"Mie ayam sama jus alpukat satu ya bu." Suara Febri beradu dengan high heels yang ia pakai. Benda itu pemberian Samudra, yang hanya akan ia pakai jika ia sedang sangat merindukan sosok lelaki itu.
Febri duduk di kursi paling pojok, letaknya sangat terpencil.
Sambil menunggu pesanan datang, sesekali ia memainkan jarinya, mengetuk-ngetuk meja.
"Febriii," ucap seorang lelaki berkucir yang tubuhnya tinggi kurus.
Seseorang duduk di sampingnya sebelum pesanan datang, lelaki itu teman satu organisasi Rara ketika di PAMUS (Paduan Musik dan Suara) waktu mereka menempuh S1. Namanya Galih.
"Feb, hari ini loe nyanyi di cafe tempat biasa Rara nyanyi ya?"
Febri melongo. "Gue gak salah denger? Ngomong kaya gitu tanpa mukadimah apa pun sebelumnya."
"Kagak, lagian cuman malam inj doang, soalnya Rara lagi ada urusan. Gak bisa datang."
"Kenapa gak yang lain aja," ucap Febri sambil melahap mie ayam yang baru saja sampai di mejanya.
"Kita gak bisa gitu aja nyomot orang kali, lagian suara loe kan bagus. Lagian Rara bilang katanya loe udah setuju kemarin."
Febri tersendak, ia menyeruput jus favoritnya dulu sebelum ia berbicara.
"Rara apaan?! Ia gak bilang apa-apa kemarin le gue," jawabnya penuh penekanan.
"Bilang, katanya waktu di toko."
Bener-bener tuh anak, dia enak-enak hiking. Lah pekerjaannya malah di kasiin ke gue. Batin Febri.
"Aduh gue lagi ada tugas. Mana bentar lagi UTS."
"Pokonya gue tunggu di cafe Nangkring jam delapan malam. Deket kok 20 menit juga kalau pake motor nyampe. Inget!" ucap Galih sambil ngeloyor pergi.
Febri menghabiskan semangkuk mie ayam juga meneguk jusnya hingga tandas dengan cepat. Puas melahap makanan dan membayarnya, ia langsung bergegas memenuhi panggilan tugas kuliah yang harus segera di selesaikan.
Sepasang kaki itu melangkah menuju perpustakaan, ia bersungut-sungut mengambil beberapa buku Fonologi dan Linguistik. Sudah banyak buku yang ia ia bawa, dibaca secara sekilah kemudian membolak-baliknya dengan gusar.
Ia menghela napas panjang ketika berhasil mendapatkan buku yang ia cari. Perpustakaan juga hampir tutup 5 menit lagi.
Kalau bukan karena Rara sahabat gue. Gerutu Febri mencibir bibirnya.
Febri bergegas pulang ke kosan. Ia mulai sibuk berkutat dengan beberapa buku bacaan dengan menggunakan piyama lecek.
Lagi pula tak ada yang peduli bagaimana penampilannya sekarang.
***
Febri datang ke cafe setengah jam sebelum ia tampil.
Ia mengenakan kaus putih yang di balut dengan setelan jins biru yang lengannya di gulung sampai sikut, sedangkan kakinya menggunakan sepatu kets hitam. Namun itu tak menyurutkan pesonanya, banyak lelaki yang melirik ke arahnya.
Febri membawakan beberapa lagu, Alika-Aku pergi, Republika-Aku tetap mencinta, RAN-Dekat di hati, michael Buble-LOVE.
Ketika ia menyanyikan lagu Little Things-one direction.
"You'il never love yourself half as much as i love you and you'il never treat yourself right dartin but i want you to if i let you know i'm here for you maybe you, love yourself like i love you".
Penggalan lirik lagu itu terdengar begitu menyentuh hati.
Setelah itu, ia menyanyikan lagu yang mewakili perasaannya. D' masiv-pergilah sayang. Bahkan matanya mulai berkaca-kaca karena setiap lirik yang ia nyanyikan membawanya hanyut ke dalam suasa.
Selama di atas panggung Febri berusaha ramah dengan membuat lengkungan bibir ke atas.
Tepat ketika Febri selesai menyanyi, seseorang memanggilnya, entah apa yang membuat leher perempuan itu berputar. Matanya terbelalak, bahkan kakinya melangkah begitu saja ketika orang di meja seberang melambaikan tangan ke arahnya. entah hantu apa yang menumpanginya sehingga Febri mendekti Guntur dan duduk di meja yang sama.
"Loe pasti kangen gue, karena kemarin gak ketemu." Ia mulai basa-basi seperti biasanya.
"Kepedean loe," Jawabnya singkat.
"Bukan Pd, tapi emang iya kan?"
"Gak!" jawabnya ketus.
"Oh ya, ternyata kita kuliah di Universitas yang sama."
"Ya terus?"
"Gue penasaran, sama usia loe."
"Usia gue hampir dua puluh empat tahun." Guntur hanya mengangguk.
Ia melirik ke arah Guntur yang sedang meneguk Capucino late art. Kemudian melanjutkan ucapannya.
"Usia loe sekitar 23 tahun kan?
"Penyihir!" ucapnya sedikit tersendak. "Loe kok tahu usia gue baru 23 tahun?, oh ya ngomong-ngomong loe gak terlihat satu tahun lebih tua dari usia gue."Dia tersenyum simpul.
" Menurut loe gue berapa tahun emang?"
"Ya gue pikir kakak cantik ini mahasiswa S1. Loe udah punya pacar?"
Deg pertanyaan itu membuat dada Febri sesak. Ia bingung dengan statusnya.
"Pernah," Jawab ku singkat
“Pernah? apa maksudnya?" Matanya yang coklat menatap wajah Febri dengan serius, memaksanya untuk berkata jujur'"Ada seorang pria yang melamar ku, tapi itu dulu dua tahun yang lalu tapi karena dia mendapatkan beasiswa ke luar negeri akhirnya kita cuman memakai cincin tunangan sebagai tanda." Guntur hanya terdiam ketika mendengar ceritanya.
"Jadi sekarang?"
"Ya... Loe ngapain sih mau tahu urusan orang. Oh ya satu lagi jangan manggil gue kakak! Gue bukan kakak loe dan gue gak tua." Guntur menatapnya heran.
"Gue cuman menghargai cewek yang usianya lebih tua aja." jawab Guntur sekenanya.
"Rese ngomong sama loe, permisi." Ucapnya seraya bangkit dari kursi dan melangkah meninggalkan tempat itu.
"Tunggu, bisa gak tersenyum kaya pas lagi nyanyi kaya barusan?"Febri menghentikan langkahnya dan menengok ke arah Guntur “Nggak!" Jawabnya singkat dan tegas sambil bergegas meninggalkannya yang sedang berdiri mematung karena ucapan Febri.
Ketika di luar cafe, Febri diam mematung menunggu hujan reda. Jika saja ponselnya tidak mati, ia pasti sudah memesan go-jek.
"Kenapa gak pulang?"
Febri mendongak cepat, karena mengenali suara itu.
"Udah tahu hujan, pake nanya!"
"Ya udah gue anterin."
Tak ada respon.
"Gue bawa motor sama jas hujan kok, loe pake aja."
"Loe bawa motor? Itu motor loe?"
"Mau dianterin gak? Cepetan sebelum gue berubah pikiran." Gertak Guntur.
"Iya mau," jawab Febri sigap.
Sebenarnya ada ribuan tanda tanya di yang berkeliaran di kepala Febri. Tapi kali ini ia lebih membutuhkan tumpangan dari pada bertanya.
Febri memakai jas hujan milik Guntur. Sedangkan Guntur sendiri menerobos hujan yang lebat dengan hanya menggunakan kaus putih yang di padukan dengan jas slim fit hitam tak berkancing. Sehingga badannya basah kuyup.
KAMU SEDANG MEMBACA
2821 mdpl
RomanceMenurut Febri cinta itu adalah kesetian. Karena rintangan dalam sebuah hubungan itu bukan cemburu, melainkan rindu dari sebuah jarak tanpa titik temu. "Lebay, kita kan bisa chattingan atau saling kirim email." Samudra tersenyum, "ingat! Jangan bikin...