“Aku udah bilang berapa kali, jangan dekat-dekat dengannya."
Aku memutar bola mataku sembari menghela napas pendek. Aku melihat pemuda yang ada di depanku, dia sedang berkacak pinggang dengan muka yang kusut. Kai begitu kekanakan. Jelas.
“Kai, dia itu teman sekelasku dan kami berada di kelompok yang sama dalam kelas Statistik, bagaimana aku bisa jauh darinya?”
“Apa? ‘bagaimana aku bisa jauh darinya?’” dia mengulang ucapanku dengan pelan.
Ah, aku salah bicara. Aku memaki diriku di dalam hati.
Pacarku ini cemburuan sekali. Aku seperti sedang berpacaran dengan anak SMA yang berumur enam belas tahun padahal dia sudah berumur 22 tahun, lebih tua dariku dua tahun.
Aku mendekat dan mengulurkan sebelah tanganku untuk menyentuh pipinya. “Sayang,” ujarku lembut dan mengelus pipinya dengan pelan. Aku mendongak untuk bisa bertemu dengan mata cokelatnya dan dia menunduk.
“Aku hanya mencintaimu, oke?”
Tidak ada balasan darinya. Dia hanya memandangiku.
“Apa yang harus kulakukan agar kamu mempercayaiku?” ujarku lemah dan menjauhkan tanganku dari wajahnya.
“Tapi dia menyukaimu.” Kai berujar.
Pemuda yang berstatus sebagai pacarku ini membuatku mengerutkan dahi. “Kata siapa?” ujarku.
“Aku cowok, dan aku tau cara cowok memperlakukan cewek yang dia sukai itu gimana,” ujarnya.
Aku terdiam sebentar, kemudian menghela napas. “Oke baiklah, anggap saja dia menyukaiku. Tapi aku tidak menyukainya. Aku menyukaimu,” ujarku dan mencolek ujung hidung pemuda itu. “Aku menyukaimu seorang Kim Jongin, jadi jangan khawatir.”
Dia menoleh ke kiri, aku bingung untuk sesaat tapi segera tahu ketika dia tersenyum samar. Dia berusaha untuk menahan senyumannya. Dasar.
Kemudian dia menoleh ke arahku lagi. “Kalau begitu, beri aku ciuman,” ucapnya.
“Ngelunjak ya kamu,” ujarku terkekeh. “Udah dipuji-puji juga, masih minta lebih.”
“Aku emang mau lebih terus kalau soal kamu, Rin.” dia mencubit pipiku pelan.
Aku terkekeh. “Yaudah, tutup mata gih,” ujarku.
Dia ingin protes tapi segera kupotong. “Mau gak nih?” ujarku yang dibalasnya dengan hembusan napas kecil.
Ketika dia sudah tutup mata aku meniup wajahnya pelan. Dia meringis.
“Hyerin, jangan menggodaku.” Dia memperingatkan.
Aku hanya tertawa kecil kemudian menjinjit kakiku dan mencium bibir pemuda itu dengan pelan dan lembut, setelah tiga detik aku melepaskannya. “Sudah,” ujarku.
Dia membuka matanya dan menatapku dengan ekspresi tak percaya. “Sudah katamu? Kamu membuatku menunggu selama itu hanya untuk kecupan tiga detik? Itu kecupan, Rin. Aku ingin ciuman. ”
“Apa bedanya? Toh sama-sama bibir kena bibir,” balasku tak mau kalah.
Dia menyeringai. “Biar aku beritahu apa bedanya.”
Tepat setelah dia mengatakan itu, tangannya melingkar di pinggangku dan bibirnya segera bertemu dengan bibirku. Dia memperdalam ciumannya dan tangannya meraih tengkukku. Aku merasakan bibirnya begitu pas dengan punyaku. Entah sudah berapa kali kami melakukan kiss, tapi aku selalu saja mengatakan kalau ciumannya membuatku gila. Setiap saat.
Dia membuka mulutnya untuk mengambil napas sedetik begitu pula denganku dan setelahnya dia melumat bibir bawahku dengan kasar sembari tangannya yang berada di pinggangku terus menarikku untuk lebih mendekat dengannya, hingga aku benar-benar dekat dengannya, tanpa jarak lagi yang memisahkan kami. Aku mengalungkan tanganku di lehernya dan sesekali mengelus tengkuknya dengan pelan hingga dia meringis dan menggigit bibirku secara tidak sengaja.
Aku merasakan pedih menjalar di bibirku tapi pemuda itu masih belum berhenti menciumku dan bahkan menjilat tepat di bagian luka yang diakibatkan olehnya barusan. Aku meletakkan tanganku di dadanya dan mendorongnya pelan, ini sudah semakin panas.
“Kai,” ujarku disela-sela ciuman kami. “S..stop.”
Pemuda itu masih belum berhenti dan kembali memperdalam ciumannya, lidahnya bermain di dalam mulutku dan mengabsen semuanya. Ah, sial. Aku memukul dadanya dengan keras.
“Aw,” keluhnya dan menatapku tak percaya.
“Apa?” tantangku. “Bibirku berdarah karenamu,” ujarku kesal.
Dia terkekeh pelan. Dan aku cemberut.
Dia mendekat. “Perih?” tanyanya dengan suara beratnya.
Aku mengangguk pelan dan memegang bibirku seraya menunjukkan lukaku padanya. Dia menunduk dan melihatnya, kemudian dengan gerakan tak terduga dia menciumku lagi tapi kali ini berbeda dengan yang tadi. Ini begitu lembut.
Hanya beberapa detik ciuman itu berlangsung. “Semoga cepat sembuh bibir Hyerin,” ujarnya. “Biar aku bisa menciummu lagi,” lanjutnya.
Aku menepuk lengannya. “Sialan.”
Dia terkekeh. “Sekarang sudah tahu kan bedanya kecupan dan ciuman? Sama-sama,” ujarnya.
“Aku tidak berterima kasih,” balasku kesal.
Dia menarik tanganku untuk lebih mendekat kemudian menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Matanya menjelajahi wajahku dengan perlahan.
“Kalau dia menyatakan perasaannya padamu, katakan padanya kalau kamu milikku,” ujarnya lembut.
“Ini milikku.” Dia mencium mataku.
“Ini milikku.” Dia mencium hidungku.
“Ini milikku.” Dia mencium kedua pipiku secara bergantian.
“Dan ini juga milikku.” dia mengecup bibirku sekilas.
Terakhir, dia mencium dahiku dengan lembut dan cukup lama dari ciumannya sebelumnya. Banyak yang mengatakan kalau ciuman di dahi itu mengandung arti yang sangat manis dan penuh makna. Salah satunya, tanda kalau kamu sungguh-sungguh menyayangi orang itu. Hatiku dipenuhi dengan perasaan yang hangat yang paling kusuka.
“Kamu milikku, katakan itu padanya,” ujarnya sekali lagi dan tersenyum.
Kurasakan pipiku merona. Aku sudah sering melihatnya tersenyum seperti itu, tapi kali ini rasanya berbeda, ada beberapa hal yang sangat aku sukai dari ucapannya dan caranya menciumku barusan.
“Bagaimana kalau dia tidak menyerah?” tanyaku.
Dia menaikkan alisnya kemudian tersenyum nakal. Aku mengerutkan dahi, dan: aku berteriak.
Dia menggigit leherku! Dasar sialan!
“Besok itu akan membekas, tunjukkan padanya tanda itu,” dia tertawa kecil.
“Sialan kamu Kaiiiii,” teriakku. “Aku besok harus kuliah, bagaimana aku menyembunyikan tanda ini? Ahhhh, kamu membuatku gila,” aku hendak menonjok perutnya tapi dia segera berlari dariku.
Dan hari itu diakhiri dengan kejar-kejaran ala kami berdua.
-------
Cerita pendek lainnya nih hehe semoga sukaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine!
Fanfiction"Dan ini juga milikku." Dia mengecup bibirku sekilas. "Kamu milikku."