Juwairiyah dilahirkan empat belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Semula namanya adalah Burrah, yang kemudian diganti menjadi Juwairiyah. Nama lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti itu. Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang paling luas ilmunya dan paling baik budi pekertinya di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan.
Di bawah komando al-Harits bin Abi Dhiraar, orang-orang munaflk berniat menghancurkan kaum muslimin. Al-Harits sudah mengetahui kekalahan orang-orang Quraisy yang berturut-turut oleh kaum muslimin. Al-Harits beranggapan, jika pasukannya berhasil mengalahkan kaum muslimin, mereka dapat menjadi penguasa suku-suku Arab setelah kekuasaan bangsa Quraisy. Al-Harits menghasut pengikutnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Akan tetapi, kabar tentang persiapan penyerangan tersebut terdengar oleh Rasulullah, sehingga beliau berinisiatif untuk mendahului menyerang mereka.
Dalam penyerangan tersebut Aisyah r.a turut bersama Rasulullah. Dengan mengerahkan 700 pasukan dan 30 diantaranya berkuda, kaum muslimin di bawah komando Rasulullah menyergap Bani mustaliq di mata air Muraisy. Sergapan ini berhasil dan menyebabkan bani Mustaliq panik, beberapa di antara mereka kabur (salah satunya ayah Juwairiyyah yaitu Harits bin Dhirar), 10 orang terbunuh, dan 100 keluarga Bani Mustaliq menjadi tawanan perang. Juwairiyyah pun tertawan di tangan Tsabit bin Qais al-Anshari. Juwairiyah mendatangi Rasulullah dan mengadukan kehinaan dan kemalangan yang menimpanya, terutama tentang suaminya yang terbunuh dalam peperangan.
Sebagai seorang putri dari pemimpin kabilah, Juwairiyyah tahu pengaruhnya sangat besar di kalangan kaumnya. Sehingga walau sebagai tawanan dia dengan tegas menawarkan sebuah kesepakatan pada tuannya, yaitu Tsabit bin Qais.
Ia berkata kepada Tsabit "bukankah setiap tawanan punya hak untuk membebaskan dirinya dengan tebusan? Berapa yang harus aku tebus untuk mmbebaskan diriku?"
Tentunya bagi Juwairiyyah, pembebasan dirinya tidak hanya memikirkan diri sendiri saja , tapi dia berpikir untuk melakukan manuver politik dengan kedudukan dirinya sebagai putri dari pemimpin Bani Mustaliq.
Maka ketika sudah ada kesepakatan soal tebusannya, dia kemudian datang menemui Rasulullah untuk bernegosiasi."Wahai utusan Allah, aku datang untuk mengadukan kondisiku. Aku Barrah binti Harits, putri dari pemimpin bani Mustaliq, tentu dirimu paham betapa drastisnya perubahanku dari seorang yang sangat berpengaruh, kini jadi seorang tawanan yang tidak punya kekuasaan apa apa . Bagaimana jika aku mengajukan pembebasan untuk diriku? Aku sudah bernegosiasi dengan Tsabit tentang pembebasanku, dan dia sepakat untuk 9 keping emas . Bagaimana jika engkau yang membayarkannya untukku? "
Tentu bagi seorang putri pemimpin menawarkan diri seperti itu artinya ia bersedia 'membalas' kebaikan Rasulullah jika Rasulullah membantunnya . Maka Rasulullah membalas "Baiklah. Ada tawaran yg lebih baik daripada itu. Bagaimana jika aku membebaskanmu dan kamu menjadi istriku?"
Juwairiyyah menyetujui hal tersebut. Dan terselenggaralah pernikahan mereka berdua. Lalu tersebarlah kabar itu, dan para sahabat Rasulullah . berkata, ‘Ipar-ipar Rasulullah tidak layak menjadi budak-budak.’ Mereka membebaskan tawanan Banil-Musthaliq yang jumlahnya hingga seratus keluarga karena perkawinan Juwairiyah dengan Rasulullah.
"Aku tidak pernah menemukan seorang wanita yang lebih banyak memiliki berkah daripada Juwairiyah" begitulah penuturan Aisyah.
Selain itu, Aisyah sangat memperhatikan kecantikan Juwairiyah, dan itulah di antaranya yang menyebabkan Rasulullah menawarkan untuk menikahinya. Aisyah sangat cemburu dengan keadaan seperti itu. Padahal Rasulullah . berbuat baik kepada Juwairiyah bukan semata karena wajahnya yang cantik, melainkan karena rasa belas kasih beliau kepadanya.
Juwairiyah adalah wanita yang ditinggal mati suaminya dan saat itu dia telah menjadi tawanan rampasan perang kaum muslimin.
Mendengar putrinya berada dalam tawanan kaum muslimin, al-Harits bin Abi Dhiraar mengumpulkan puluhan unta dan dibawanya ke Madinah untuk menebus putrinya. Sebelum sampai di Madinah dia berpendapat untuk tidak membawa seluruh untanya, dia simpan dua ekor unta yang terbaik, yang kemudian dibawa ke al-Haqiq di bawah pengawasan para pengawalnya. Lalu dia pergi ke Madinah dan menemui Rasulullah di masjid.
"Muhamad aku datang untuk membebaskan putri ku. Biakan ia pergi bersamaku aku telah menyiapkan puluhan unta terbaik untukmu"
Namun , Rasulullah menolaknya
"Bagaimana jika dua unta yang kau sembunyikan di aini dan di situ? " mendengar itu Harist pun terperanjat, Apalagi setelah bertemu dengan putrinya yang malah memilih untuk tetap menjadi istri Rasulullah dan tinggal di Madinah.Semakin melembut dan terguncanglah hati Harits bin Dhirar sehingga ia kemudian berislam. Dan membawa seluruh Bani Mustaliq untuk memeluk islam juga. Rasulullah meminang Juwairiyah dengan mas kawin 400 dirham.
Ketika Juwairiyah menikah dengan Rasulullah, beliau mengubah namanya, yang asalnya Burrah menjadi Juwairiyah, sebagaimana disebutkan dalam Thabaqat-nya Ibnu Saad, “Nama Juwairiyah binti al-Harits merupakan perubahan dan Burrah. Rasulullah menggantinya menjadi Juwairiyah, karena khawatir disebut bahwa beliau keluar dan rumah burrah.”
Juwairiyah telah memeluk Islam dan keimanan di hatinya telah kuat. Semata-mata dia mengikhlaskan diri untuk Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas banyak meriwayatkan shalat dan ibadahnya, di antaranya, “Ketika itu Rasulullah hendak melakukan shalat fajar dan keluar dan tempatnya. Setelah shalat fajar dan duduk hingga matahari meninggi beliau pulang, sementara Juwairiyah tetap dalam shalatnya. Juwairiah berkata, ‘Aku tetap giat shalat setelahmu, ya Rasulullah.’ Nabi bersabda, ‘Aku akan mengatakan sebuah kalimat setelahmu. Jika engkau kerjakan, niscaya akan lebih berat dalam timbangan, ‘Maha Suci Allah, sebanyak yang Dia ciptakan. Maha Suci Allah Penghias Arasy-Nya. Maha Suci Allah, unsur seluruh kalimat-Nya.”
Setelah Rasulullah meninggal dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta memperbanyak ibadah dan bersedekah di jalan Allah dengan harta yang diterimanya dari Baitul-Mal. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri, tidak berpihak ke mana pun.
Juwairiyah wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pada usianya yang keenam puluh. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah rela kepadanya dan kepada semua istri Rasulullah .
Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biografi Istri-Istri Rasulullah
روحانياتDibalik Lelaki yang kuat terdapat istri yang hebat . Rasulullah shalallahu alaihi wasallam merupakan sosok penyeru dalam kebaikan , beliau melewati masa dakwah yang begitu panjang dengan penuh rintangan . Namun semua itu terasa ringan tatkala ada is...