00;

6.4K 516 25
                                    

Ia menggigil.

Tempat ini dingin dan gelap. Tak ada setitik pun cahaya yang bisa membimbingnya menuju jalan keluar. Tak seorang pun disana yang bisa menariknya menuju tempat seharusnya.

Ia terisak, mencoba mengeluarkan suara meski kecil yang dapat menemaninya. Ia terlalu takut. Terlalu cemas akan semua kegelapan ini.

"Permaisuriku..."

Langkahnya terhenti, ketika sebuah bisikan dan napas hangat menerpa indera pendengarnya.

Ia menoleh, mencari. Sepasang manik itu terus bergerilya tanpa henti. Berusaha mencari siapapun itu, yang membuat dadanya berdentam tidak normal.

"D-Dimana...?"

"Aku merindukanmu..."

"S-Siapa? T-Tolong—!"

"Sakit... Maaf... Maaf..."

Tubuhnya tersentak keras ketika sebuah cahaya menerjang. Ia sampai pada sebuah tempat penuh duri, dimana sulur-sulur duri mencekik para bunga hingga mereka layu dan menghitam.

"Permai... suri..."

Napasnya tertahan, saat sepasang manik itu menemuka seorang lelaki. Tubuhnya terjerat pada sebuah pohon tua, dililit oleh sulur-sulur tanaman yang telah mati, bersisian dengan para duri yang melukai kulit dan menikam dagingnya.

Ia menjerit. Menyaksikan kejadian mengerikan itu didepan mata, hingga tanpa sadar airmatanya mengalir.

"Jangan menangis... Kau tidak pantas menangis..."

"Kau—akh!"

Suaranya tertahan. Ada rasa perih dari pergelangan tangannya ketika ia mencoba menggapai lelaki itu. Ia melirik tangannya, yang mulai basah oleh darah. Berasal dari pergelangan tangannya yang digores oleh sulur-sulur berduri.

"Jika aku mati... Maka kau selamat..."

"Tidak, hiks! Aku akan menyelamatkanmu!"

Sebuah senyum, diiringi napas terakhirnya.

Ia menangis pilu.

"Tidak!"

::

The Resurrection Of The Flower

::

"TIDAAAAAAK!"

Ia tersentak terjaga, dengan napas tidak teratur dan keringat dingin sebesar biji jagung. Jantungnya berdentum keras, memukul-mukul dadanya. Mengingatkannya akan rasa sakit yang terasa tidak asing.

Lantas, ia mendengus kecil, sebelum menepis selimutnya ke samp—

"Akh."

Mendesis, ia menekan pergelangan tangan kirinya dengan tangan lainnya yang kosong. Mengangkatnya, ia menemukan bekas goresan disana, lalu menghela napas panjang.

"Ceroboh sekali, tsk."

Tok! Tok!

"Sweety~ it's time to wake up!"

Suara sang Mama terdengar. Suara lembut yang selalu berhasil menenangkannya dalam keadaan apapun. Ia tersenyum kecil, lalu beranjak dari ranjangnya.

"Iya, Ma! Kakak sudah bangun, kok!"

"Oke! Siap-siap segera, karena kita harus sarapan bersama! Mama tunggu, ya!"

The Resurrection Of The FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang