My Pencil

31 9 15
                                    

Namaku Fathiya Arrashaq, biasa dipanggil Tia. Aku sedang menjalani masa-masa yang kata orang diwarnai dengan cinta, tetapi saat ini aku belum mendapatkannya. 

Aku menaksir seseorang, ia seorang pianis handal, dia juga seorang ketua kelas yang sangat tegas. Ntah ini takdir atau jodoh, dia adalah ketua kelasku. Setiap hari, pasti ada saja kesempatanku untuk melihatnya, ah aku jadi malu.

Namanya adalah Alano Kaeru Tetapi, kenapa dia tidak pernah melihatku? Padahal aku sangat ingin ia melihat fansnya ini. Aku juga merasakan teman-teman sekelas mulai menjauhiku, kenapa ya?

Coba ku ingat-ingat, sejak kapan ya, aku mulai dijauhi? Saat kemah? Seingatku saat itu aku masih bisa tertawa bersama mereka. Atau mungkin saat festival? Sepertinya aku ada salah karena aku meneriakkan Alano terlalu keras, tapi aku sudah meminta maaf dengannya dan dengan teman-temanku yang terkena imbas.

Atau jangan-jangan saat aku diminta untuk meminjamkan pensil? Hmm, apa saat itu ya?

Flashback on ....

"Tia, pinjam pensil dong!" ucap Fera, ratu gosip seantoro sekolah.

Aku pun merongoh kotak pensil dan memberikan koleksi pensilku. Aku melihat ekspresi Fera saat aku memberikannya, ia terkejut dan mengangkat alisnya.

"Kamu beneran minjemin aku ini? Pelit banget sih kamu!" Fera mengembalikan pensilku dengan kasar, lalu ia meminjam dengan yang lain.

Aku bingung apa yang salah dengan pensilku? Keadaannya begitu baik, bahkan pensil ini adalah salah satu pensil favoritku.

Flashback off ....

Setelah kupikir-pikir, sepertinya semenjak saat itu semakin banyak yang meminjam pensil kepadaku, dan dengan senang hati aku berikan, tetapi belum satu menit, mereka sudah mengembalikannya kepadaku lagi tanpa berterima kasih.

Aku bingung kenapa sikap mereka seperti itu, kecuali alano siih. Dia tak pernah mau ikut-ikutan meminjam pensil kepadaku, tetapi dia pernah melihat aksi teman-teman yang meminjam pensilku.

Sekilas, aku melihatnya merasa heran dan melihatku dengan gelengan kepala. Aahh, aku jadi frustrasi, Apa salahku?! Apa salah pensilku?!

Saat aku terbangun dalam lamunanku, rupanya pelajaran matematika sudah selesai dan kelas menjadi sepi, karena rata-rata anak sudah berlari ke kantin.
Aku pun bangkit dari bangku dan ikut berjalan ke kantin.

Di kantin, aku melihat Fera bersama teman gosipnya sedang bergosip ria sambil melirik ke arahku sesekali. Tentu saja aku risih, dan aku pun cepat-cepat membeli makanan. Setelah aku dapatkan makananku, aku mencari tempat duduk. Sial, tak ada tempat duduk lagi selain di belakang para anak gosip itu. Dengan terpaksa, akupun duduk di sana.

Tak disangka-sangka mereka menyindirku dengan kata-kata yang sebernarnya aku tak mengerti apa yang salah. Aku mempercepat aktivitas makanku, walaupun sesekali aku tersedak tapi yang penting telingaku jangan sampai berasap. Mungkin aku salah dengar atau apapun itu, tapi Fera sepertinya berkata begini, "Dia nggak takut nggak dapat jodoh apa? Ihh, dasar orang-orang menjomlo!"

Aku menghabiskan makananku dengan rekor tercepat selama hidupku, dan tanpa aba-aba aku langsung bangkit dengan sedikit gebrakan di meja. Ntah mengapa kakiku melangkah kearah belakang sekolah yang merupakan tempat anak-anak berandalan sekolah merokok. Tibanya di sana, aku langsung sadar dan akhirnya memutuskan untuk ke atas loteng dan menikmati embusan angin yang akan menenangkanku sejenak.

Aku duduk dan bersandar pada dinding yang lumayan kotor, padahal tak ada orang-orang yang mau bersandar di sini, huh, aku nakal ya? Aku termenung menatap ntah kemana, ku tekuk kakiku lalu memeluknya dengan erat. Aku ingin menangis, tetapi kenapa air mata ini tak mau keluar? Akhirnya aku terlihat seperti orang tak punya masa depan, atau nama lainnya adalah gembel.

The StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang