Bab 11

703 78 1
                                    

Boston, Massachusetts
November, 2006

La Toya terbangun dalam keadaan pening. Seisi perutnya terasa dikocok dan ia ingin muntah saat itu juga. Begitu La Toya membuka kedua mata dengan lebar dan melihat ke sekelilingnya, ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan  lebih mirip kamar seorang feminin.

Di bagian sudut ruangan terdapat sebuah bangku dan meja rias yang tampak tua dan hampir lapuk. Di sudut lainnya ada sebuah lemari kayu berukuran besar. Tidak ada jendela ataupun ventilasi di ruangan itu, jadi udaranya terasa panas dan sesak. Dindingnya yang dicat dengan warna merah pekat menambah gelap suasana. Ruangan itu hanya diterangi oleh lampu tidur berwarna keemasan yang diletakkan di dekat meja rias.

Ranjang yang ditempatinya terasa empuk. Ranjang itu juga dilapisi oleh beledu berwarna putih yang hampir kusam. Dan sesuatu yang terasa mengganggu indra penciumannya adalah  aroma di dalam ruangan itu yang berbau antara paduan lili dan anyelir.

La Toya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak muntah saat itu juga. Ia bangkit duduk dari atas ranjang kemudian muntah di bawah kakinya. Seolah penyiksaan itu belum cukup, kepalanya terasa semakin pening. Ia berusaha mengingat kembali kejadian terakhir yang dialaminya sebelum ia sampai di tempat itu.

Saat itu La Toya ingat kalau ia sedang dalam perjalanan pulang. La Toya memiliki janji temu dengan Dante di kediamannya. Mereka akan menghabiskan malam dengan berbagi cerita dan menonton siaran televisi favorit mereka. Kemudian, begitu sampai di rumah, La Toya kehilangan kuncinya. Ia mencari-cari kunci itu di dalam Jaguar-nya. Begitu menemukannya, La Toya berbalik dan mendapati seseorang menyekapkan sesuatu ke hidung dan mulutnya. Aroma itu tajam dan hal terkahir yang bisa diingat La Toya adalah fakta bahwa seseorang telah menculiknya.

Oh Tuhan!

La Toya merasakan serangan panik seketika. Matanya mencari-cari ke sekitar. Ia berusaha menemukan jalan keluar di sana, tapi hanya ada sebuah pintu yang tertutup rapat di sudut ruangan. Dengan sisa kekuatan yang dimilikinya, La Toya berjalan ke arah pintu itu dengan sempoyongan. Ia memutar kenopnya, berpikir kalau pintu itu tidak terkunci. Hasilnya nihil. Pintu dikunci dan dalam setiap detiknya ia menjadi semakin kalut.

La Toya berteriak meminta tolong. Tidak ada orang yang menjawab. Di mana ia sekarang? Sudah pukul berapa sekarang? Apa Dante sedang mencarinya? Siapa orang yang tega melakukan hal itu padanya  menculiknya? Apa kesalahannya?

La Toya berjalan mondar-mandir dengan gelisah di dalam ruangan itu. Ia berusaha keras memikirkan jalan keluar. Ketika tidak juga menemukannya, La Toya putus asa dengan menjalankan apa yang pertama terbesit dalam benaknya. Ia menggunakan kursi kayu di meja rias untuk menghancurkan engsel pintu.

Bunyi dentingan yang keras memenuhi seisi ruangan. Dalam usaha pertama, ia gagal. Pintu itu seolah dirancang khusus untuk para tahanan. La Toya mencobanya untuk kali kedua. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghancurkan pintu. Hasilnya tidak begitu baik, kursinya terlempar dan La Toya terhuyung jatuh ke belakang.

La Toya menangis tersedu-sedu. Ia merasakan ada sesuatu yang berubah dari dirinya. Mengangkat tangannya, La Toya mengusap wajah dan melihat bekas memerah di telapak tangannya. Bergerak dengan cepat ke arah meja rias, La Toya berteriak histeris melihat penampilannya.

Seseorang telah menghias wajahnya dengan make-up tebal. Eyeliner yang dipakaikan di atas matanya kini luntur terkena air mata. Bekas menghitam itu turun sampai ke wajahnya. Bibirnya mengenakan lipstik berwarna merah terang yang menjijikan. Sedangkan sapuan blash on di wajahnya membuat tampilan La Toya jauh dari biasanya. Hal yang paling mengerikan adalah gaun ketat setinggi lutut yang menonjolkan setiap bagian tubuhnya.

Penampilan itu bukan membuatnya terlihat cantik, justru tampak seperti pelacur di abad ke sembilan belas.  La Toya menghapus sisa make up di wajahnya dengan punggung tangan. Nyalinya menciut begitu mendengar suara pintu yang digeser terbuka. Seluruh perhatian La Toya kini tertuju ke arah pintu itu.

Boston Highway (seri ke-1) PULCHRITUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang