"kesini manis...."
Seorang pria itu mencoba untuk membujuk anak kecil laki-laki yang tengah meringkuk ketakutan sembari terus menangis merapalkan nama sang kakak yang terpisah dengannya.
"Kesini, pho tidak akan menyakitimu."
Sang penculik itu memasang wajah tenangnya, mencoba untuk menarik perhatian dari sang anak tetapi itu justru membuat jeritan anak kecil tadi semakin kencang.
"Cepat kesini atau aku akan memukulmu!"
Kesabaran pria itu sudah habis untuk menghadapi si kecil itu, dengan takut-takut Krist kecil menghampiri sang penculik, dan membiarkan tubuh mungilnya di genggam oleh pria tadi, meskipun Krist ketakutan tubuhnya bahkan gemetaran.
"Arthit, kenapa kau memasang wajah seperti itu, sayang? Tidak rindu dengan pho?"
Tanya pria tadi yang membuat Krist kecil hanya bisa menggenggam erat ujung pakaian yang di kenakan olehnya.
"Paman aku kit."
"Kit? Siapa itu kit?" Di cengkramnya rahang mungil si kecil itu, "tidak ada yang namanya kit disini, kau Arthit. Kau anakku."
Krist menggelengkan kepalanya, "Aku kit paman." Ujar Krist kecil dengan suara yang tercekat, tetapi justru mendapat tatapan mata dari pria itu dengan tajam.
"Kau Arthit! Berani mengatakan hal tidak masuk akal itu lagi, aku akan benar-benar memukulmu dengan ini."
Pria itu mengambil ikat pinggangnya, dan ingin memukul Krist dengan itu, hingga Krist menangis ketakutan.
"Tapi aku kit hikss ... Kit tidak bohong hikss ... Phi Kong, kit takut hikss ...."
"Kakakmu itu tidak akan pernah kembali, dia sengaja meninggalkanmu di sini bersamaku, dia hanya ingin membuangmu. Jadi jangan lagi ingat dia."
Gelegan pelan keluar dari kepala Krist, membuat pria itu kesal, "Kau Arthit! Krist dia sudah mati. Tidak percaya?" Tanya pria itu dengan tajam.
Di lepaskannya pakaian Krist kecil, lalu menggantinya dengan pakaian yang sudah di siapkan olehnya, setelah itu mengambil pemantik api sebelum membakar pakaian Krist tepat di depan mata Krist. Sembari tertawa senang melihat tangisan sang anak yang sedih pakaiannya di bakar, bahkan dengan sengaja mengunci Krist di dalam ruangan itu.
Tangan mungil Krist pun menggedor-gedor pintu itu, meminta tolong pada pria itu, akan tetapi pria itu tidak mau membukakan pintunya, Krist melihat kobaran api yang berasal dari pakaiannya tadi itu menyambar kardus-kardus kosong di dalam ruangan, menimbulkan asap kehitaman yang cukup pekat.
"Paman kit takut, buka pintunya. Hikss ... Hiks ... Hikss...."
Anak itu hanya bisa memukuli dadanya sendiri ketika merasa kesulitan untuk bernafas, namun tiba-tiba saja pintu ruangan di buka, pria tadi dengan cepat menggendong Krist di dalam dekapannya.
"Kau anakku kan? Arthitkan?" Tanya pria itu sekali lagi, seperti bersiap untuk melemparkan tubuh Krist ke dalam kobaran api jika tidak menjawabnya dengan kata iya.
Hingga akhirnya Krist hanya bisa mengganggukan kepalanya, sebelum terkulai lemas di dalam gendongan pria itu.
****
Dengan nafas terengah-engah Arthit bangun dari tidurnya, peluh membasahi pipinya, pria manis itu hanya bisa mengarahkan Surai rambutnya yang berantakan ke arah belakang. Mencoba untuk mengembangkan dirinya ketika hal-hal buruk yang dulu dirinya sempat alami menguar kembali ke permukaan. Di sentuhnya kalung yang berhasil Kongpob temukan tadi, Arthit hanya bisa menggenggamnya dengan erat. Seperti tengah mencari kekuatan dari benda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[27]. ETHEREAL : Unforgettable
Fanfiction[ completed ] Ketika kedua kakak beradik yang sudah terpisah sangat lama bertemu kembali ketika mereka dewasa. apakah sang kakak masih bisa mengenali sang adik yang masih mengharapkannya? Warning ! Cerita ini mengandung unsur Yaoi / Boyslove / Boyx...