Permulaan

42 6 1
                                    

"Cie yang kalah dari gengsi"

---
Kilau cahaya matahari pagi memasuki retra tenang milik Rainey. Dengan mata yang msih sulit digerakkan, Rainey berjalan sempoyongan kearah kamar mandi untuk bersiap diri. Pagi hari ini adalah hari pertama kali Rainey memakai seragam putih-abunya.

Lagi pula Rainey sudah muak dengan masa MPLS-nya yang bikin dia gondok setengah mati. Memang laknatnya para senior yang memisahkan Aiden dan Rainey dalam sekelompok.

"Woe... Ade laknat, cepet turun nanti gue tinggal baru tau rasa lo!" teriak Aksa abang dari seorang Rainey.

Rainey mendengkus pelan, kalian ingin bekenalan dengannya? Rainey harap kalian jangan mau berkenalan dengan abang nya.

"Iyah anjir bentar lagi ni lagi benerin rambut dulu." ucap Rainey tak kalah kencang.

Diseberang kamar Rainey, seorang lelaki sedang memepertawakan pertengkaran kedua sodara yang sudah menjadi sarapan paginya. Aiden melambaikan tangannya ke arah Rainey ketika dia menengok kearahnya. Rainey yang masih kesal dengan masa MPLS kemarin mendengus acuh menginggalkan Aiden dengan kekehan kecilnya.

Ai😈
Jangan marah dong, kan udah lewat lama.

Rainey
Bd mt njir

Ai😈
Huruf fokal lo ilang ya?

Rainey semakin kesal dengan pesan yang baru dia terima dari Aiden laknat itu. Akan Rainey pastikan ketika di sekolah Aiden sudah Rainey bejek bejek.

"Ney... Hapenya simpen dulu dong, ga baik lagi sarapan" ucap Adhitama ayahnya membuat Rainey memilih membaca saja pesan dari Aiden.

"Tau tuh yah, masa waktu itu Ney sampe-Aww!" perkataan Aksa terpotong oleh injakan seorang Rainey.

Rainey memeletkan lidahnya dan lebih memilih melanjutkan sarapannya. Rafisya mama kedua sodara tersebut menggeleng pelan, pertengkaran di meja makan ini membuat dia pusing sendiri.

"Sudah, kalian ini udah anak SMA masih aja berntem kayak anak kecil" ucap Rafisya lembut.

"DIA YANG DULUAN MAH" keduanya berbicara secara bersamaan yabg membuat Adhitama dan Rafisya menepuk dahinya kencang.

Mereka ini tidak kembar, namun jika sudah berantem seisi rumah semakin tak karuan.

🌷🌷🌷

Aiden terkekeh pelan ketika dia tidak mendapatkan balasan dari Rainey tabg pasti sudah kesal.

"Ma.. Aiden berangkat duluan ya" pamit Aiden sambil menyalami wanita berkepala tiga itu.

"Iya sayang.. Hati-hati di jalannya ya." Ucap Felicia kepada anaknya. Aiden hanya tersenyum tipis, "Bilangin ke Papah, Aiden rindu." Felicia tersenyum sendu ketika Aiden mengatakan hal yang jarang diungkapkan.

Felicia hanya mengangguk, dia tidak mengatakan ya ataupun tidak. Sekali lagi Aiden mencium pelan pipi wanita yang telah melahirkannya dengan susah payah. Suana pagi yang cerah itu mendadak sendu ketika kedua beri teraksi di pagi hari.

Aiden menatap ke rumah sebelahnya, dia tahu dari tadi Rainey menatap ke arahnya saja. Senyum 'lagi' yang Aiden berikan dan 'lagi' Rainey membalasnya dengan dengkusan. 'Lagi' Aiden terkekeh pelan ketika Rainey masih malas berinteraksi dengannya.

"Sayang, lain kali kalau kamu mau ngajak bareng Ney berangkat sekolah ajak aja." ucapan Felicia membuat lamuanan Aiden terputus.

Aiden menggeleng pelan, "Nggak mah, kapan kapan aja Aiden ngajaknya."

"Dasar, kamu dan papa kamu sama besar gengsinya." Felicia mencubit pipi Aiden, yang si empunya meringis pelan.

"Yaudah, Aiden berangkat... Jaga diri baik-baik mah" ucap Aiden sambil mengecup 'lagi' pipi mama-nya.

Felicia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Aiden yang telah berangkat dengan motor ninjanya.

"Andai kamu disini mas.." Felicia tersenyum getir ketika Aiden telah hilang dari penglihatannya.

🌷🌷🌷

Suasana ramai di koridor IPA tidak berhasil membuat Rainey tersenyum lebar. Matanya masih meneliti satu persatu orang yang lewat di depan kelasnya. Rasanya, Rainey ingin sekali menggigit siapapun yang lewat ketika bukan orang yang diinginkannya.

"Waiting for what? my Rain." Rainey merinding ketika bisikan itu tepat pada telinga kanannya.

Tetap memasang wajah juteknya Rainey mendengkus, "Nunggu bule ga jadi" perkataan datar Rainey membuat Aiden terbahak yang menarik semua perhatian kaum hawa.


"Cie yang pura-pura ga kangen sama gue" ledek Aiden membuat pipi Rainey memanas karena dia telah terciduk menunggu Aiden lewat.

"Apaan sih anjir, gue ga nunggu siapa-siapa ko." Rainey mengelak dari tatapan intimidasi Aiden. "Betewe, kelas lo dimana dah? Ko belum masuk kelas sih?" tanya Rainey heran.

Baru saja Aiden ingin menjawab suara menggema milik Galen Ray Surendra "AIDEN GUE SAMA LO SEKELASSS.... " teriakan itu membuat beberapa pasang mata menatap kearah mereka bertiga.

Rainey yang mendengarnya mengernyit heran, bukankah Ray masuk ke jurusan IPS bukan IPA? "Ai.... Jangan bilang lo..." Rainey menatap melas Aiden yang sudah salah tingkah sendiri.

"Eh, ko kalian canggung gitu sih... Lo nggak liat mading ya Ney? Jadikan lo ga tau dimana pasangan mu..." candaan Ray membuat Rainey semakin mendengkus, pasti ini ulah abang-Nya lagi.

"Terserah kalian anjir" ucap Rainey datar, yang membuat Aiden merinding, dan ucapan selanjutnya Aiden semakin terkaku. "Gue. marah. sama. lo. Jangan. Ganggu. Gue. Lagi.!" Rainey berkata datar dengan penekanan disetiap perkataannya.

Baru saja Aiden ingin membela tangan kecil Rainey memberhentikan niatnya. "Pergi, temuin kelas baru lo yang jauh dari koridor kelas gue."

Setelah mengatakan itu, Rainey memilih pergi dari hadapan Aiden yang semakin membuat moodnya Ancur. Rainey bertekad,  sampainya di rumah nanti, dia akan membuat perhitungan kepada Aksa. Aiden pun hanya bisa menatap punggung Rainey yang sama sekali tidak ingin berbalik.

"Aksa sialan." batin Aiden dan Rainey bersamaan.

Aksa yang melihat perdebatan tadi, memilih pergi ke tempat yang aman untuk dirinya. Mengenal Aiden dari 3 tahun lalu membuat Aksa mengerti sikapnya jika sudah seperti itu nyawanya berbahaya. Ray yang melihat perdebatan itu hanya melongo tidak percaya, dia baru pertama kali melihat Rainey se marah  itu.

----
Just notice vote and coment🌷

Seeu di chapter selanjutnya👋

RaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang