Chapter 22

12.6K 1.4K 104
                                    

Puluhan novel romance yang berbaris rapih dikamarku tidak ada yang menyerupai ciri-ciri dipta selain kaya dengan wajah yang diatas rata-rata, sikap dipta yang sebentar manis sebentar pahit tidak bisa aku terka artinya apa. 
Jika menurut ibra aku harus belajar dari novelku—yes i did tapi aku tidak menemukan perilaku apa yang harus aku lakukan menghadapi seorang dipta

Dan satu lagi..

Salah satu dari puluhan novelku yang bercerita tentang billionere, tokoh utama menceritakan bahwa tidak akan semudah mengeluarkan uang untuk belanja online shop saat gajian ketika kamu menghadapi orang kaya.

Sama halnya denganku ada larangan di hatiku bahwa aku tidak boleh jatuh cinta kepada orang yang terlalu kaya, orang yang terlalu tinggi jabatannya dan orang yang terlalu tampan. Yeah i know dipta memiliki semua kriteria itu.

Jatuh cinta kepada orang-orang dengan kriteria seperti itu hanya akan menggiring opini warga-net untuk iri, dengki yang ujungnya aku hanya akan sakit hati, depresi dan akhirnya (amit-amit) bisa mati.

Meskipun dari banyaknya novel yang aku baca akan berakhir bahagia layaknya cinderella. But remember sebelum kau mencapi kata happy ending kau harus siap lahir batin ketika menghadapi konflik dan bullying

Thats why ketika aku membaca novel aku akan loncat ke part terakhir dulu sebelum membaca keselurahan part apakah berakhir bahagia ataukah brakhir menyedihkan atau sedang musim akhir-akhir ini berakhir menggantung, itu hanya semata-mata aku hanya terlalu takut untuk kecewa.

Iya macem gue yang takut salah jatuh cinta yang berakhir kecewa

Aneh ? memang aku semenydihkan itu kalau menurut ibra

“ra? ramania ?!”

“iya dok ?” aku terkesiap

next slide!”

“oh. Maaf dok”

Meinar yang memang berada di dekatku menghampiriku dan berkata “lo kayanya gak fokus, sini sama gue aja” menggeser laptop yang tersambung dengan proyektor

Dengan senang hati terimakasih banyak akupun sudah malas duduk didepan menghadap layar laptop dengan ibu-ibu yang aku yakin tidak ada yang mendengarkan pemaparan yang disampaikan oleh dokter dipta malah bergosip layaknya ABG yang baru melihat anak muda yang berwibawa. Yeah love is in the air!

Sekali lagi akupun tidak yakin aku berfungsi apa dalam acara penyuluhan ini, yang aku lakukan selama 10 menit kebelakang hanya menyentuh keyword yang bergambar panah ke kanan saat dipta mengatakan ‘next’

Titisan wewe gombel ini sudah cukup menyiksaku, aku bekerja sebagai karyawan RS bukan bekerja sebagai asistennya dipta yang menurut Eka aku memang sudah hampir seperti asistennya

“terimakasih mbak meinar” jawabku tulus tanpa senyum kemudian aku berdiri kebelakang menghampiri Ardi

“Ar, gue kebagian konsumsi gak ?”

“kebagian nasi kotak”

“gak bisa makan duluan ya?”

“ya kalau lo gak punya urat malu ya makan aja”

duh si monyong minta gue kepang mulutnya “slidenya ada 40, ini baru 20 ar”

“terus?” ardi menatapku

“gue gak kuat laper, mau kedepan puskesmas dulu tadi banyak yang jualan”

“nanti lo dicarin dokter dipta gimana? udah tahu dia lagi bete” jawabnya khawatir

CITO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang