Ini adalah musim panas dan aku lebih suka berbaring di tempat tidurku yang super duper seksi bersama beberapa novel comedy romance yang sudah kubaca berulang kali tanpa bosan. Mom mengulangi pertanyaan yang sama sebanyak seratus kali dalam hitungan menit yang berbeda setiap kali aku keluar dari kamar untuk mencari makanan atau sekedar mengganggu Kitty, si kucing kecil. Dia menanyakan apakah aku ingin keluar rumah atau menonton film bersama Grace atau mungkin Tory, si pembina senam konyol itu, dan jawabannya tidak pernah berubah sejak pertama kalinya pertanyaan itu diluncurkan beberapa ratus menit yang lalu. Menurutku musim panas tidaklah selalu menyenangkan seperti yang dipikirkan oleh anak anak muda seumuranku yang mungkin sekarang sedang menghabiskan sebagian harinya untuk berjemur di pantai.
Dipertengahan musim panas aku harus menghadiri kelas senamku, dan aku benci itu. Mom sangat bersikeras memaksaku untuk menghadiri kelas senam itu, dan dia selalu mengatakan bahwa ini adalah terakhir kalinya aku akan datang tapi kau tahu, kata kata seorang wanita dewasa tidak selalu bisa dipercaya.
Tempat diadakan kelas senam ini selalu berbeda setiap bulannya dan untuk hari ini kami akan melakukan gerakan konyol di taman yang berada lebih kurang 4 km dari rumahku. Sejujurnya aku akan sangat menyukai kelas senam ini jika tempat diadakannya tidak berpindah pindah, menurutku tidak terlalu masalah menari nari seperti orang setengah gila dihadapan orang orang yang terbebas dari ancaman Mom ku tercinta.
Aku berdiri dibarisan nomor 3 dari belakang bersama ‘orang orang malang’ lainnya. Musik mulai terdengar dan semua orang menggerakkan anggota tubuhnya mengikuti Tory. Aku membutuhkan beberapa detik untuk bisa menyelaraskan gerakanku dengan Tory dan ‘orang orang malang’ lainnya. Tak mau ketinggalan, Mom dan beberapa Mom – Mom lainnya juga melakukan gerakan yang sama dibarisan yang berbeda.
“Kupikir kau tidak akan datang lagi” kata seorang wanita berambut pirang sebahu sambil menyenggol lenganku lalu tersenyum lebar seolah memamerkan gigi putihnya.
“Seharusnya begitu” kataku sembari membalas senyumnya namun dengan bibir yang masih menempel dengan pasangannya ”tapi kau tahulah ini merupakan paksaan alamiah yang sama sekali susah untuk kuhindari” sahutku yang dibalas anggukan penuh arti olehnya.
Selama 3 menit melakukan senam, Grace tidak bisa berhenti mengoceh seperti biasanya. Dia selalu bertingkah seperti saudara kembar yang terpisah sejak lahir jika bertemu denganku. Soal percintaan, gosip selebritis, orang terkeren sampai tercupu dikampus, perubahan warna kulit sampai trend gaya terbaru adalah topik topik yang tak pernah luput dari ocehannya, maksudku OCEHAN KAMI BERDUA, karena secara langsung aku juga ikut menambahkan bumbu di setiap topik pembicaraannya yang kuakui semakin menarik setiap kali diceritakan. Lapak gosip mini ala gadis remaja rumahan pun mulai tercipta ditengah tengah barisan barisan manusia yang sering kusebut ‘orang orang malang’ ini.
“Najwa apakah kau ingat dengan lelaki berkaca mata itu? Kemarin aku sah menjadi pacarnya” Katanya sambil mengikuti gerakan ‘orang orang malang’ itu dengan lincah seperti profesional dancer yang pernah kutemui.
“Yang mana? Aku banyak bertemu dengan orang berkaca mata semenjak kau mengajakku berkunjung keperpustakaan untuk mengutit Alex, lelaki pujaanmu itu.”
“Alex?” katanya sambil memiringkan kepala kekanan.
“kupikir kau benar benar menyukainya dan tidak akan melupakannya seperti yang pernah kau lakukan dengan lelaki pujaanmu sebelumnya” sahutku santai, dia diam saja dan mencoba berpikir. “ALEX FOXS!! SIKUTU BUKU!!!” kataku sedikit berteriak. Walaupun sedikit menarik perhatian sekitar, namun aku harus melakukannya karena aku tidak suka jika Grace memaksa otak malangnya untuk mengingat nama nama lelaki pujaannya karena itu berarti harus menghabiskan setengah jam waktuku dan aku benci menunggu dengan perasaan ingin tahu yang besar, yaaa walaupun tidak sebesar samudra tapi tetap saja besar.