“Aku tahu kemarin aku rada keterlaluan. Makanya…ehem…aku nelpon kamu sekarang buat minta maaf. Hmm…maaf ya, Ly.”
Ully sebenarnya senang Isa meneleponnya. Dia senang mereka bisa ngobrol lagi setelah beberapa bulan terakhir mereka menghentikan kebiasaan masa SMP mereka ini. Ruang tamu di rumah Ully inilah saksinya. Dulu, ketika mereka tidak bisa bertemu di sekolah, mereka sering ngobrol lewat telepon. Di tempat inilah Ully biasanya mendengarkan curhatan Isa, di kursi ruang tamu sebelah meja telepon. Dan sebaliknya, Isa akan setia mendengarkan keluh kesah atau candaan Ully saat Ully meneleponnya. Kalau itu pembicaraan yang biasa, Ully akan menelepon kapanpun, saat orang tuanya ada atau tidak ada di rumah. Tapi kalau itu pembicaraan yang tidak biasa, saat Ully punya masalah dan perlu dia ceritakan pada Isa, pasti dia akan mencari waktu yang tepat, yaitu saat orang tuanya tidak ada di rumah, persis seperti keadaan sore ini. Tentu saja supaya dia lebih nyaman ngomongnya sama Isa. Kalau ada orang di rumah kan ceritanya nggak bisa bebas, soalnya berasa ada yang nguping. Hha.
Sebenarnya sekarang dia masih jengkel, tapi Ully menghargai tindakan Isa karena dia bela-belain nelpon hanya untuk minta maaf gara-gara waktu itu.
“Aku nggak mau hubungan kita jadi rusak hanya gara-gara itu.”
“Ya, aku juga.”
“Tapi kita tetap nggak setuju kalau kamu temenan terus sama Ogie.”
Seketika itu juga suasanan hati Ully berubah, yang tadinya di pikirannya hanya ada Isa, begitu nama Ogie disebut tiba-tiba kesenangan itu lenyap. Hanya mendengar nama Ogie saja membuat pikirannya kacau.
“A…aku janji bakal hati-hati sama dia, tenang aja.”
Isa ragu dengan kata-kata Ully.
“Isa, please, tolong kalian ngertiin aku. Gimana pun juga aku kan berhutang budi sama dia. Ya setidaknya berikan aku waktu untuk membalas kebaikannya.”
“Memangnya kamu mau membalas dengan cara apa?”
“Hmm…aku belum tahu.”
Seperti yang Isa duga, Ully hanya asal ngomong. Ully ini termasuk orang yang impulsif, jadi bisa saja apa yang dia lakukan sampai saat ini pada Ogie itu hanya karena dia terbawa suasana. Dan itu mungkin akan membuatnya melakukan hal yang lebih konyol lagi untuk Ogie di kemudian hari.
“Ly, kita khawatir kamu akan melakukan hal yang konyol hanya karena rasa hutang budi itu.” Isa menghela napas karena sampai harus menuntut Ully melakukan ini, “Berjanjilah kamu akan menjauh darinya setelah keadaannya membaik.”
Ully tidak menjawab. Berat rasanya untuk berjanji. Dia tidak bisa menjamin, memikirkan rencana itu saja rasanya malas.
Isa mengerti kesulitan Ully, dia pun mengajukan kesepakatan yang dirasa akan mempermudah keadaan ini dan tentu saja menguntungkan keduanya, pihak Isa serta teman-teman dan Ully. “Kalau kamu mau berjanji melakukannya, aku akan membujuk yang lain untuk mengerti dan tidak mengganggumu sampai hari itu tiba. Aku bisa menjamin itu. Kau bisa pegang kata-kataku. Sekarang tinggal kamu mau gimana. Kalau kamu nggak mau, akan sulit mempertahankan persahabatan kita. Maksudku…bukan artinya aku berencana untuk mengakhiri persahabatan kita, tapi setelah peristiwa seperti ini dan bagaimana kamu dengan mudahnya memilih dia daripada teman-teman…itu sesuatu yang menyedihkan untuk kita. Persahabatan kita sulit membaik kalau kamu nggak mau menjauhi Ogie.”
Jalan buntu. Ully tidak punya pilihan…lebih tepatnya Ully tidak diberi pilihan. Dengan kemungkinan resiko seperti itu, dia tidak melihat pilihan yang lebih baik dari yang Isa tawarkan. Jelas, semua ini karena teman-temannya sudah terlanjur antipati pada Ogie. Kesalahan apa yang Ogie lakukan pada mereka sampai mereka sebegini bencinya padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Kamu...Titik!
Roman pour AdolescentsUlly, cewek yang baru masuk SMA, bertemu dengan cowok yang sama sekali tidak dia perhitungkan sebelumnya, karena dia sudah punya perasaan lebih dulu pada teman dekatnya sejak SMP. Siapakah yang akhirnya akan Ully pilih? Dan bisakah dia memilihnya? A...