terdiam setelah membacanya. Prisca terus berpikir dan masih tetap tak mengerti maksud dan tujuan Reza mengiriminya pesan seperti itu. Memang selama ini mereka adalah teman dekat yang sudah biasa berkirim pesan, tapi entah mengapa Prisca merasa ada yang aneh dalam dirinya, jantungnya terasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Perasaan ini seperti perasaan orang yang sedang jatuh cinta, namun Prisca tak yakin bahwa dirinya sedang jatuh cinta seperti yang dikatakan Tasya. "Prisca!", Prisca memanggil namanya sendiri dengan keras, "biasa aja! Lo jangan deg-degan gitu dong! Reza itu cuma temen! Nggak lebih!", kata Prisca seraya memperingati dirinya sendiri. "Mending sekarang gue ke rumah Tasya! Ya, bener! Ke rumah Tasya!", kata Prisca dan mulai melangkah keluar halaman. "Tapi...", kata Prisca segera menghentikan langkahnya. "Gue naik apa ke sana? Bus? Duit udah abis!", kata Prisca sambil merogoh saku di baju dan roknya. Prisca membuka tasnya, ia memeriksa dompet dan semua kantong tasnya berharap dapat menemukan uang yang bisa ia gunakan untuk ongkos ke rumah Tasya. "Nggak ada..", kata Prisca setelah selesai memeriksa seluruh kantong miliknya. "Yah, duit gue udah abis deh kayaknya... Mana uang simpenan nggak kebawa lagi...", keluh Prisca. Saat ini Prisca belum bisa pergi ke rumah Tasya, tetapi untuk sementara ia pergi ke warung nyak Atun yang hanya berjarak sekitar delapan meter dari halaman rumahnya untuk beristirahat sejenak agar dapat berpikir lebih jernih. "Halo nyak...", sapa Prisca pada wanita berusia 50 tahun itu yang sedang asyik menonton TV di warung miliknya. 

"Halo juga, Non Prisca...", jawab nyak Atun ramah lekat dengan logat betawinya. "Lho... lho... kok mukenye kusut gitu, Non?", tanya nyak Atun setelah menyadari ada yang aneh dengan ekspresi wajah Prisca, ia pun segera menghampiri Prisca yang sedang duduk di bangku kayu panjang di teras warung yang biasa dipakai oleh para pembeli untuk duduk sambil minum es atau makan gorengan.

"Iya nih, nyak. Prisca lagi bingung", jawab Prisca lesu.

"Bingung kenape, Non? Cerita aje ame enyak..."

"Gini lho nyak, kan mama sama papa mendadak harus pergi tuh ke bandara, tapi kuncinya itu dibawa. Kan Prisca jadi nggak bisa masuk ke rumah", kata Prisca mulai menjelaskan.

"Lho, emangnye Non Prisca kagak punya kunci cadangan?"

"He..he..he... kebetulan kunci yang biasa Prisca bawa kemaren masuk selokan pas lagi main sama temen, nyak", jawab Prisca malu-malu saat teringat ia bersama beberapa temannya  memandangi selokan.

"Lah, kalau gitu kenapa kuncinya mama atau papanya Non Prisca kagak dititipin ke enyak kayak dulu gitu?", tanya nyak Atun heran.

"Nah, itu dia masalahnya, nyak! Mama sama papa itu lupa, katanya sih karena tadi buru-buru gitu", jawab Prisca kesal.

"Aduh, begimane sih? Emangnye mama sama papanya Non Prisca ngapain ke bandara?"

"Jemput kak Mario", jawab Prisca singkat.

"Hah? Mario abangnye Non Prisca yang kuliah di luar negri entu?", tanya nyak Atun semangat. Prisca melirik nyak Atun yang terlihat begitu semangat mendengar bahwa kakaknya akan pulang dari luar negeri, Singapura. "Iye..", jawab Prisca dengan logat betawi pula. 

"Wah, kayak ape ye sekarang si Mario? Nambah putih keli ye? He...he..."

"Nyak seneng ya kak Mario pulang?", tanya Prisca.

"Iye dong Non! Pan terakhir kali nyak Atun ketemu Mario pas dia baru lulus SMA, kalau diitung-itung udah lima taon den Mario kagak pulang! Jadi inget dulu tiap abis pulang sekolah pasti mampir ke warung enyak buat beli gorengan. Ape lagi pisang goreng, Den Mario demen banget tuh!", jawab nyak Atun tambah semangat.

High School, I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang