Prolog: Team 24

6 2 0
                                    

The Last Battle

Player : Dania                                                                                                                                                    Alive : 6

Card : - Power Up! X1                                                                                                                                         Kill : 5

-----X----

"Bertahanlah ... Ravi!" teriak seorang gadis yang menyemangati rekannya yang sudah terlihat kelelahan dengan luka di sekujur tubuhnya.

"Haha ... tenang saja kak Dania. Demi Radea dan Kenzo yang sudah mempertaruhkan dirinya, bakalan malu kalau kita kalah disini." Ravi tersenyum optimis seakan tidak mau membuat Dania kawatir padanya.

"Huuh ... pertarungan dengan dua orang dibawah tadi, benar - benar menguras tenaga kita," keluh Dania.

Sambil bersembunyi di rumah 2 lantai, Ravi dan Dania, gadis elf bertelinga lancip dengan rambut peraknya yang rupawan, sesekali mereka mengintip keadaan luar melalui jendela rumah lantai paling atas dekat dengan tempat mereka duduk bersembunyi di ruangan kamar tidur yang luas.

Dania mengeluarkan sebuah kartu ditangannya yang tiba - tiba muncul dari tangannya bagaikan sihir.

"Hmmm ... setelah tadi kita mengalahkan 2 orang barusan, pemain yang tersisa kini hanya tinggal 6 orang dari 60 orang menurut kartu. Yang berarti ada kemungkinan tersisa 2 team lagi atau 1 team dengan anggota penuh 4 orang," jelas Diana sambil memperhatikan kartu yang dipengangnya, kartu berwarna kuning yang memberikan informasi sisa pemain dari permainan ini. "Kau baik - baik saja Vi?"

"Santai. Masih kuat haha ...,"balas Ravi.

"Disaat seperti ini kita tidak dapat kartu Heal dan Healer kita juga sudah dikalahkan," keluh Diana kesal saat menghadapi fakta bahwa rekan Healer mereka sudah dikalahkan. "Ini akan lebih mudah jika ada Kenzo."

Sekilas Diana mengingat saat - saat terakhir rekannya, Kenzo pendekar pedang besar dengan armor perak yang melindungi tubuhnya dan Radea gadis pendek penyihir dengan tongkat hijaunya spesialis penyembuhan, dikalahkan pemain lain dari permainan ini yang membuat Diana dan Ravi sedih kehilangan temannya dan merasa kecewa dengan diri mereka sendiri yang tidak bisa melindungi temannya.

*Praaaaang*

Kaca jendela dekat tempat mereka bersembunyi pecah diikuti dengan masuknya seorang pria dengan jaket kulit dan kapak sebagai senjatanya masuk ke dalam rumah itu.

"Ketemu!"

Seketika muncul lubang dimensi di dekat pria itu beberapa saat setelah seorang pria masuk kedalam rumah itu.

"Aaah sepertinya kemenangan sudah di depan mata kita."

Dari lubang dimensi itu muncul 3 orang seakan menyusul kedatangan pria dengan jaket kulit hitam.

"Oke saatnya kita akhiri," Ucap pria besar dengan armor hitam di dadanya, memegang pedang dan prisai sebagai senjatanya.

"Dengan ini kita dapat mewujudkan keinginan kita," Seru gadis muda yang memegang tongkat dengan suaranya yang halus.

"Menyerahlah!. Kalian tidak akan menang melawan kami," bujuk pria berkacamata dengan jubah hijau dan tongkat sihir di tangannya. "Kami ber 4 dan kami memiliki kartu power up dari masing - masing orang. Mustahil bagi kalian untuk menang."

Team lawan pun menunjukan kartu dengan gambar arah panah keatas berwarna merah dengan tulisan dibawah gambar itu "Power Up!" yang muncul seketika di tangan mereka seakan menunjukan bukti dari perkataan pria berkacamata itu.

"Menyerah katamu ?" balas Ravi dengan senyum santainya.

"Tentu saja kami−" saut Diana.

Ravi dan Diana mengeluarkan kartu Power Up dari tangannya.

"Tidak akan kalah ...!!" teriak Ravi dan Diana diikuti dengan kartu yang mereka pegang mulai bercahaya, diikuti dengan tubuh mereka pun bercahaya, dan kartunya seketika lenyap dari tangan mereka seakan kekuatan kartu itu sudah tersalurkan ketubuh mereka.

"Haha ...! menarik..!!" tawa pria berkacamata yang sudah mengambil posisi bertarung dengan rekan - renkannya.

...

...

"Ugghhh...!!"

10 menit setelah pertarungan mereka dimulai. Ravi dan Diana berdiri tegak menatap lawannya yang sudah terbaring di lantai.

Pria berkacamata hanya bisa memandangi lawannya, dengan fakta bahwa teman - temannya sudah dikalahkan dan kini hanya tersisa dirinya yang sudah tidak berdaya lagi.

"A−aah ...~ sialnya. Aku memang sudah tau rumor adanya seorang elf yang memiliki mana yang luar biasa banyak, dan rekannya seorang vampire yang dapat menyerap mana milik orang lain," gumam pria berkacamata yang sudah tidak berdaya lagi dan tubuhnya mulai bercahaya. "Tapi tidak kusangka, lawan terakhirku adalah mereka, yang kekuatannya benar - benar di luar nalar."

".... Ini tidak adil bagiku."

Pria berkacamata pun memejamkan matanya dan lenyap seperti ditelan oleh cahaya.

...

Team 24, yang beranggotakan Ravi dari Indonesia, Diana dari Indonesia, Kenzo dari Jepang, dan Rania dari Inggris, berhasil memenangkan pertarungan yang mereka perjuangkan 1 bulan ini melawan 75 team yang bertarung memperebutkan The Miracle, sebuah kartu yang dapat mewujudkan keinginan apapun, dan yang berhak mendapatkannya adalah seseorang yang kontribusinya tertinggi di team. The Miracle didapatkan oleh Diana, yang sudah berkontribusi banyak di team 24.

Senyummengerikan Diana saat memohon permohonan inilah yang membuat permainan di dunialain yang bernama Violand ini akan berlangsung lebih mengerikan di pertarungan5 tahun selanjutnya.  

Battle Royale In ViolandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang