"kau, mengapa menangis?" itu perkataan yang ku dengar darinya.
"Bagaimana rasanya menjadi dirimu?" tanyaku.
"Hum, aku cukup bahagia. Disayang kedua orang tua dan mempunyai keluarga yang harmonis." dia menjelaskan dengan senyum yang tercetak jelas pada bibirnya.
"Apa cukup menyenangkan? Aku pun ingin seperti itu, mempunyai keluarga yang harmonis dan disayang kedua orang tua. Aku hanya bisa membuat angan tentang itu semua?" terangku kepadanya.
"Kamu tau? Aku yatim-piatu." penjelasan itu cukup membuat diriku terkejut. Bagaimana bisa dia disayang? Sedangkan dia adalah yatim-piatu.
"Apa? Mustahil itu semua."
"Mereka, orang yang menyayangiku, dan orang yang sudah aku anggap orang tua kandung, adalah orang tua angkatku. Sebelumnya, kita adalah orang asing yang tidak saling mengenal."
"Lalu, mengapa? Jika mereka saja, yang statusnya orang asing, sangat peduli kepadamu. Kenapa orang tuaku tidak? Mereka orang tua kandungku, tapi sikap mereka bagaikan orang tua tiri. Aku capek, setiap hari selalu mendengar suara keributan di rumah. Harus berjuang untuk bertahan hidup. Harus mendirikan tiang, di tengah laut yang terguncang. Mendengar hujatan mereka terhadapku, itulah yang membuatku semakin terpuruk. Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Bangkit! Itu yang harus kamu lakukan. Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang berbeda. Tidak ada orang, yang berhak tersakiti di dunia ini, terutama kamu. Jangan merasa sendiri hidup di dunia ini, karena aku disini, disampingmu, dan menemanimu."
"Omong kosong! Semua orang, yang datang dalam hidupku, selalu berkata seperti itu. Selalu berkata akan tetap setia. Tapi apa buktinya? Orang itu pergi, dan, meninggalkan aku."
"Maaf."
-Tin
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life
PoetryIni saya.... Kehidupan saya Kesedihan saya Kebahagiaan saya Keterpurukan saya Kedepresian saya Dan .... Keputusan asaan saya