Jeritanku yang keras membuat mama berlari tegopoh-gopoh ke kamarku dan langkahnya terhenti tepat dibawah pintu kamar.
"Apa-apaan Daria" . Suara mama terdengar agak kesal.
Lalu mama melihat keatas mengikuti isyarat telunjukku, dan ia pun berteriak sama seperti denganku, dia berlari kecil melangkah kearahku untuk melihat kembali pemandangan diatas pintu kamar.
"Ittt itu apa, Dar?". mama terbata-bata menanyakan pertanyaan yang aku sendiri jujur, juga tidak tahu.
Aku hanya menggeleng, lalu mama mengambil inisiatif untuk menelepon bagian keamanan. tidak sampai 5 menit 2 orang security datang ke apartemen kami dan mengambil bangkai tersebut. Peristiwa itu semakin aneh saat lalat-lalat itu beramai-ramai menabrakan diri ke dinding kaca pintu beranda dan mati begitu saja, meskipun pintu dalam keadaan terbuka lebar.
"Bagaimana mungkin ma, ada bangkai buruk gagak di sana, kapan dan siapa yang meletakkan dan menancapkannya disana, dan lalat - lalat itu datangnya dari mana?". Aku bertanya sambil ketakutan dan memeluk mama dengan erat.
"Mama tidak tahu Daria, mama juga tidak tahu, mama ingin kamu menggandakan kunci kamarmu, segera kalau bisa hari ini. Dan jangan bercerita kepada siapapun tentang hal ini".
Mama melangkah pergi, meninggalkanku yang terpaku sendirian.
"Jangan Takut, Daria, semua akan baik-baik saja". Mama berpaling kearahku dan tersenyum.
Aku diam, dadaku terasa sesak dengan peristiwa-peristiwa aneh yang cukup menguras psikologisku, ditambah lagi dengan pernyataan mama yang datar seperti tidak terjadi sesuatu.
Aku mengikuti saran mama untuk menggandakan kunci kamar, aku berpapasan dengan seorang wanita dilantai dasar. dia cukup cantik dan berwajah klasik campuran, namun gaya berbusananya sangat aneh menurutku.
"Auuuu", aku usap-usap keningku saat tersadar menabrak seseorang. Badannya yang tinggi dan tegap membuatnya kepalanya harus menunduk beberapa derajat kebawah untuk melihat dan tersenyum kepadaku.
"Hati-hati kepala ini terbuat bukan dari batu biasa, tapi dari batu meteor", ujarku sambil tersenyum lebar, cukup terpesona dengan wajahnya yang bersih dan rahang yang kuat.
"Jangan khawatir, Dadaku sudah aku upgrade dengan batu Lonsdaleite, sehingga sangat kuat meskipun bertabrakan dengan kepala berbahan batu apapun", dia tersenyum manis kepadaku.
"Leon" ucapnya sambil menyodorkan tangan kanannya .
"Daria, senang bertemu denganmu", aku menyambut tangan kananya dengan senang. Saat teringat kunci, aku segera berlari ke halte bis dan meninggakan dia sendirian tanpa mengucapkan apapun. Dia masih menatapku dari kejauhan meskipun aku sudah pergi menjauh. Entah mengapa aku merasa akan bertemu dengannya lagi.
Kusodorkan kunciku ke tukang kunci, dia melihat dengan aneh dan seolah - olah tidak asing untukknya. Kemudian dia menerima kunci dariku setelah menutupi tangannya dengan sarung tangan hitam.
"Saya pernah menggandakan kunci ini dek, beberapa kali namun selalu gagal. Saya juga tidak tahu mengapa, bahan kunci ini langka, kemudian bentuknya juga rumit". Penjelasan tukang kunci itu semakin membuatku ciut.
"Boleh saya tahu kapan kejadian tersebut, dan siapa yang menduplikasinya pak?". Tanyaku penasaran.
"Dua tahun yang lalu, seorang pemuda datang kepadaku untuk menduplikasikannya, kemudian 3 tahun sebelumnya seorang ibu juga pernah minta tolong untuk menduplikasikannya, namun mereka tidak pernah datang kembali setelah gagal beberapa kali". Jawab bapak tukang kunci datar.
"Kemudian, sekarang adek, kunci itu sepertinya kuno sekali, berbeda dengan kunci-kunci modern, bahkan warna kunci itu tidak pernah berubah hingga saat ini, dan tidak ada korosi (karat) sedikitpun". Aku mendengarnya dengan penuh perhatian lalu melangkah pergi usai mengucapkan terima kasih.
Beberapa counter kunci sudah aku datangi namun hasilnya tetap sama dan tidak ada satupun dari mereka yang menyanggupinya.
Dalam perjalanan pulang aku amati kunci itu kembali, terasa berat dan aku baru menyadari jika kunci itu memiliki 2 gerigi disamping kiri dan kanannya, berbeda dengan model kunci jaman sekarang.
Aku memutuskan untuk pulang, saat melewati lobi apartemen, aku melangkah menuju pot besar didekat pintu geser masuk apartemen, kuambil kunci kamarku dari tas dan kutanam didalam pot bunga, aku lihat sekeliling berharap tidak ada yang melihat perbuatanku.
Rasanya lega sekali saat masuk kedalam apartemen ini, sangat sejuk dan nyaman. Sungguh terasa sepi dan tenang apalagi saat mama sibuk dengan kegiatan rutin dan pekerjaannya. Ku langkahkan kaki menuju kamar setelah menyiram tenggorokanku dengan air kulkas. Aku berdiri tepat didepan pintu, berusaha menenangkan diriku sendiri, Jantungku memompa semakin cepat memberikan rasa tidak nyaman disekitar dada.
Tanganku gemetar saat meraih kunci dan memutar kunci kamar yang kuat menancap di pintu.
"Seperti Dugaanku" ucapku dalam hati.
"Mama, aku tidak akan takut seperti pesan mama, aku bertekad memecahkan teka-teki peristiwa kehidupan yang saat ini menghampiri kita", ucapku lirih sambil menatap kearah beranda dan menyadari ada darah segar menetes dari kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beranda Apartemen 3
Horror"AAAAKHHHH". Tanganku gemetar, jantungku berdegup kencang, sesaat setelah tubuhku terjerembab di pojok beranda, tidak percaya dengan sosok yang baru saja kulihat. Kuberanikan diri menuju teleskop untuk melihat kembali makhluk mengerikan yang beberap...