Chapter 5: The Black Letter

53K 2.6K 22
                                    

Viola's POV

Hari ini-pun aku harus pergi ke hotel itu lagi. Kenapa pemilik hotel ini harus Julian? Aku benar-benar tidak berniat untuk bertemu dia lagi sejak kejadian kemarin. Aku jalan ke halaman belakang gedung hotel. Siang ini matahari bersinar terik. Aku memulai aktifitasku untuk memotret para model yang sudah siap dengan kostum dan makeup mereka. Para model tidak memerlukan banyak arahan karena mereka sudah profesional. Pemotretan berjalan selama empat jam. Karena model harus berganti kostum berkali-kali dan dandannanya harus diperbaharui karena terkena keringat, photoshoot kali ini berjalan lebih lama dari biasanya. Aku menaruh kameraku di meja selagi break agar para model bisa mengganti baju mereka. Aku berdiri di tengah-tengah taman dan menghapus keringatku.


"Viola!" Aku mendengar suara teriakan histeris Sella. Kenapa anak ini selalu saja terlihat heboh.


"Hidung lo mimisan!" Kayanya lagi selagi mendongakkan kepalaku dan menyumpel hidungku dengan tissue. Aku menahan tissue yang diberikannya. Ini pasti terjadi karena aku terlalu lama berada di bawah matahari. Bahkan aku bisa mencium bau matahari dari kulitku.


"Coba lo ke gym deh. Biasanya disana ada kantong es untuk para customer setelah olahraga." Mbak Gyna ikut panik.


Aku menutup hidungku dengan tangan dan berlari menuju arah lift. Aku memencet tombol lantai dimana Gym berada. Aku berlari kesana kemari mencari pintu masuk menuju Gym. Begitu kutemukan, tanpa basa basi, akupun menunjukkan tissue yang penuh dengan darah itu. Resepsionis gym langsung membawaku ke depan tempat kantong es disimpan. Aku menaruh kompres es itu di kepalaku. Di saat itu aku mendengar suara kecupan di dekat tempat penyimpanan es. Di sudut gym, aku melihat pemandangan yang membuatku benar-benar kaget. Seorang laki-laki berotot sedang berciuman dengan laki-laki lainnya. Yang membuatku lebih kaget lagi, laki-laki itu adalah Grayson! Laki-laki yang mama jodohkan untukku. Seakan sadar dengan tatapan mataku, ia segera mengakhiri ciumannya dan menarikku keluar dari gym. Aku berusaha keras untuk mempertahankan tissue dan kantung es yang ada di kepalaku.


"Lo jangan berani-berani bilang ke siapa-siapa." Grayson mengancamku. Jujur saja aku merasa tidak kehilangan apapun jika aku membocorkan rahasianya.


"Tunggu-tunggu. Jadi ini alesan lo ngga mau nolak acara jodoh-jodohan itu? Lo mau jadiin gue topeng agar lo keliatan normal?" Aku bertanya padanya.


"Makannya waktu itu gue nahan lo buat pergi. Harusnya lo nurutin gue dan dengerin penjelasan dari gue kan? Waktu itu gue mau jelasin keadaan gue yang sebenernya. Gue udah lama kayak gini dan gue ngga mau mama tau. Saat itu lo keliatannya adalah solusi terbaik buat gue. Ditambah lagi kayaknya lo ngga suka sama gue. Gue mau ajak lo kerjasama." Grayson berbicara blak-blakan.


"Gue ngga mau dijadiin topeng lo. Enak aja." Aku menolak usulnya. Kalau sampai mama memaksaku untuk menikah dengannya bagaimana?


"Bukannya lo juga pengen nyokap lo berenti ngejodoh-jodohin lo?" Dia bertanya.


"Emang, tapi bukan berarti gue musti boongin dia kan?" Protesku.


"Buat sekarang ini, bisa nggak sih lo pura-pura dulu. Paling nggak sampe gue cari jalan keluarnya deh." Grayson memohon.

Possessive LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang